Nationalgeographic.co.id—Sejarah Perang Dunia II (1939—1945) dipenuhi dengan konflik di seluruh dunia. Berbagai pertempuran menyebabkan puluhan juta nyawa di seluruh dunia melayang.
Pertempuran yang terjadi dalam sejarah Perang Dunia II terjadi begitu masif. Bisa dibilang, Perang Dunia II sendiri juga merupakan hal yang konyol dan mubazir dalam sejarah umat manusia. Sebab, tidak hanya puluhan juta nyawa melayang, tetapi juga membuang secara percuma sumber daya.
Saking masifnya, terjadi tiga pertempuran paling konyol dan mubazir yang pernah pecah dalam sejarah Perang Dunia II.
Pertempuran ini bisa terjadi karena kurangnya strategi, imajinasi, dan kemampuan kepemimpinan militer. Hal ini menyebabkan sumber daya alam dan nyawa terbuang sia-sia.
Sama-sama ngotot di Leningrad
Dalam sejarah Perang Dunia II, Nazi Jerman menginvasi Uni Soviet yang disebut Operasi Barbarossa.
Mereka memutuskan semua jalur darat ke Leningrad pada awal September 1941, yang membuat tentara merah harus mundur jauh ke dalam Uni Soviet.
Stalin justru memutuskan bahwa orang Rusia biasa harus mempertahankan Leningrad dengan segala cara, membuat masyarakat sipil juga harus terlibat dalam perang.
Leningrad adalah kota yang penting bagi Uni Soviet karena merupakan tempat besejarahnya perkembangan politik komunis di Rusia 1917. Makanya, Stalin egois mempertahan kota dengan mengorbankan sipil.
Hitler juga tidak kalah kerasnya. Dia menginginkan kota itu hancur dan berjanji menghapus kota tersebut dari muka bumi.
Padahal, jika punya keinginan tersebut, banyak orang yang berpendapat seharusnya Perang Dunia II diselesaikan terlebih dahulu. Dan, jika Hitler berhasil memenangkan perang, kota Leningrad bisa dihancurkan setelahnya.
Kenyataannya, dalam narasi sejarah Perang Dunia II, Hitler tidak memikirkan itu. Dia lebih berambisi dengan mengarahkan tentaranya ke Leningrad, sehingga banyak tentara yang seharusnya berhadapan dengan Uni Soviet gugur terlebih dahulu dalam pengepungan.
Untuk mewujudkan kemenangan, Nazi Jerman mengerahkan pesawat tempurnya. Ada 75.000 bom yang dijatuhkan di Leningrad, membuat 2,5 juta warga sipil terjebak.
Banyak di antara warga sipil kelaparan karena akses Leningrad telah terputus. Sementara ke kota Uni Soviet hanya menuju arah timur laut, melalui Danau Ladoga yang membeku.
Tahun 1944, Uni Soviet mengerahkan tentara merah ke Leningrad. Akses mudah kembali karena jalur kereta khusus ke sana telah dibangun dengan mengalihkan sumber daya yang sangat besar. Tentara merah yang datang sebesar 1,25 juta orang dengan 1.600-an tank untuk mengakhiri pengepungan.
Mereka berhasil merebut kembali Leningrad, tetapi seberapa pantas untuk merebut kota tersebut dengan menghambur-hamburkan sumber daya? Pengepungan yang dilakukan Nazi Jerman memakan 800 ribu nyawa.
Usaha ini dipandang sebagai cara pemborosan dan kebodohan Stalin. Di sisi lain, Hitler juga terbukti boros dan bodohnya karena membuat kota Leningrad terlepas kembali, seolah usaha sebelumnya sia-sia, dan semestinya tidak mengarahkan pasukannya ke sana.
Operasi Jubilee
Sebelum D-Day di Normandia, Prancis, Sekutu berusaha untuk bisa mendarat di daratan utama Eropa. Namun, serangan mereka justru dilakukan dengan operasi yang sia-sia dalam sejarah Perang Dunia II.
