“Setelah 2016, ada dua kali kejuaraan berskala internasional terselenggara di Desa Wayu, yakni pada 2018 dan terakhir pada 2020 lalu. Belum termasuk kejuaraan-kejuaraan berskala nasional, regional, dan lokal,” tambahnya.
Bahkan, kata Asgar, tidak hanya para pencinta olahraga dan atlet-atlet paralayang yang tertarik oleh magnet Desa Wayu, tetapi juga para avonturir dari seluruh dunia. Tak sedikit dari mereka menjadikan Desa Wayu sebagai destinasi yang mesti dipijak setidaknya sekali dalam seumur hidup.
Dikembangkan sebagai lokasi wisata petualangan
Pengakuan dunia untuk Desa Wayu sebagai spot terbaik untuk olahraga paralayang tidak disia-siakan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi. Kini, Desa Wayu tengah ditata dan dikembangkan menjadi kawasan wisata petualangan.
Thermal, angin kencang, langit yang bersih dari awan, serta pemandangan empat dimensi diramu dengan keragaman budaya dan komoditas unggulannya, yakni kopi dan durian.
Fasilitas untuk wisatawan pun mulai dibangun di Desa Wayu, mulai dari gazebo tempat melihat pemandangan dari ketinggian, rumah makan, toilet, hingga sarana penginapan. Beberapa pekan terakhir, Pemkab Sigi pun memulai proyek perbaikan jalan agar akses ke Desa Wayu lebih baik.
Namun, Amir Mahmud, Ketua FASI Kabupaten Sigi, bercerita bahwa para pencinta paralayang baru menjajaki Desa Wayu pada 2007 hingga 2008. Itu pun penuh perjuangan.
Awalnya, masyarakat setempat tidak menyadari potensi desanya sebagai surga paralayang.
“Warga takut. Bagaimana dengan tanaman jagung kami? Tanaman kemiri kami? Kami mengerti karena daerah ini dijadikan lahan jagung dan kemiri yang merupakan sumber penghasilan warga. Akhirnya dilakukan dialog-dialog dengan masyarakat dan terjadilah tempat wisata Paralayang Desa Wayu ini,” kata Amir.
Andi Lasippi, Majelis Adat Kecamatan Marawola, mengatakan bahwa pihaknya memahami hal tersebut. Masyarakat sebenarnya mendukung pembukaan lahan di Desa Wayu ini sebagai area wisata paralayang, tetapi memang diperlukan dialog yang baik.
“Hal ini berkaitan dengan budaya adat kami. Saat ini, sudah ada saling pengertian dan kesepakatan. Kami selaku masyarakat adat di Desa Wayu berusaha sedapat mungkin menyambut tamu-tamu yang datang, tetapi para pendatang juga harus menghargai budaya dan adat yang dipercayai oleh masyarakat kami,” ujarnya.