Dunia Hewan: Ketika Seekor Burung Beo Menyelamatkan Bahasa yang Punah

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 8 Juni 2023 | 10:00 WIB
Karena kemampuannya mengikuti kata-kata manusia, secara tidak langsung burung beo pernah menyelamatkan bahasa suku pedalaman yang hampir punah. 40 kata dicatat oleh Alexander von Humboldt. (Lynnm Stone/National Geographic)

Nationalgeographic.co.id—Burung beo endemik di Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, Kepulauan Pasifik, hingga Amerika Latin. Hampir semua spesiesnya punya kemampuan untuk meniru kata-kata dari suatu perilaku yang dilakukan manusia.

Seolah-olah perekam suara alami, burung beo bahkan sempat diceritakan merekam bahasa yang punah. Hal itu dilaporkan oleh ahli geografi dan naturalis Jerman Alexander von Humboldt dalam perjalanannya menjelajahi benua Amerika Utara dan Selatan pada 1799—1804.

Pekerjaan naturalis adalah mengamati flora, fauna dan ekologi sekitarnya. Selain itu juga mengambil sampel untuk pengamatan lebih rinci. Humboldt justru melebihi sekadar naturalis, tetapi juga menjadi antropolog dengan membuat catatan politik masyarakat lokal, budaya, iklim dan geologi tempat yang disinggahinya.

Banyak catatannya yang merekam secara rinci dari segala hal yang diamatinya, bahkan termasuk ketinggian dan pola arus laut.

Salah satu yang menarik adalah pertemuannya dengan burung beo di dalam hutan tropis Amazon di kawasan Venezuela tahun 1800. Di sini, ia bertemu dan tinggal dengan penduduk asli suku Karib daratan yang masih akrab dengan suku-suku di Karibia.

Di suku tersebut, Humboldt menyaksikan ada banyak burung beo jinak yang disimpan di kandang penduduk. Sebagian besar di antaranya telah diajari bicara.

Humboldt menemukan salah satu dari burung beo di sana menggunakan kata-kata yang berbeda dari bahasa suku setempat. Saat ditanya mengapa demikian, penduduk menjelaskan bahwa burung tersebut berasal dari suku tetangga yang sempat menjadi musuh suku Karib.

Suku Karib mengaku menyerang suku tersebut dengan kasar, dan mengusirnya dari tanah mereka sendiri. Mereka juga memburu beberapa anggota suku yang tersisa di sebuah pulau kecil terdekat. Suku itu pun punah bersama kenudayaan mereka, kecuali bahasanya yang ditiru oleh burung beo.

Humboldt pun mencatat secara fonetik 40 kata yang diucapkan burung beo tersebut. Cara ini menjadi upaya melestarikan bahasa yang punah. Sebab, pada masa itu alat perekam belum diciptakan sebelum dibuat oleh Édouard-Léon Scott de Martinville pada 1857, dan dikembangkan oleh Thomas Alva Edison.

Catatan itu terkumpul bersama hasil laporan penjelajahan Humboldt lainnya yang dikoleksi di Jerman.

Siapa suku pemilik bahasa yang dimaksud?

Lantas, dari cerita Humboldt dan burung beo, siapa pemilik bahasa itu? Dalam jilid kedua perjalanannya, Travels to the Equinoctial Regions of America yang diterbitkan setelah kembali ke Eropa, ia menceritakan pengalaman lainnya.