Perubahan Iklim dapat Menyebabkan Tsunami Raksasa di Lautan Selatan

By Ricky Jenihansen, Rabu, 21 Juni 2023 | 09:00 WIB
Perubahan iklim dapat memincu tsunami raksasa mematikan di masa depan. (Adobe Stock)

Lapisan tersebut dan yang lainnya terbentuk kira-kira 15 juta tahun yang lalu selama iklim optimal Miosen.

Saat lautan selatan menghangat karena perubahan iklim, maka sedimen yang ada di bawah dasar laut Antarktika dapat tergelincir. (Dorling Kindersley)

Selama zaman ini, perairan di sekitar Antarktika memiliki suhu sekitar 3 derajat celsius lebih hangat dari hari ini.

Suhu tersebut menyebabkan semburan ganggang yang, setelah mereka mati, memenuhi dasar laut di bawahnya dengan sedimen yang kaya dan licin—membuat wilayah tersebut rentan terhadap tanah longsor.

"Selama iklim dingin dan zaman es berikutnya, lapisan licin ini ditutupi oleh lapisan tebal kerikil kasar yang dibawa oleh gletser dan gunung es," kata Robert McKay kepada Live Science.

McKay adalah direktur Pusat Penelitian Antarktika di Victoria University of Wellington dan wakil kepala ilmuwan Program Penemuan Lautan Internasional Ekspedisi 374—yang mengekstraksi inti sedimen pada 2018.

Pemicu yang tepat untuk tanah longsor bawah laut masa lalu di kawasan itu tidak diketahui secara pasti, tetapi para peneliti telah menemukan penyebab yang paling mungkin: pencairan es gletser oleh iklim yang menghangat.

Berakhirnya periode glasial periodik Bumi menyebabkan lapisan es menyusut dan surut. Kondisi tersebut meringankan beban pada lempeng tektonik Bumi dan membuatnya memantul ke atas dalam proses yang dikenal sebagai rebound isostatik.

Setelah lapisan sedimen lemah menumpuk dalam jumlah yang cukup, hulu benua Antarktika memicu gempa bumi. Peristiwa itu yang menyebabkan kerikil kasar di atas lapisan licin meluncur dari tepi landas benua—menyebabkan tanah longsor yang memicu tsunami.

Skala dan ukuran gelombang laut purba tidak diketahui, tetapi para ilmuwan mencatat dua tanah longsor bawah laut yang relatif baru yang menghasilkan tsunami besar dan menyebabkan hilangnya banyak nyawa.

Tsunami Grand Banks tahun 1929 yang menghasilkan gelombang setinggi 13 meter dan menewaskan sekitar 28 orang di lepas pantai Newfoundland Kanada.

Kemudian tsunami Papua Nugini tahun 1998 yang melepaskan gelombang setinggi 15 m yang merenggut 2.200 nyawa.

Dengan banyaknya lapisan sedimen yang terkubur di bawah dasar laut Antarktika, dan gletser di atas daratan perlahan mencair, para peneliti mengeluarkan peringatan.

Jika mereka benar bahwa pencairan gletser menyebabkannya di masa lalu, tanah longsor, dan tsunami di masa depan, dapat terjadi terulang lagi.

"Lapisan yang sama masih ada di landas kontinen luar—jadi 'siap' untuk lebih banyak longsoran ini terjadi, tetapi pertanyaan besarnya adalah apakah pemicu peristiwa tersebut masih berperan." kata McKay.