Pakistanisasi Indonesia: Pakistan Negatif di Dunia, Tidak di Indonesia

By Utomo Priyambodo, Rabu, 31 Mei 2023 | 07:00 WIB
Lokasi Pakistan dan Indonesia yang terpisah oleh Samudra Hindia. ( Bazonka/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Masyarakat Indonesia dan Pakistan memiliki hubungan kedekatan yang khusus bak negara bertetangga. Namun, bagaimana Anda bisa bertetangga jika jarak Anda lebih dari 5.800 kilometer? Jika Anda menganggap Samudra Hindia sebagai penghubung, bukan pemisah, dan kebetulan Anda adalah Indonesia dan Pakistan, begitulah yang terjadi.

Kedekatan antara Indonesia dan Pakistan jelas bukan dalam hal kedekatan geografis, tetapi dalam banyak hal lainnya. Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia (231 juta jiwa muslim, 86,7% dari total penduduknya), dan Pakistan adalah yang terbesar kedua (212,3 jiwa muslim, 96,5% dari total penduduknya).

Kedua negara tersebut tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Mereka juga sama-sama tergabung dalam Kelompok D‑8 Negara Berkembang.

Dalam jajak pendapat global BBC World Service 2012, Pakistan menduduki peringkat kedua sebagai negara yang paling dipandang negatif di dunia. Peringkat Pakistan hanya di bawah Iran.

Namun, jajak pendapat yang sama yang dilakukan pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa 40 persen orang Indonesia memandang Pakistan secara positif, dengan 31 persen menyatakan pandangan negatif. Meski demikian, hal itu tetap menjadikan Indonesia sebagai negara dengan persepsi Pakistan paling positif di dunia.

Kedekatan antara Indonesia dan Pakistan juga terbentuk lewat ikatan sejarah. Julia Suryakusuma, aktivis dan akademisi Indonesia, menulis di The Jakarta Post bahwa "Muhammad Ali Jinnah, bapak pendiri Pakistan, pernah mendorong tentara muslim yang bertugas di British Indian Army untuk membantu membebaskan Indonesia dari penjajah Belanda."

Menurut Julia, tidak sulit untuk memahami mengapa dunia melihat Pakistan sebagai sarang terorisme. "Namun ketika saya mengunjungi Pakistan dua kali pada tahun 2013, saya menemukan negara yang indah dengan orang-orang yang ramah dan menawan," tulisnya.

"Namun, mau tak mau saya memikirkan persamaan antara perkembangan identitas sosial-keagamaan di Indonesia yang semakin mirip dengan Pakistan, terutama akhir-akhir ini," kata Julia lagi.

Sektarianisme dan politik identitas di Pakistan dan negara Asia Selatan lainnya seperti Bangladesh, sangat menonjol. Menurut Julia, kasus-kasus kekerasan yang dipicu oleh tuduhan penistaan dan radikalisasi ekstremisme Islam terjadi jauh lebih awal di kedua negara ini. Sebagai contoh, seorang blogger Bangladesh dibunuh karena diduga menghina Islam.

Kasus yang paling terkenal di Indonesia adalah kasus Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, gubernur petahana Jakarta yang sedang diadili atas dugaan penistaan agama.

Aksi 212 menuntut Ahok dicopot dari jabatan Gubernur DKI Jakarta karena dugaan pencemaran agama. Banyaknya aksi persekusi berdalih agama terhadap minoritas di Indonesia membuat para aktivis mewanti-wanti jangan sampai Indonesia ter-Pakistanisasi meski Indonesia dan Pakistan punya ikatan sejarah. (Abraham Arthemius/Flickr)

Selama masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) antara 2004 dan 2014, sudah ada ketakutan akan “Pakistanisasi Indonesia”. Namun, menurut Julia, komunitas muslim Indonesia semakin terpolarisasi setelah peristiwa yang dikenal sebagai demonstrasi 212, saat ekstremis muslim melawan Ahok itu.