Kakao, “Emas” dari Pinggiran Hutan Kabupaten Sigi yang Tunjang Kesejahteraan Masyarakat

By Yussy Maulia, Senin, 12 Juni 2023 | 16:23 WIB
Coklat Pak Tani, salah satu merek produk kakao Sigi yang dipasarkan oleh Koperasi Agro Industri Desa Omu. (DOK. Lingkar Temu Kabupaten Lestari)

Sulawesi Tengah dikenal dengan keberadaan pesisir pantai yang indah dan kaya akan sumber daya tambang. Namun, belum banyak yang tahu jika wilayah ini memiliki potensi hasil perkebunan yang menjanjikan. Salah satunya, kakao.

Pada 2021, Sulawesi Tengah menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan produksi kakao terbesar se-Indonesia. Data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi kakao di wilayah tersebut mencapai 130,6 ribu ton.

Salah satu daerah utama penghasil kakao di Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Sigi. Jika menilik letak geografisnya, Sigi merupakan satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki garis pantai di Sulawesi Tengah.

Kabupaten yang menjadi bagian dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) ini 70 persennya diselimuti hutan, serta dikelilingi hamparan bukit hijau yang indah.

Baca Juga: Meraba Sehelai Kain Berbahan Kulit Kayu dari Lembah Taman Nasional Lore Lindu

Kondisi alam Sigi mendukung tanaman kakao untuk tumbuh subur di wilayah tersebut. Untuk diketahui, tanaman kakao dapat tumbuh optimal jika ditanam pada ketinggian 0-600 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan suhu minimal 18-21 dan suhu maksimal 20-32 derajat Celcius.

Tak hanya didukung oleh faktor alam, petani kakao di Sigi juga telaten dalam merawat tanaman kakao. Untuk mencegah serangan dari hama penggerek buah kakao (PBK), misalnya, masyarakat Sigi menggunakan metode sarungisasi alih-alih menggunakan insektisida. Praktik tersebut lebih ramah lingkungan dan mendukung keberlanjutan lahan kakao. 

Selain menggunakan metode sarungisasi, para petani di Sigi juga rutin melakukan pemangkasan daun. Pasalnya, hama PBK cenderung menyerang tanaman kakao yang kondisinya lembap. Dengan melakukan pemangkasan berkala, kadar kelembapan tanaman dapat terkontrol sehingga tidak dijadikan sasaran hama. 

Kombinasi faktor alam yang mendukung dan metode perawatan tanaman kakao secara alami menghasilkan buah kakao yang lebih baik. Tak heran, jika kakao yang diproduksi petani Sigi terkenal punya massa buah yang lebih berat dan permukaan kulit buah yang lebih mulus.

Baca Juga: Senja di Sigi, Mencicipi Kopi Pipikoro yang Ditanam Secara Sadar Lingkungan

Cita rasa yang tak biasa

Dari total 27.885 hektare kebun kakao yang ada di Sigi, sekitar 25.000 hektare berada di Desa Omu, Kecamatan Gumbasa. Desa yang lokasinya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lore Lindu ini memiliki lahan kebun kakao terluas di Sigi.

Di Sigi, biji kakao diolah menjadi tiga produk utama, yaitu minyak kakao, cokelat bubuk, dan cokelat batangan. Namun, masyarakat Desa Omu menjadikan cokelat batangan sebagai produk unggulannya. Keunikannya terdapat pada cita rasa cokelat yang otentik.

Produk cokelat batangan dari Desa Omu diberi nama merek Coklat Pak Tani. Usaha yang dikembangkan melalui Koperasi Agro Industri Omu ini juga menjadi produk cokelat batangan khas pertama di Sigi.

Proses pembuatan cokelat batang Coklat Pak Tani. (DOK. Lingkar Temu Kabupaten Lestari)

Pendiri Coklat Pak Tani, Thomas, mengatakan bahwa produksi Coklat Pak Tani dimulai dari pemilihan biji kakao dengan kualitas terbaik. Pertama-tama, biji kakao yang sudah dipanen dipilah lagi untuk memisahkan antara biji yang berkualitas baik dan biji yang sudah rusak atau tidak layak diolah.

Baca Juga: Jadi Tuan Rumah Festival Lestari 5, Kabupaten Sigi Siap Perkenalkan Berbagai Komoditas Unggulan

Sebagai petani cokelat, Thomas tahu betul cara membedakan biji kakao yang layak diolah dengan yang tidak layak. Biji kakao yang sudah dipisahkan kemudian difermentasi selama 3-4 hari. Proses fermentasi dilakukan untuk menjaga aroma khas cokelat agar tidak hilang.

Kemudian, biji kakao dijemur hingga kering, lalu disangrai menggunakan oven. Setelah itu, kulit biji kakao disingkirkan sehingga menyisakan daging kakao saja.

