Jauh lebih mirip manusia ketimbang Kotengu, Diatengu masih memiliki kepala burung. Namun pada akhirnya, ia digambarkan sebagai manusia iblis bersayap dengan wajah merah dan hidung panjang.
Menurut Yordan, Perbedaan utama antara Kotengu dan Diatengu adalah bahwa Diatengu jauh lebih cerdas.
“Hal ini dijelaskan secara rinci dalam buku Genpei Jōsuiki. Di sana, seorang dewa Buddha menampakkan diri pada seorang pria bernama Go-Shirakawa dan memberitahunya bahwa semua Tengu adalah hantu umat Buddha yang telah meninggal.”
Dewa menjelaskan, bahwa karena umat Buddha tidak dapat masuk neraka, mereka yang berperilaku buruk akan berubah menjadi Tengu.
Dikisahkan Diatengu sama jahatnya dengan Kotengu. Mereka menculik para pendeta dan anak-anak serta menabur segala jenis kejahatan. “Namun, sebagai makhluk yang lebih cerdas, mereka dapat berbicara, berdebat, dan bahkan diajak berunding,” sebut Yordan.
Sebagian besar Diatengu dikatakan tinggal di hutan pegunungan yang terpencil, biasanya di lokasi bekas biara atau peristiwa bersejarah tertentu.
Selain dapat berubah bentuk dan terbang, disebutkan mereka juga dapat merasuki manusia dan mengendalikan berbagai jenis sihir. Diatengu juga digambarkan membawa kipas bulu ajaib yang dapat menyebabkan hembusan angin sangat kuat.
Tengu sebagai Dewa dan Roh Pelindung
Dalam banyak kisah, disebutkan bahwa Tengu gemar menculik anak-anak. Namun, dalam beberapa mitos, disebutkan anak-anak justru merasa ‘nyaman’ ketika diculik.
Salah satu contohnya berasal dari penulis terkenal abad ke-19 Hirata Atsutane. Dia bercerita tentang pertemuannya dengan Torakichi–korban penculikan Tengu dari desa pegunungan terpencil.
Hirata mengisahkan, bahwa Torakichi senang dia diculik oleh Tengu. Anak itu mengatakan bahwa “pria iblis bersayap itu baik padanya, merawatnya dengan baik, dan melatihnya untuk bertarung.” Tengu bahkan terbang bersama anak itu dan keduanya mengunjungi bulan bersama.
Kisah-kisah seperti Torakichi, menurut Yordan, menjadi semakin populer di abad-abad berikutnya. Tengu digambarkan menjadi sosok yang protagonis.
Kemungkinan lainnya adalah karena roh Tengu bersifat teritorial dan tinggal di rumah mereka yang terpencil di pegunungan. “Orang-orang di sana mulai melihat mereka sebagai roh pelindung,” jelas Yordan.
“Ketika ada agama, suku, atau tentara yang mencoba masuk ke wilayah mereka, roh-roh Tengu akan menyerang mereka, dan dengan demikian melindungi orang-orang yang telah tinggal di sana dari para penjajah.”
Hingga kini, kisah Tengu terus bermunculan dalam budaya modern Jepang. Banyak serial anime dan manga modern yang memiliki setidaknya satu karakter sekunder atau tersier yang bertema atau terinspirasi dari Tengu.