Sejarah Perang Salib, Bagaimana Mongol Mengubah Peta Peperangan?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 3 Juni 2023 | 07:00 WIB
Penaklukkan Baghdad 1258 yang dipimpin Hulagu Khan. Penaklukkan ini menjadi momen pertama kekaisaran Mongol masuk ke Timur Tengah dan terlibat dalam sejarah Perang Salib. (Sayf al-vâhidî et al.)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah perang salib mewarnai abad ke-13 antara pihak Kekristenan Eropa dengan Kesultanan Ayyubiyah. Karena terjadi dari awal hingga akhir abad, Perang Salib terjadi selama delapan jilid.

Alih-alih yang berkonflik adalah Eropa dan Timur Tengah, penantang baru muncul dari stepa Asia Tengah dan Timur: bangsa Mongol. Kedatangan bangsa Mongol membuat rumit Kekaisaran Ayyubiyah, termasuk peradaban muslim lainnya, dan Eropa.

Pemimpin bangsa Mongol itu adalah Hulagu Khan, yang merupakan adik dari Kaisar Mongol Mongke Khan. Keduanya adalah cucu dari Genghis Khan, kaisar pertama Kekaisaran Mongol.

Ketika Mongke dilantik sebagai kaisar pada tahun 1251, ia langsung mengutus Hulagu untuk menguasai Timur Tengah. Saat itu, Kekaisaran Mongol telah menguasai negara-negara muslim di Asia Tengah. Mongke pun berambisi untuk menguasai negeri muslim lainnya di Timur Tengah. 

Kabar kedatangan yang menggemparkan

Sebelumnya, Kekaisaran Mongol telah menyerang Persia timur pada 1221 di bawah Genghis Khan, tetapi belum sebesar yang dipimpin Hulagu. Pada kedatangan pertama, Perang Salib Kelima (1217—1221) berada di ujung episodenya. Kedatangan Mongol dengan panji Ilkhanat ini mengganggu Kekaisaran Ayyubiyah dan Abbasiyah.

Kelimpungan kekuatan muslim terlihat pada tahun 1221, menjelang Pertempuran Mansurah. Kekaisaran Ayyubiyah tampaknya memiliki masalah secara internal dan eksternal dengan Kekaisaran Abbasiyah. Awalnya mereka sulit untuk mengumpulkan pasukan dari kekuasaannya untuk melawan pasukan Kristen.

Hulagu Khan dan istrinya Dokuz Kathun. Hulagu di bawah perintah kakaknya, Mongke Khan yang merupakan kaisar tertinggi Kekaisaran Mongol, untuk menguasai Timur Tengah. (Public Domain)

Walau sempat tersendat, pengiriman baru lancar ketika Kekaisaran Abbasiyah meminta bantuan untuk menghadapi Kekaisaran Mongol. Otomatis, Kekaisaran Abbasiyah pun diabaikan.

Dalam sejarah Perang Salib Kelima, pemenangnya adalah Kekaisaran Ayyubiyah. Di satu sisi, pasukan Eropa kalah karena punya konflik internal. Kedua belah pihak melakukan perjanjian gencatan senjata selama delapan tahun.

Tibanya Mongol

Sejarah Perang Salib masih berlangsung delapan tahun kemudian. Perang Salib Keenam menjadi kemenangan bagi Eropa dengan merebut Yerusalem pada tahun 1229. Namun, masalah internal Kristen Eropa belum padam, sehingga mereka akan kehilangan Yerusalem pada 1244 ke tangan muslim.

Pihak Kekaisaran Ayyubiyah juga punya masalah karena Sultan al-Kamil yang selama ini memimpin Perang Salib, melakukan kesepakatan damai. Umat Islam banyak yang mengencamnya, bahkan di antara para pangeran.

Inilah yang mengakibatkan sejarah Perang Salib terus berlanjut di jilid ketujuhnya (1248-1254). Raja Louis IX dari Prancis memimpin ekspedisi ini untuk berhadapan dengan sultan Ayyubiyah baru, al-Salih Ayyub.

Louis IX atau St. Louis berpikir bahwa bersekutu dengan Kekaisaran Mongol bisa menyukseskan Perang Salib. Sayangnya ajakan ini, dalam sejarah, ditolak oleh Kekaisaran Mongol. (Public Domain)

Di sini, Mongol mulai punya dampak kuat terhadap permasalahan Timur Tengah dan Eropa. Louis IX sempat membuat tawaran diplomatik terhadap Kekaisaran Mongol dengan harapan bisa menjadi sekutu menekan Ayyubiyah keluar dari Mesir dan Levant (Suriah dan Irak).

Pasalnya, Mongol telah bergerak menguasai kawasan Khawarezmia yang meliputi kawasan timur Laut Kaspia dan Laut Aral. Kaum muslim di sana bergeser ke kawasan Mamluk di Mesir. Hal ini jugalah yang memperkuat umat muslim bisa bersatu untuk menguasai Yerusalem.

Kekaisaran Mongol justru menolak tawaran persekutuan dengan Louis IX. Di mata mereka, orang Kristen dan negara-negara Islam adalah sama, dan harus dikuasai. Namun, sejarah mencatat, dalam Perang Salib Ketujuh, Mongol belum terlalu ikut campur dengan Perang Salib.

Pengepungan Baghdad

Tahun 1255, di tepi timur Laut Kaspia atau disebut Transoxiana, Hulagu Khan bersama pasukan dari Kekaisaran Mongol atau Ilkhanat di Persia telah bergerak mereka adalah Kekaisaran Abbasiyah yang berkuasa dari Irak sampai Persia. Usaha mereka rencananya dilanjutkan ke Kekaisaran Ayyubiyah yang berkuasa di Suriah hingga Mesir.