Operasi ini terjadi pada musim panas 1942 ketika AS dan Inggris berada di tekanan besar untuk "membuka front kedua di Eropa".
Kondisi ini disebabkan Nazi Jerman semakin ke barat, sebab di timur, Uni Soviet, di bawah Joseph Stalin, menekan. Untuk menggempur barat, Nazi Jerman mengumpulkan dayanya, termasuk yang beroperasi di timur.
Kondisi ini runyam bagi Inggris, karena harus menyerang Prancis. Masalahnya, sumber daya Sekutu sangat minim, sehingga invasi yang berhasil bisa gagal.
Rencana yang mereka buat adalah Operasi Kemudi yang merupakan invasi skala kecil untuk merebut pelabuhan Dieppe di Prancis. Operasi ini nyatanya gagal membawa keberhasilan.
Operasi misi ini invasi skala penuh Sekutu membuka Front Kedua. 19 Agustus 1942, operasi militer dari Inggris melancarkan serangan yang rumit ke Dieppe, termasuk penerjunan parasut, tank, infanteri, pembom, dan angkatan laut.
Rupanya, Nazi Jerman telah mempersiapkan diri dengan baik. Sejarah Perang Dunia II mencatat, mereka mempersiapkan bunker, artileri, dan senapan mesin untuk menanti Sekutu.
AL dan AU Inggris menarik diri dari rencana ini dengan memindahkan terjun payung. Pertempuran juga tidak melibatkan serangan udara dan artileri dari AL.
Agar tidak terlihat seperti serangan Inggris, tetapi juga Sekutu, militer menghidupkan Operasi Jubilee.
Operasi ini menambahkan kekuatan sedikit dari AD AS—hanya 50 orang—untuk menyerang pasukan musuh dan membuktikan bahwa ini adalah invasi Sekutu.
Jerman justru dengan cepat mengalahkan gelombang penyerang pertama Operasi Dieppe yang berisi pasukan komando Inggris dan Rangers Amerika.
Serangan itu membuat separuh dari penyerang Operasi Dieppe tewas, terluka, atau tertangkap Jerman.
Konyolnya, Inggris hanya punya 1.075 tentara. Mayoritas pasukan justru dari Kanada sebesar hampir 5.000 pasukan. Hal itu disebabkan tentara Inggris lebih banyak beroperasi di Afrika Utara dan Asia. Yang ada di Inggris ternyata adalah serdadu Kanada untuk mencegah invasi Jerman menyeberangi selat.
Dengan demikian, Inggris dengan bodohnya tidak mendaratkan pasukan yang cukup untuk memenangkan pertempuran.
Kebodohan pengerahan tentara ini pun berlanjut, termasuk Operasi D-Day (Pendaratan Normandia) yang membuat Sekutu unggul.
Sekutu di Inggris juga belum punya sumber daya yang cukup untuk mempertahankan wilayahnya. Mereka justru menyerang Dieppe dengan persiapan yang sebenarnya kurang dan tidak menguntungkan.
Hal ini juga terbukti bagaimana Inggris sempat dibombardir Jerman sebelumnya dalam Serangan Kilat (Blitzkrieg).
Kebodohan dari operasi Dieppe dalam sejarah Perang Dunia II yang lainnya adalah Sekutu tidak membuat perhitungan.
Angkatan Darat Jerman pada tahun 1942 sedang berada di puncak kejayaannya, walau tiga tahun pertempuran berdarah di Rusia, Afrika Utara, dan berbagai tempat lainnya, justru tidak membuatnya lelah.
Bagaimanapun, perang di masa apa pun dan untuk tujuan apapun adalah hal yang konyol, sekaligus sia-sia dalam peradaban manusia. Bukankah dunia bisa menjadi lebih berarti dengan hidup yang damai?