Foto Para Samurai Kekaisaran Jepang di Sphinx Ini Menyimpan Kepiluan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 10 Juni 2023 | 08:30 WIB
Foto para samurai di patung Sphinx Giza Agung ini menyimpan kisah menyedihkan dalam upaya diplomasi Kekaisaran Jepang. (Antonio Beato)

Keberadaan mereka di Prancis bahkan dipotret oleh Louis Rousseau saat mereka berkunjung ke Institute of Medicine di Paris. Anda bisa melihat kumpulan foto para delegasi itu di sini. Menurut keterangan foto, delegasi dari Kekaisaran Jepang ini sangat keras kepala.

Dari kumpulan foto tersebut, tampak jelas bahwa para samurai ini dipersenjatai dengan dua pedang. Dua pedang menandakan bahwa mereka adalah samurai yang terhormat, kelas pejuang dengan pendidikan tinggi di Kekaisaran Jepang yang punya kendali politik.

Kisah pilu rombongan samurai Kekaisaran Jepang

Di Prancis, misi mereka untuk menyampaikan kepada para penguasa di Eropa gagal total. Tuntutan mereka ditolak mentah-mentah. Rombongan yang dipimpin oleh Ikeda Nagaoki harus pulang ke Kekaisaran Jepang untuk membawa kabar buruk ini ke Keshogunan Tokugawa.

Meski demikian, Nagaoki tidak terlalu kecewa. Selama perjalanan ke Eropa, ia terkesan dengan betapa majunya Prancis. Dalam perjalanan pulang, ia pun membawa buku-buku dari perpustakaan yang kaya akan ilmu pengetahuan. Buku yang dibawanya antara lain fisika, biologi, manufaktur, tekstil, dan teknologi fermentasi.

Ikeda Nagaoki (1837-1879) ketika dipotret di Paris tahun 1864. Samurai itu datang bersama 33 orang rombongannya, membawa pesan diplomasi tentang isolasi Kekaisaran Jepang. (Louis Rousseau)

Iri dengan kemajuan Prancis, Nagaoki hendak mencoba mendidik murid-muridnya di Kekaisaran Jepang. Dengan buku-buku yang dibawanya, ia ingin Jepang kelak bisa memahami peradaban Barat dan kemajuan teknologinya, bahkan membalap kemajuan.

Selain itu, ia juga membawa anggur (wine) dari Prancis. Hal ini membuatnya sebagai bapak industri wine di dalam sejarah Kekaisaran Jepang.

Setibanya di Kekaisaran Jepang, karena misi diplomasi itu gagal, Ikeda dan rombongannya ditahan oleh otoritas Keshogunan Tokugawa.

Nahasnya, sebelum mereka tiba, sentimen anti-asing sudah parah. Musim panas 1863 (beberapa waktu setelah rombongan Nagaoki berangkat), perang de facto yang singkat pecah akibat klan Chosu memberontak dengan menembaki semua orang asing. Orang asing yang berlayar dan memasuki wilayah kendali mereka seperti orang Amerika, Prancis, dan Amerika, diserang.

Militer AS dan Prancis pun menggempur pasukan Jepang yang tidak punya senjata modern, dan kurang berpengalaman. Angkatan Laut Prancis bahkan menyerbu beberapa desa. Akibatnya kerugian besar terjadi. Inilah salah satu faktor mengapa diplomasi Misi Ikeda gagal.

Keshogunan Tokugawa runtuh pada 1868. Kekaisaran Jepang pun memulai Restorasi Meiji yang membuat Jepang memasuki babak modernisasi, industrialisasi, dan urbanisasi yang cepat. Mereka ingin menyaingi keunggulan Barat, seperti yang diinginkan Nagaoki, tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai budaya.

Perubahan politik pun terjadi ketika Kyoto, ibu kota Kekaisaran Jepang kuno, dikudeta. Para samurai menjaga otoritas Tokugawa agar tetap berdiri, tetapi gagal.

Maka, pemerintahan Kekaisaran Jepang yang baru di bawah restorasi Meiji menghapus hak istimewa kelas feodal. Restorasi Meiji pun menghapus jabatan samurai, dan diganti dengan peraturan wajib militer.

Perbedaannya, untuk menjadi samurai harus punya latar belakang feodal. Hal itu yang menyebabkan banyak shogun dan pejabat lainnya di Kekaisaran Jepang, punya latar belakang samurai. Sementara pada wajib militer, siapa saja bisa menjadi tentara untuk melindungi negara, tanpa memandang latar belakang.

Secara otomatis, Nagaoki kehilangan pekerjaannya sebagai samurai. Dia wafat pada 12 September 1879.