Khalifah Al-Musta'shim (kanan) diminta Hulagu Khan (kiri) untuk menyaksikan kota Baghdad dibantai. Mongol tidak menghabisinya, karena Kaisar Mongke Khan meminta agar ia ditawan. (Maître de la Mazarine)

Kekaisaran Ilkhanat Mongol menyisiri kota ke kota Kekaisaran Abbasiyah hingga akhirnya tiba di Baghdad tahun 1258. Mongke Khan berpesan kepada Hulagu agar mengampuni khalifah Kekaisaran Abbasiyah, Al-Musta'shim. Cara ini umum dilakukan oleh Kekaisaran Mongol, seperti yang terjadi ketika melawan Tiongkok dalam Pertempuran Xiangyang.

Dalam pengepungan Baghdad, pasukan Ilkhanat Mongol menuntut khalifah menyerahkan diri. Al-Muta'ashim menolak. Maka, bangsa Mongol memecahkan tanggul kota yang berasal dari Sungai Tigris, sehingga banyak tentara Kekaisaran Abbasiyah tenggelam.

10 Februari, khalifah menyerahkan diri. Pasukan Mongol langsung menghancurkan kota, termasuk isi buku ilmu pengetahuan dan berbagai dokumen sejarah penting dari Perpustakaan Baghdad. Marco Polo mencatat dalam bukunya, bahwa khalifah dipaksa untuk melihat rakyatnya dibantai.

Ilkhanat Mongol menyentuh negeri-negeri Perang Salib

Setelah Baghdad dikuasai, Kekaisaran Ilkhanat Mongol bergerak 1259 menuju Suriah. Mereka mulai mengincar Kekaisaran Ayyubiyah yang saat itu telah usai memenangkan Perang Salib Ketujuh. Menurut catatan sejarah, Perang Salib Ketujuh adalah perang salib skala besar terakhir di Levant.

Kekaisaran Ilkhanat Mongol pun memperluas kekuasaannya dengan menguasai kawasan Kristen seperti Georgia, Armenia, dan Antiokhia. Mereka pun berhasil merebut kota Aleppo pada 1 Maret 1260, dan dilanjutkan ke Damaskus.

Pasukan muslim di Suriah akhirnya terpaksa mundur ke Kairo yang kini dikuasai oleh Dinasti Mamluk. Mamluk pun kemudian bernegosiasi dengan Kerajaan Kristen Yerusalem agar mengizinkan mereka lewat.

Ghazan Khan mengajak Raja Armenia untuk membantunya menguasai Damaskus tahun 1303. ( Gallica Digital Library )

Kerajaan Kristen Yerusalem diminta untuk memilih netral dalam konflik dengan Mongol. Kerajaan kecil itu kemudian mengizinkan pasukan muslim lewat. Mereka memandang bahwa Kekaiasaran Mongol adalah ancaman yang lebih berbahaya daripada umat muslim.

Atas izin tersebut, Dinasti Mamluk bisa bolak-balik menyerang Mongol dan kembali ke Mesir tanpa diganggu kalangan Kristen. Pertempuran mereka melawan Mongol adalah Ain Jalut di Galilea, yang menghadiahkan kemenangan besar.

Di satu sisi, Mongol di Suriah juga tidak begitu kuat secara komando. Hulagu Khan harus kembali ke Mongolia karena kakaknya meninggal. Kaisar tertinggi kemudian diserahkan ke Kubilai Khan. Hulagu ingin mengumpulkan kembali kekuatan untuk membalas Pertempuran Ain Jalut, tetapi ia justru terseret perang saudara.

Yerusalem tidak hanya diperebutkan oleh umat Islam dan Kristen dalam sejarah Perang Salib. Kekaisaran Mongol pun tergiur olehnya sebagaiupaya menguasai dunia. (Editor)

Kekaisaran Mongol pada akhirnya tidak pernah berhasil masuk lebih dalam di Timur Tengah. Kepemimpinan Ilkhanat Mongol di Persia berganti ke Abaqa Khan setelah Hulagu meninggal dunia pada 1265, dan berikutnya diganti kepada Arghun Khan pada 1284.

Perang Salib pun berlangsung sampai ke jilid delapan dan sembilan. Ilkhanat Mongol di Persia pun sempat terlibat sebagai sekutu Pangeran Edward I (kemudian menjadi raja). Namun lagi-lagi gagal, dibendung Dinasti Mamluk.

Barulah tahun 1300 Mongol kembali unggul, di bawah Ghazan Khan, penguasa yang merupakan cicit Genghis Khan yang mualaf. Awalnya pada pertengahan tahun 1299, mereka berhasil merebut kota utara Aleppo dari Dinasti Mamluk.

Ilkhanat Mongol akhirnya masuk ke Palestina. Beberapa ahli sejarah memperkirakan bangsa Mongol bergerak hingga Gaza, demi bisa menguasai Mesir. Kekuasaan mereka juga secara de facto berdiri di Yerusalem, tetapi pasukan Kristen masih memerintah.

Hal ini membuat beredar desas-desus di antara orang-orang Eropa, Mongol telah menguasai Tanah Suci. Cerita lain bahkan menyebut Mongol menunjuk raja baru dan telah menguasai Mesir untuk selanjutnya menuju ke Tunisia.

Padahal Kaisar Ghazan mengizinkan Yerusalem bisa dikunjungi orang Kristen, bahkan bersurat kepada Paus Bonifasius VIII. Sayangnya kabar bagus bagi umat Kristen ini berlangsung singkat. Rupanya, Mongol menarik pasukannya pada Februari 1300, dan umat Muslim kembali merebutnya pada bulan Mei.