Mitologi Jepang: Kisah Batu yang Menyimpan Roh Rubah Berekor Sembilan

By Sysilia Tanhati, Selasa, 20 Juni 2023 | 15:00 WIB
Sesshoseki adalah batu yang dipercaya menyimpan roh rubah berekor sembilan dalam mitologi Jepang. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Jepang, kitsune atau rubah sering digambarkan sebagai roh dengan kekuatan pengubah bentuk.

Kitsune adalah rubah yang memiliki kemampuan paranormal yang meningkat seiring bertambahnya usia dan kebijaksanaan. Dalam cerita rakyat Jepang, semua rubah memiliki kemampuan untuk berubah bentuk menjadi manusia.

Beberapa cerita rakyat mengisahkan tentang rubah berekor sembilan yang kerap menipu manusia. Namun cerita lain di mitologi Jepang menggambarkan mereka sebagai penjaga, teman, dan kekasih yang setia.

Pandangan masyarakat Jepang terhadap rubah berekor sembilan ini berubah-ubah dari waktu ke waktu. Misalnya di era Jepang kuno, rubah dan manusia hidup berdampingan. Konon, Kitsune merupakan pembawa pesan Inari, salah satu dewa Shinto. Peran ini telah memperkuat makna supranatural rubah.

Semakin banyak ekor yang dimiliki kitsune, semakin bijaksana, dan semakin kuat kitsune tersebut. Karena kekuatan dan pengaruh rubah ini, maka orang Jepang mulai memberikan persembahan padanya di masa itu.

Lain halnya dengan masa Edo. Di zaman itu, rubah dipandang sebagai hewan yang berkaitan dengan sihir dan tidak bisa dipercaya.

Kisah Tamamo no Mae dalam mitologi Jepang

Makhluk yang paling terkenal adalah Tamamo no Mae. Ia berwujud wanita cantik yang merayu kaisar. “Tamamo no Mae menjadi gundik Kaisar Jepang di pertengahan abad ke-12,” tulis Fred Cherrygarden di laman Atlas Obscura.

Dalam mitologi Jepang, legenda menyebutkan bahwa identitas asli Tamamo no Mae adalah rubah berekor sembilan. Ia dipercaya setidaknya berusia lebih dari 2.000 tahun pada saat itu.

Kisah yang paling terkenal adalah Tamamo no Mae. Rubah berekor sembilan menjelma menjadi wanita cantik, menipu kaisar, dan menyebabkan kematian banyak orang. (Yoshitoshi)

Tamamo no Mae telah merayu beberapa bangsawan dan raja sebelumnya. Tindakannya itu tentu saja mengakibatkan runtuhnya Dinasti Shang. Bahkan kematian 1.000 orang di kerajaan India kuno yang disebut Magadha pun dipercaya merupakan ulah sang rubah.

Setelah onmyoji mengungkapkan identitasnya, Tamamo no Mae dikejar dan diburu oleh pasukan besar. “Ia akhirnya dikalahkan di dataran Nasu oleh samurai heroik Kazusa no suke Hirotsune,” Fred menambahkan.

Tamamo no Mae berubah menjadi batu

Tapi cerita Tamamo no Mae, si rubah berekor sembilan di mitologi Jepang, tidak berakhir di situ. Dikatakan bahwa tubuh Tamamo no Mae berubah menjadi “batu pembunuh” atau Sesshoseki. Batu itu memiliki kekuatan yang merenggut nyawa semua orang yang mendekatinya, baik manusia maupun hewan.

Ditakuti oleh penduduk setempat, banyak biksu Buddha mengunjungi Sesshoseki untuk menenangkan kehadiran rubah yang penuh dendam. Namun semuanya tewas. Akhirnya pada tahun 1385, seorang pendeta bernama Genno memukul batu itu, menghancurkannya, menyebarkan potongannya ke seluruh Jepang.

Beberapa batu telah diberi nama Sesshoseki sejak saat itu, namun tentu saja yang dapat ditemukan di Nasu adalah yang asli. Sampai hari ini, orang-orang masih dilarang untuk mendekati batu itu. Apakah kisah rubah berekor sembilan dalam mitologi Jepang itu benar-benar nyata?

Kisah pendeta Genno yang memukul batu yang menyimpan roh rubah berekor sembilan

Suatu hari, seorang pendeta tinggi bernama Genno sedang melakukan perjalanan melalui Provinsi Shimotsuke. Saat itu, dia melihat pemandangan yang aneh. Burung-burung di udara jatuh dan mati setiap kali mereka melewati sebuah batu besar di dataran Nasuno. Di dasar batu ada tumpukan burung mati.

Genno bertanya-tanya apa yang menyebabkan fenomena seperti itu. Tidak lama kemudian, seorang wanita lokal muncul di dekat pendeta. Sang pendeta pun mengajukan pertanyaan tentang batu itu.

Wanita itu menjelaskan bahwa Sesshoeki dihantui oleh roh Tamamo no Mae. Dia menceritakan kisah siluman rubah dan kemudian menghilang. Genno menyadari bahwa wanita itu adalah hantu kitsune yang terkenal.

Genno kemudian melakukan upacara peringatan di atas batu dan tiba-tiba roh Tamamo no Mae muncul kembali. Sang rubah mengakui semua dosanya, kembali ribuan tahun ke India dan Tiongkok.

Setelah mendengar kata-kata murni Genno dan ajaran Buddha, Tamamo no Mae menyesali semua kejahatannya. Ia bersumpah tidak akan pernah melakukan kesalahan lagi, lalu menghilang. Rohnya, diusir dari batu, tidak pernah menyakiti siapa pun lagi.

Genno—yang namanya berarti palu—memukul batu dan pecah berkeping-keping. Potongan-potongan itu terbang ke seluruh Jepang. Pecahan-pecahan batu itu dipercaya masih ada hingga kini.

Dasar batu masih berdiri di Nasu, Tochigi. Potongan lainnya terbang ke Okayama, Niigata, Hiroshima, dan Oita dimana mereka diabadikan. Fragmen yang lebih kecil mendarat di Fukui, Gifu, Nagano, Gunma, dan bagian Shikoku saat ini. Di tempat-tempat itu, potongan batu tersebut diambil dan digunakan sebagai jimat magis untuk melakukan mantra atau kutukan.

Daerah Nasu Hot Spring terkenal dengan kondisi vulkaniknya, terus-menerus menghasilkan gas beracun, seperti hidrogen sulfida dan sulfur dioksida. Ini mungkin menjadi asal usul mitos Batu Pembunuh dalam mitologi Jepang.

Di dekatnya, ada sebuah kuil yang didedikasikan untuk rubah berekor sembilan. Ini merupakan bagian dari upaya penduduk setempat untuk menenangkan roh Tamamo no Mae yang cantik namun mematikan.

Pada 5 Maret 2022, Sesshoseki terbelah menjadi dua, tampaknya karena sebab alami. Beberapa percaya bahwa ini mungkin berarti roh Tamamo no Mae telah lolos dari penjaranya dan kembali menebarkan teror.