Beda Nasionalisme Kekaisaran Jepang dan Tiongkok saat Lawan Penjajah

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 27 Mei 2023 | 07:03 WIB
Baik Kekaisaran Tiongkok maupun Kekaisaran Jepang sama-sama menghadapi invasi asing. Ini menumbuhkan nasionalisme di tengah-tengah rakyat. Namun ada perbedaan mencolok antara nasionalisme kedua kekaisaran itu. (Nobukazu Yōsai)

Tiongkok kembali tergelincir ke dalam perang saudara selama puluhan tahun antara kaum nasionalis dan komunis. Perang itu baru berakhir pada tahun 1949 ketika Mao Zedong dan Partai Komunis menang.

Nasionalisme Kekaisaran Jepang

Selama 250 tahun, Kekaisaran Jepang hidup tenang dan damai di bawah Keshogunan Tokugawa (1603-1853). Prajurit samurai yang terkenal terpaksa bekerja sebagai birokrat dan menulis puisi sedih karena tidak ada perang yang harus dihadapi.

Satu-satunya orang asing yang diizinkan masuk Kekaisaran Jepang adalah segelintir pedagang Tiongkok dan Belanda. Mereka dikurung di sebuah pulau di Teluk Nagasaki.

Namun, pada tahun 1853, kedamaian ini hancur. Saat itu, satu skuadron kapal perang bertenaga uap Amerika di bawah Komodor Matthew Perry muncul di Teluk Edo. Mereka menuntut hak untuk mengisi bahan bakar di Jepang.

nasionalisme Kekaisaran Jepang ternyata memiliki sisi gelap. Bagi beberapa cendekiawan dan pemimpin militer Jepang, nasionalisme berkembang menjadi fasisme. (Tropen Museum)

Sama seperti Tiongkok, Kekaisaran Jepang harus mengizinkan orang asing masuk dan menandatangani perjanjian yang tidak setara dengan mereka. Pihak asing diberi hak ekstrateritorial di tanah Kekaisaran Jepang.

Juga seperti Tiongkok, perkembangan ini memicu perasaan anti-asing dan nasionalis pada masyarakat Jepang. Hal ini juga menyebabkan jatuhnya pemerintahan.

Bedanya, para pemimpin di Kekaisaran Jepang mengambil kesempatan ini untuk mereformasi kekaisara secara menyeluruh. Mereka dengan cepat mengubahnya dari korban kekaisaran menjadi kekuatan kekaisaran yang agresif dengan sendirinya.

Penghinaan Perang Candu Tiongkok dijadikan pelajaran. Kekaisaran Jepang memulai dengan perombakan total sistem pemerintahan dan sosial mereka.

Paradoksnya, dorongan modernisasi ini berpusat di sekitar Kaisar Meiji, dari keluarga kekaisaran yang telah memerintah negara selama 2.500 tahun. Akan tetapi, selama berabad-abad, para kaisar menjadi boneka, sementara para shogun memegang kekuasaan yang sebenarnya.

Pada tahun 1868, Keshogunan Tokugawa dihapuskan dan kaisar mengambil kendali pemerintahan pada Restorasi Meiji. Konstitusi baru Kekaisaran Jepang juga menghilangkan kelas sosial feodal, menjadikan semua samurai dan daimyo menjadi rakyat jelata.