Menyelami Sejarah Kelam Kekaisaran Jepang melalui Karya Yoshitoshi

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 24 Juni 2023 | 13:43 WIB
Salah satu karya Tsukioka Yoshitoshi yang menggambarkan pertempuran. (Public Domain/Wikimedia Commons)

“Cetakan ini menangkap momen setelah pemenggalan kepala,” jelas Eve. Yoshitoshi menggambarkan kengerian yang terjadi saat itu dengan nyaris sempurna.

Yoshitoshi bukanlah seniman Jepang pertama yang merepresentasikan kekerasan. Namun  Karya Yoshitoshi lebih berdarah daripada para pendahulunya. Karya seni Yoshitoshi adalah cermin atas apa yang telah terjadi pada masanya.

Pada bulan Mei 1868, shogun menyerahkan Edo kepada Kaisar Meiji. Namun atas nama kehormatan, para samurai menolak dan melakukan perlawanan. Dengan demikian dimulailah Perang Boshin tahun 1868-1869.

Para samurai bertempur hingga titik darah penghabisan melawan pasukan kekaisaran. Yoshitoshi juga ada di sana, menggambar para pejuang, dan juga mayat-mayat yang dibiarkan membusuk di bawah teriknya musim panas.

Karya Yoshitoshi bertajuk “Pemilihan 100 Pejuang”, yang dicetak selama tahun-tahun perang, menggambarkan aksi kekerasan para samurai terkenal. Karyanya menampilkan gambar-gambar mengerikan nan penuh darah. 

Karya Tsukioka Yoshitoshi, (Tsukioka Yoshitoshi)

Dan kemudian, pada tahun 1885, ia menghasilkan karya yang mungkin paling mengerikan. Dalam "Rumah Kesepian di Adachi Moor", seorang wanita yang sedang hamil tua tergantung terbalik di langit-langit, di bawahnya seorang wanita tua, Adachi Moor, menggenggam pisau.

Karya Tsukioka Yoshitoshi, (Tsukioka Yoshitoshi)

“Cetakan perempuan itu menandai awal dari tahun-tahun terakhir Yoshitoshi,” jelas Eve. Yoshitoshi menghabiskan tahun berikutnya di antara beberapa rumah sakit jiwa, “kemudian meninggal karena pendarahan otak pada usia 53 tahun.”