Sejarah Perang Salib: Dampak dan Imbas pada Eropa dan Gereja Katolik

By Ricky Jenihansen, Senin, 19 Juni 2023 | 08:00 WIB
Kembalinya Tentara Salib oleh Karl Friedrich Lessing, 1808–1880 M. Sejarah Perang Salib terus bergulir dan menyebar ke seluruh Eropa. (Karl Friedrich Lessing)

Nationalgeographic.co.id—Sejak pertama kali diserukan oleh Paus Urbanus II pada tahun 1095, sejarah Perang Salib terus bergulir dan menyebar ke seluruh Eropa. Mayoritas orang Eropa saat itu akan melalui setidaknya satu khotbah di gereja Katolik terkait pentingnya dukungan terhadap Tentara Salib.

Pada abad ke-14 M, sangat sedikit kantong orang Eropa yang tidak tersentuh oleh pajak negara dan gereja Katolik. Mereka secara teratur dikenakan pajak untuk membiayai perang salib.

Prusia dan Baltik (Perang Salib Utara), Afrika Utara, dan Polandia, di antara banyak tempat lainnya, juga akan menyaksikan pasukan Perang Salib dari abad ke-12 hingga abad ke-15 M.

Kampanye militer tersebut dianggap sebagai cita-cita dalam sejarah Perang Salib, terlepas dari keberhasilan militer yang meragukan, tapi itu semua terus menarik perhatian pemimpin, tentara dan orang biasa di Barat.

Eropa

Kekuatan keluarga kerajaan Eropa dan sentralisasi pemerintahan meningkat berkat kenaikan pajak, perolehan kekayaan di Timur Tengah, dan pengenaan tarif perdagangan.

Kematian banyak bangsawan selama perang salib dan fakta bahwa banyak yang menggadaikan tanah mereka ke mahkota telah meningkatkan kekuasaan kerajaan. Itu semua bertujuan untuk membayar kampanye Perang Salib dan Tentara Salib.

Ada juga penurunan dalam sistem feodalisme, karena banyak bangsawan menjual tanah mereka untuk membiayai perjalanan mereka, membebaskan budak mereka dalam prosesnya.

Penaklukan wilayah yang dikuasai Muslim di Italia selatan, Sisilia, dan semenanjung Iberia memberikan akses ke pengetahuan baru, yang disebut 'Logika Baru'.

Ada juga perasaan yang lebih besar sebagai 'orang Eropa', bahwa terlepas dari perbedaan antar negara, orang-orang Eropa memang memiliki identitas dan warisan budaya yang sama.

Walaupun dalam sejarah Perang Salib akan dimasukkan ke dalam cita-cita ksatria, yang pada akhirnya memperlebar jurang antara mereka yang dulu dan mereka yang bukan anggota kelas ksatria.

Dampak lainnya dari Perang Salib adalah peningkatan xenofobia.

Intoleransi agama memanifestasikan dirinya dalam banyak cara, tetapi yang paling brutal adalah pogrom terhadap orang Yahudi (terutama di Prancis utara dan Rhineland pada 1096-1097 M).

Kekerasan brutal lainnya adalah serangan terhadap para penyembah berhala, skismatis, dan oran-orang yang sesat di seluruh Eropa.

Perdagangan antara Timur dan Barat sangat meningkat. Lebih banyak barang eksotis memasuki Eropa daripada sebelumnya, seperti rempah-rempah (terutama lada dan kayu manis), gula, kurma, kacang pistachio, semangka, dan lemon.

Kain katun, permadani Persia, dan pakaian timur juga datang. Negara bagian Venesia, Genoa, dan Pisa Italia menjadi kaya melalui kendali mereka atas rute perdagangan Timur Tengah dan Bizantium.

Perdagangan tersebut merupakan tambahan dari uang yang mereka peroleh dari pengangkutan tentara salib dan perbekalan mereka.

Ini memang terjadi, tetapi perang salib mungkin mempercepat proses perdagangan internasional melintasi Mediterania.

Lukisan abad ke-19 M karya Émil Signol berjudul (Palace of Versailles, France)

Gereja Katolik

Terdapat fakta keberhasilan dalam sejarah Perang Salib Pertama dan gambaran bahwa para paus mengarahkan urusan seluruh dunia Kristen. Bagi Gereja Katolik, hal ini telah membantu Kepausan mendapatkan supremasi atas para kaisar Hohenstaufen.

Gereja Katolik juga telah menciptakan jalan masuk cepat baru ke surga. Gereja Katolik memberikan janji bahwa tentara salib akan segera mendapatkan pengampunan dosa. Dinas militer dan penebusan dosa digabungkan sehingga perang salib menjadi tindakan pengabdian.

Setiap kampanye peperangan baru yang gagal telah berimbas pada prestise kepausan yang menurun. Meskipun, di Spanyol dan Eropa timur laut keberhasilan teritorial memang meningkatkan pamor Kepausan.

Dampak negatif lainnya bagi banyak orang adalah sanksi resmi Gereja atas kemungkinan untuk membeli indulgensi.

Yaitu jika seseorang tidak dapat atau tidak ingin mengikuti perang salib secara langsung, mereka harus memberikan bantuan materi kepada orang lain yang melakukannya dan mereka akan mendapatkan manfaat spiritual yang sama.

Gagasan ini diperluas oleh Gereja Katolik untuk menciptakan seluruh sistem indulgensi berbayar, sebuah situasi yang berkontribusi pada munculnya Reformasi pada abad ke-16 Masehi.

Kekaisaran Bizantium

Sementara itu, sejarah Perang salib telah menyebabkan putusnya hubungan barat dan Kekaisaran Bizantium. Pertama, ada kengerian Kekaisaran Bizantium pada kelompok prajurit yang sulit diatur yang menyebabkan malapetaka di wilayah mereka.

Setiap wilayah Kekaisaran Bizantium yang dilewati Tentara Salib selalu terjadi perampasan dan pemerkosaan. Tentara Salib mulai dianggap sebagai gangguan bagi Kekaisaran Bizantium.

Pecah pertempuran antara tentara salib dan pasukan Bizantium adalah hal biasa, dan ketidakpercayaan serta kecurigaan atas niat mereka tumbuh. Itu adalah hubungan yang merepotkan yang semakin memburuk, dengan tuduhan tidak ada pihak yang berusaha keras untuk membela kepentingan pihak lain.

Situasi memuncak saat terjadi penjarahan Konstantinopel yang mengejutkan pada 1204 M selama Perang Salib Keempat. Saat itu tidak hanya terjadi penjarahan harta, tapi juga perampasan peninggalan seni dan agama Kristen Ortodoks oleh kekuatan Eropa.

Kekaisaran menjadi sangat lemah sehingga hanya bisa memberikan sedikit perlawanan terhadap Turki Ottoman pada tahun 1453 M.