Nationalgeographic.co.id—Apa gunanya mempelajari sejarah? Mungkin di sekolah-sekolah kita, sejarah seperti ajang cerita masa lalu yang pernah terjadi di atas muka bumi, termasuk di Indonesia. Narasinya dipenuhi dengan benda-benda purbakala, kehebatan penguasa, penaklukkan, dan peristiwa-peristiwa lainnya yang harus dihapal.
Namun lebih dari itu, sejarah justru muncul sebagai ilmu pengetahuan yang menonjolkan apa yang telah dimiliki manusia selama ini. Hanya saja, pemahaman itu terlupakan, sehingga terkadang ketika menghadapi kebuntuan menghadapi masa depan, perlu menengok lagi ke masa lalu.
"Kalau ditanya apa sih relevansinya belajar masa lalu, belajar sejarah? Sehingga, sekarang ini ilmu pengetahuan tersebut, jauh lebih relevan—mungkin dibandingkan dalam 200 tahun [ke belakang]," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid dalam peringatan Hari Purbakala Nasional ke-110 di Museum Nasional Indonesia (14/06).
Ada banyak pengetahuan yang sebenarnya telah berkembang oleh leluhur manusia. Pengetahuan tersebut mengandung "kebajikan" yang semestinya ditengok kembali ke belakang.
Pasalnya, aktivitas manusia hari ini punya dampak yang besar terhadap bumi, seperti perubahan iklim. Sedangkan leluhur kita, memiliki pengetahuan yang secara tradisional menyeimbangkan kebutuhan manusia dan alam.
Hari ini, para ilmuwan disibukkan dengan berbagai macam konsep dan upaya menyeimbangkan kebutuhan manusia dan alam. Upaya ini merupakan bentuk sebagai mencegah perubahan iklim semakin parah, yang menyebabkan bencana terjadi di berbagai tempat yang rentan. Semuanya tertera di berbagai makalah jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan buku sains terapan.
Leluhur kita di masa purbakala, mewariskan nasihat dan pedoman untuk keseimbangan alam dan manusia lewat tradisi lisan. Pesan itu terkandung dalam berbagai bentuk seperti nyanyian, sastra lama, legenda dan mitologi, hingga pantun. Ilmu sejarah melestarikan pengetahuan ini, supaya manusia hari ini bisa kembali menelisik dan menanti diterapkan kembali.
"Tradisi lisan khususnya menyimpan pengetahuan yang luar biasa. Dia seperti repositori pengetahuan di dalam gerak, di dalam bunyi, di dalam rupa yang diwariskan dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, sehingga sampai kepada kita," lanjut Hilmar.
"Dan di dalamnya, terkandung banyak kebajikan mengenai hubungan manusia dengan alam, dan manusia dengan sesamanya."
Tidak hanya dari aspek kebudayaan, sejarah bisa membantu kita memahami kondisi yang terjadi pada Bumi di masa lalu. Pengetahuan seperti ini dari kepurbakalaan harusnya bisa menjadi pemecahan masalah hal yang mendasar terjadi hari ini dan yang akan datang, terang Hilmar.
Misalnya, belakangan paus pembunuh atau orca belakangan muncul di perairan Indonesia. Padahal, mamalia ini berasal dari perairan yang dingin. Perpindahan mereka disebabkan oleh migrasi yang tentunya momen langka bagi masyarakat Indonesia.
Migrasi ini sendiri disebabkan iklim yang telah berubah dengan cepat, dan para orca harus mencari tempat yang lebih cocok untuk bertahan hidup.
Menurut Hilmar, kasus orca yang mampir ke perairan Indonesia adalah contoh masalah fundamental yang terjadi hari ini. Belum pernah dalam masa sejarah Indonesia, paus orca melalui perairan panas di sekitar kita ini.
Berkaca akan hal itu, Hilmar menyerukan kepada pegiat sejarah purbakala, arkeologi, dan museum untuk turut menyadarkan publik tentang masalah yang terjadi hari ini dan mendatang. Dia merekomendasikan konsolidasi dari semua komponen sejarah untuk bisa mengadakan pertemuan nasional.
"[Pertemuannya] bukan sekadar pertukaran apa yang diteliti, apa yang ditemukan dengan bidang masing-masing, tetapi untuk membahas persoalan yang mendasar," lanjutnya.
Hilmar mengharapkan ilmu tentang purbakala di Indonesia bisa beriringan dengan bidang lainnya. Contohnya, dengan perpanduan ilmu kepurbakalaan sejarah dan klimatologi. Dengan demikian akan ada pengetahuan tentang evolusi lingkungan yang selama ini terjadi di Indonesia.
"Semua persoalan-persoalan besar ini sidah waktunya bukan hanya duduk santai diperbincangan, tetapi juga dibicarakan secara serius, dan juga bisa memberikan rekomendasi kebijakan," terang Hilmar. Tentunya, Hilmar akan terbuka untuk semua pengetahuan yang dihasilkan dari kajian kepurbakalaan yang punya dampak pada masalah mendasar hari ini.