Nationalgeographic.co.id—Dari tahun 650 hingga 146 Sebelum Masehi, Kartago adalah kota perdagangan paling kuat di Mediterania yang tercatat dalam sejarah. Pelabuhan 200 dermaganya yang maju dan populasinya yang kaya mendukung kota metropolitan yang luas. Namun sekitar 2.000 tahun yang lalu, Kartago dihancurkan oleh saingan terbesarnya, Republik Romawi.
Orang Kartago dibunuh atau dijual sebagai budak dan orang Romawi membangun Kartago baru di atas reruntuhan. Sejak orang Romawi menjarah kota dan menghancurkan sebagian besar perpustakaan dan arsipnya, hampir tidak ada yang diketahui tentang orang Kartago yang diperoleh dari sumber primer.
“Ketika menggali sejarah Kartago, Anda seperti berurusan dengan sesuatu yang memiliki lubang besar,” kata Richard Miles, penulis Carthage Must Be Destroyed: The Rise and Fall of an Ancient Civilization.
Romawi seakan ingin menghapuskan Kartago dalam catatan sejarah. Namun para sejarawan dan arkeolog justru menemukan hal sebaliknya.
Kartago harus dihancurkan
Sekitar tahun 200 Sebelum Masehi, “Kartago adalah kerajaan adidaya Mediterania asli,” ujar Miles. Ini semuan berkat kontrolnya yang luas atas pelabuhan perdagangan dan berbagai rute darat Afrika Utara. Kartago adalah penghubung yang hebat.
Kerajaan ini mengambil segala macam pengaruh —Yunani, Fenisia, Italia, Semenanjung Iberia, Nubia, dan Libya di Afrika Utara. Semua pengaruh itu dilebur dan membuat Kartago menjadi kerajaan yang sangat unik.
Namun, kekuatan Republik Romawi tumbuh di seberang lautan, begitu pula persaingannya dengan Kartago. Tiga perang berkobar antara keduanya dan berlangsung hampir seratus tahun.
Pada tahun 149 Sebelum Masehi, Romawi mengepung Kartago. Mereka membakar armada Kartago yang terkenal sebelum hampir meratakan kotanya.
“Penghancuran Kartago adalah tindakan balas dendam,” kata Miles. Pasukan Romawi ingin memastikan bahwa orang Kartago tidak pernah bangkit lagi untuk menantang mereka.
Delenda est Carthago (Kartago harus dihancurkan) adalah kata-kata yang sering diulangi oleh senator Romawi Cato.
Menjelajahi Kartago kuno
Romawi rupanya tidak dapat menghapus Kartago dari sejarah seperti yang diharapkannya. Situs kuno Kartago dideklarasikan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1979. Berada di puncak Bukit Byrsa, reruntuhan kota kuno ini menghadap ke pelabuhan Punisia yang menumbuhkan kekuatan kota.
Di sini pengunjung dapat menjelajahi Byrsa Acropolis yang pernah berkembang pesat di masa lalu. Situs sarat sejarah itu memiliki museum, pekuburan, dan beberapa rumah Kartago yang sangat terpelihara.
“Rumah-rumah itu—tepat sebelum penghancuran Kartago—terpelihara dengan sempurna. Bagian dari Bukit Byrsa itu adalah sesuatu yang pasti harus Anda kunjungi,” kata arkeolog Stefano Cespa. Bersama German Archaeological Institute di Roma, Cespa menghabiskan dekade terakhir menggali situs Kartago.
Upaya pembangunan kembali situs ini sekaligus akan merenovasi Museum Nasional Kartago. “Pembangunan tersebut akan menghubungkan ruang pameran museum ke alam bebas dan pemandangan Kartago,” kata Gabriela Carillo, seorang arsitek proyek tersebut. Aspek renovasi lainnya akan membahas lanskap situs, aksesibilitas, dan masalah lingkungan.
Museum yang menampilkan sejarah Kartago, musuh terbesar Romawi, itu diperkirakan akan dibuka kembali pada Juni 2026
Dari kompleks di Bukit Byrsa, pengunjung dapat turun untuk menjelajahi pelabuhan berbentuk bulan sabit. Dalam sejarah, pelabuuhan itu pernah melayani armada angkatan laut Kartago yang mengesankan.
Miles menambahkan bahwa pelabuhan tersebut mungkin memainkan peran langsung dalam kehancuran kota. Pasalnya, armada militer yang pernah berlabuh di sana melanggar perjanjian antara Republik Romawi dan Kartago.
Saat ini, pelabuhan itu hanya digunakan oleh perahu nelayan. Ada jalan setapak kecil mengelilingi pinggirannya. Di ujung jalan terdapat Tophet of Salammbo, itu adalah sebuah permakaman. Menurut Cespa, hewan dan anak-anak yang digunakan untuk ritual pengurbanan dimakamkan di sana.
Namun, Cespa menambahkan bahwa rumor tersebut mungkin disebarkan oleh orang Romawi dan Yunani.
Hingga saat ini, lebih dari 20.000 guci yang terkubur di bawah lempengan batu telah ditemukan di sini. Itu menjadikannya salah satu kuburan terbesar dari periode Fenisia.
Peninggalan dari pemerintahan Republik Romawi atas Kartago juga dapat dilihat di atas bukit dan di sekitar kota. The Baths of Antoninus adalah kompleks reruntuhan yang berdiri di samping istana kepresidenan Tunisia.
Tempat tersebut menjasi salah satu situs bersejarah yang lebih populer. Pasalnya, situs dipenuhi dengan dinding, terowongan, dan serambi yang sangat terpelihara dengan baik.
Di dekat The Baths of Antoninus terdapat teater Romawi yang luas. Pengunjung dapat mengamati para arkeolog saat mereka memulihkan struktur dan membarui mozaik yang rumit.
Terus berjalan kaki hingga Anda menemukan situs kembar dari Circus of Carthage. Ini adalah tiruan dari Circus Maximus di Roma. Cespa dan timnya telah menyurvei situs-situs ini—disebut Quartier Magon dan Quartier Didion—selama beberapa tahun.
“Anda akan menemukan stratigrafi yang berusia hampir 2.000 tahun di dua situs ini,” kata Cespa.
Di sana, pengunjung bisa menikmati semua fase Kartago kuno. Mulai dari fondasi Fenisia hingga zaman Punisia, kemudian zaman Romawi dan abad pertengahan, Bizantium akhir, dan periode Islam.
“Ini menunjukkan bahwa Anda tidak dapat sepenuhnya menghancurkan sesuatu,” kata Miles. Selalu ada sedikit masa lalu yang bertahan.