“Berikutnya, biji kakao dihaluskan agar menggunakan blender. Proses tersebut dilakukan secara berulang sampai (biji kakao) dapat diolah menjadi cokelat bubuk atau pasta cokelat,” jelas Thomas.  

Untuk menghasilkan cokelat batangan, kata Thomas, biji kakao yang sudah dihaluskan akan melalui proses temperingTempering adalah teknik mengolah cokelat dengan cara memanaskan dan mendinginkan cokelat pada suhu tertentu. Proses ini dilakukan untuk menstabilkan kandungan lemaknya.

Baca Juga: Bagaimana Tradisi Pemberian Cokelat di Hari Kasih Sayang Berawal?

“Pertama, wadah berisi cokelat atau pasta cokelat diletakkan di air dingin, lalu dipindahkan ke air hangat. Selanjutnya, pasta cokelat dicampur dengan bahan baku lain, seperti gula halus, susu, dan bubuk vanili secukupnya, sesuai dengan takaran yang sudah ditentukan,” ujarnya.

Uniknya, Coklat Pak Tani juga menyertakan ampas dan lemak cokelat ke dalam pasta cokelat. Penambahan ampas dan lemak cokelat membuat tekstur cokelat lebih ringan, seperti berpasir.

Sementara itu, dari segi rasa, Coklat Pak Tani cenderung mirip dark chocolate. Rasa cokelat ini tidak terlalu manis karena kandungan kakaonya di atas 70 persen. Sementara untuk pemanis, bahan yang digunakan adalah gula aren.

Jika dibandingkan gula pasir, gula aren punya rasa manis yang lebih ringan, serta aroma yang lebih kuat. Jadi, tak hanya punya tekstur yang tidak terlalu pekat di mulut, Coklat Pak Tani juga memiliki rasa pahit-manis yang unik.

Baca Juga: Memperkenalkan Investasi Berbasis Alam Lewat Festival Lestari V

“Coklat Pak Tani memiliki empat varian rasa, yaitu original, keju, kelapa, dan kacang tanah. Untuk proses pembuatan cokelat varian original, tidak menggunakan bahan tambahan lain, selain gula, susu, dan vanili,” lanjut Thomas.

Selain produk cokelat batangan dari Desa Omu, para petani kakao di Kabupaten Sigi juga mengolah biji kakao menjadi produk siap jual lain, seperti minyak kakao dan bubuk cokelat.

Petani di Desa Omu yang berhasil berinovasi memproduksi produk cokelat khas Sigi. (DOK. Lingkar Temu Kabupaten Lestari)

Untuk membuat minyak kakao, biji kakao diekstrak hingga menghasilkan cairan minyak dengan warna kuning pucat. Nantinya, minyak kakao dapat diolah kembali menjadi bahan pembuat kue atau bahkan untuk kebutuhan industri kimia dan farmasi.

Sementara itu, bubuk cokelat dihasilkan dengan cara menempa biji cokelat hingga ampas dan lemaknya terpisah. Lalu, bagian ampasnya diambil untuk dihaluskan, dikeringkan, dan digiling hingga teksturnya menjadi bubuk.

Baca Juga: Unik, Suku Maya Anggap Biji Kakao Jadi Hadiah Dewa dan Mata Uang

Hasil olahan bubuk cokelat dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi produk baru, seperti minuman atau bahan campuran makanan.

Nilai ekonomi kakao

Sebagai salah satu produk hasil pertanian unggulan, kakao juga menjadi penopang perekonomian masyarakat Desa Omu. Tak hanya itu, kehadiran pabrik pengolahan kakao milik Coklat Pak Tani juga membuka lapangan pekerjaan bagi petani kakao dan ibu-ibu setempat.

Menurut Thomas, harga jual kakao yang sudah diolah menjadi cokelat batangan lebih menguntungkan dibandingkan dengan harga jual biji kakao mentah.

"Satu kilogram (kg) biji cokelat dihargai sekitar Rp 35.000 sampai Rp 37.000 jika dijual secara langsung ke pedagang pengumpul. Sedangkan satu kilogram biji cokelat yang diolah bisa menghasilkan sekitar 12 cokelat batang dengan harga jual Rp 25.000 per bungkus," papar Thomas.

Baca Juga: Sepotong Sejarah Cokelat: Berasal dari Ekuador Sejak 5.300 Tahun Lalu

Melihat potensi tersebut, masyarakat Desa Omu pun kini fokus mengembangkan tanaman kakao untuk diolah menjadi cokelat batang siap jual. Partisipasi Kabupaten Sigi dalam LTKL juga menjadi harapan bagi masyarakat Desa Omu untuk memperkenalkan produk mereka kepada khalayak luas.

Pengolahan kakao juga membuktikan bahwa komoditas yang berasal dari tanah yang sehat dan diolah secara berkelanjutan dapat menghasilkan produk berkualitas dan memiliki nilai jual tinggi. Dengan mengolah kakao ini, perekonomian para petani dan pengolah kakao dapat tumbuh lebih baik.