Selidik Gereja Kekaisaran Bizantium yang Dihancurkan Tentara Salib

By Ricky Jenihansen, Minggu, 4 Juni 2023 | 09:00 WIB
Reruntuhan dibangun kembali ketika Konstatinopel menjadi Istanbul di bawah Kekaisaran Ottoman. (Istanbul Metropolitan Municipality)

Nationalgeographic.co.id—Para arkeolog di Turki menyelidiki reruntuhan gereja Kristen Ortodok dan mengumumkan penemuan rubanah dan terowongan rahasia. Gereja Kekaisaran Bizantium itu ditinggalkan karena hancur dan rusak parah setelah dijarah oleh Tentara Salib pada tahun 1204.

Menurut para arkeolog, rubanah itu adalah ruangan rahasia gereja mula-mula di Istanbul, sebelumnya Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium. Saat itu konstantinopel adalah pusat agama Kristen Ortodok terbesar.

Terowongan dan rubanah tersebut diperkirakan berusia sekitar 1.500 tahun. Menurut mereka, ruangan tersebut merupakan bagian tertua dari Istanbul yang telah lama tersembunyi.

Tujuan dari struktur tersembunyi tidak sepenuhnya dipahami, tetapi mereka mungkin adalah bagian dari Gereja St. Polyeuctus yang luas di atasnya, yang dibangun ketika kota itu menjadi pusat agama Kristen Ortodok, agama resmi kekaisaran Bizantium.

Fitur bawah tanah terdiri dari dua ruang besar yang dihubungkan oleh sebuah terowongan dan tampaknya telah dihubungkan ke protesis gereja — ruang di samping altar tempat roti dan anggur disiapkan untuk ritus Kristen Bizantium dari Liturgi Ilahi, sebuah nama yang masih digunakan di Gereja Timur, gereja ortodoks.

Bagian dari ruang bawah tanah masih dihiasi dengan mozaik, tatahan batu, dan balok marmer berukir, menurut para arkeolog.

Ruang bawah tanah pertama kali ditemukan selama penggalian setelah pembangunan jalan di tahun 1960-an. Tapi mereka ditutup lagi, dan pintu masuk mereka diisi ulang untuk mempertahankan ruangan, menurut Mahir Polat, wakil sekretaris jenderal Kota Metropolitan Istanbul (IBB.)

Daerah tersebut, di distrik Saraçhane di pusat Istanbul, telah menjadi terlantar. Tetapi IBB memulai pembangunan kembali daerah tersebut tahun lalu sebagai bagian dari proyek untuk mengubah reruntuhan yang luas menjadi objek wisata.

Pada bulan Maret, para pekerja menggali kembali ruang bawah tanah dan terowongan, dan pihak berwenang segera berencana untuk membiarkan publik mengamati kemajuannya, kata Polat kepada Live Science melalui email.

Rubanah tersembunyi di bawah reruntuhan Gereja St. Polyeuctus di jantung kota Istanbul diperkirakan berusia hampir 1.500 tahun. (Istanbul Metropolitan Municipality)

Gereja kekaisaranGereja St. Polyeuctus dibangun antara tahun 524 dan 527 M, pada masa pemerintahan kaisar Justinian, menurut "The Oxford Dictionary of Byzantium" (Oxford University Press, 1991).

Itu adalah salah satu gereja paling indah di Konstantinopel, serta yang terbesar sampai katedral Hagia Sophia (sekarang menjadi masjid) selesai dibangun pada tahun 537.

Yang tersisa sekarang hanyalah reruntuhannya, tetapi di masa kejayaannya, Gereja St. Polyeuctus didekorasi dengan indah dan mungkin memiliki kubah awal - desain yang disempurnakan di Hagia Sophia.

Polat mengatakan gereja itu ditinggalkan setelah rusak parah akibat gempa bumi pada abad ke-11 dan akhirnya hancur saat penjarahan kota pada 1204 oleh Tentara Salib, terutama dari Eropa Barat.

Seperti diketahui, ekspedisi bersenjata dari Eropa Barat telah berujung pada penjarahan kota Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium yang dikendalikan oleh kaum Kristen Ortodoks.

Menurut sejarawan Inggris Jonathan Phillips, penulis "The Fourth Crusade and the Sack of Constantinople" (Penguin Books, 2005), Tentara Salib telah dibujuk ke Konstantinopel untuk mendukung faksi Kekaisaran Bizantium saat dalam perjalanan untuk membebaskan Yerusalem.

Tetapi mereka dibiarkan dengan tangan kosong ketika kaisar favorit mereka digulingkan oleh pemberontakan, dan mereka malah menjarah kota kekaisaran Bizantium pada tahun 1204.

Pada bulan April 1204, Tentara Salib merebut Konstantinopel dengan brutal dan menjarah kota tersebut. Tentara Salib juga mendirikan Kekaisaran Latin yang baru, serta membagi-bagi wilayah Bizantium.

Gereja St. Polyeuctus adalah gereja Kekaisaran Bizantium yang terbesar sampai Hagia Sophia dibangun. (Istanbul Metropolitan Municipality)

Beberapa fitur arsitektur gereja diambil dan ditempatkan pada bangunan-bangunan sejauh Barcelona dan Wina, dan dua dari pilar berukirnya yang indah — dikenal sebagai Pilastri Acritani, atau "Pilar Acre" — sekarang menjadi bagian dari Basilika Santo Markus di Venesia.

Tragedi tersebut dipandang sebagai puncak pertentangan antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma, antara Kristen Ortodoks yang berpusat di Konstantinopel dan Kristen Katolik yang berpusat di Roma.

Itupula yang menjadi titik balik penting dalam kemunduran Kekaisaran Bizantium bertahun-tahun kemudian. Hingga nantinya dengan krisis yang berkepanjangan, konstantinopel hanya tinggal menjadi negara kota.

Sementara, gereja terbesar di masanya itu, setelah ditinggalkan karena hancur dan rusak parah, barulah reruntuhan gereja itu dibangun kembali selama periode Kekaisaran Ottoman di Istanbul saat di bawah penguasan Muslim.

Sementara itu, Polat mengatakan perlu diperhatikan bahwa struktur bawah tanah bertahan begitu lama tanpa rusak parah akibat banyak gempa bumi di kawasan itu; dan umur panjang ini menunjukkan banyak bangunan Bizantium telah dirancang untuk menahannya.

Ken Dark, seorang arkeolog di King's College London yang tidak terlibat dalam proyek baru tersebut tetapi telah melakukan penggalian di Istanbul, mengatakan bahwa reruntuhan St. Polyeuctus termasuk yang terdokumentasi dengan baik di kota tersebut.

"Mudah-mudahan, menampilkan kembali reruntuhan gereja yang penting secara historis dan dulunya megah ini akan membawa kesadaran akan hal itu ke khalayak yang lebih luas," katanya.