Ini Sebab Mengapa Patung Romawi Kuno Banyak yang Kehilangan Kepala

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 24 Juni 2023 | 15:32 WIB
Banyak patung-patung Romawi dan Yunani ditemukan tanpa kepala. Apa sebabnya? (Engin Akyurt/Unsplah)

Nationalgeographic.co.id - Sering kali, patung-patung yang berasal dari masa Yunani dan Romawi yang dipajang di museum di seluruh dunia kehilangan kepala. Ini membuat para pejabat museum harus berburu kepala atau mencocokkan kepala dengan batang tubung patung-patung. Namun apa yang membuat patung-patung dari masa Yunani dan Romawi kehilangan kepala?

Misteri patung-patung Yunani dan Romawi yang kehilangan kepala

Banyak patung yang kehilangan kepala karena patung semakin aus seiring dengan berjalannya waktu. Leher patung menjadi mudah patah saat patung jatuh.

Namun selain itu, ada alasan lain yang menjadi penyebab patung-patung tersebut kehilangan kepalanya. Penjarahan dan pergantian kepemimpinan, misalnya ketika Kaisar Romawi yang baru naik takhta, juga menjadi penyebabnya.

“Penyelundup melepaskan kepala dari tubuh untuk membuat bukan hanya satu, tapi dua, artefak yang bisa dijual,” tulis Graham Bowley di laman The New York Times.

Pemberontak dan penjajah di zaman kuno memenggal patung. Tujuannya adalah untuk merongrong otoritas penguasa yang telah mendirikan gambar diri mereka sendiri sebagai simbol kekuasaan.

“Setiap budaya di dunia kuno tampaknya melakukannya,” kata Rachel Kousser, profesor seni kuno di City University of New York. “Kepala adalah bagian tubuh yang penting, termasuk pada patung. Kerusakan pada kepala dipandang sebagai cara yang sangat efektif untuk merusak kekuatan, apakah itu penguasa, dewa, atau mantan penguasa,” tambahnya.

Dalam satu kasus, perunggu Kaisar Augustus dipenggal oleh perampok Kushite di Mesir. Perampok itu kemudian dengan berani menguburkan kepala yang terpenggal di bawah tangga kuil di ibu kota Kushite Meroë, di Sudan modern. Orang-orang pun secara tidak sengaja menginjak kepala itu sebelum ditemukan pada abad ke-20.

Apa tujuan dari “pemenggalan” kepala patung?

Terkadang, orang yang tidak memiliki kekuatan untuk mengubah rezim politik malah menyerang simbol-simbolnya. Sejarawan seni Martin Warnke menyebut ini “ikonoklasme dari bawah”, berteori bahwa serangan ini sering dianggap sebagai vandalisme belaka.

Ikonoklasme dari atas yang dilakukan oleh kekuatan politik seringkali berhasil menyamarkan sifat destruktifnya. Hal itu dilakukan melalui penciptaan karya baru yang bernilai estetis. Pemenang menulis ulang sejarah, mengganti monumen yang hancur dengan simbol kekuasaan baru.

Pematung Romawi dan Yunani juga membuat patung yang bisa dirakit

Dalam beberapa kasus, pencopotan kepala itu dilakukan untuk kemudahan belaka. Pembuat patung Romawi sering kali menciptakan patung dengan tubuh dan kepala yang bisa dipisah. Saat kekuatan atau popularitas kaisar berkurang, satu kepala dapat ditukar dengan yang lain. Itulah penyebabnya mengapa banyak patung-patung Kaisar Nero kehilangan kepalanya.

Dalam kasus ini, patung-patung dengan kepala yang dapat dilepas memiliki tubuh yang mengenakan jubah indah. Pematung mungkin menetapkan bahwa tangan, anggota badan, atau bagian tubuh lainnya juga dapat dilepas. Namun karena orang Romawi menganggap kepala sebagai faktor penting dalam identitas pembawa, sebagian besar patung memiliki kepala yang dapat dilepas.

Jadi jika penguasa baru yang naik takhta, pematung tinggal membuat kepala baru tanpa harus mengganti tubuh patung.

Selain itu, kita perlu memahami bagaimana patung marmer Yunani dan Romawi kuno dibuat. Saat patung marmer dibuat, sang seniman menciptakan batang tubuh dan kaki. Lalu akhirnya menempelkan lengan dan kepala ke bingkai yang ada.

Kepala dan anggota badan mereka biasanya dibuat terpisah dan diikatkan ke batang tubuh patung menggunakan pin dan pasak dari logam dan batu. Kadang-kadang, semen digunakan untuk menahan komponen yang lebih kecil di tempatnya.

Saat terjadi bencana atau vandalisme, bagian tubuh itu pun dapat dengan mudah dilepas atau dihancurkan.

Selain kepala, patung-patung kuno juga kehilangan hidungnya

Hidung yang rusak atau hilang adalah ciri umum pada patung kuno dari semua budaya kuno. Ini sama sekali bukan fitur yang terbatas pada patung dari budaya atau era tertentu. Bahkan hidung Sphinx Agung, yang berdiri di Dataran Tinggi Giza di Mesir di samping piramida besar, pun hilang.

Jika Anda pernah melihat salah satu patung ini, Anda mungkin bertanya-tanya: “Apa yang terjadi dengan hidungnya?” Sebagian orang tampaknya memiliki kesan yang salah bahwa hidung pada sebagian besar patung ini sengaja dihilangkan oleh seseorang.

Saat ini, yang paling menonjol dari Sphinx Agung Giza adalah ketiadaan hidung, seakan dirusak dengan sengaja. Siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya hidung Sphinx Agung Giza ini? (Francisco Gomes)

Memang benar bahwa beberapa patung kuno memang sengaja dirusak oleh orang-orang pada waktu yang berbeda dengan alasan yang berbeda. Misalnya, ada kepala marmer Yunani abad pertama Masehi dari dewi Aphrodite yang ditemukan di Agora Athena.

Anda dapat mengatakan bahwa kepala marmer khusus ini pada suatu saat sengaja dirusak oleh orang Kristen. Mengapa? Hal itu terjadi karena ada simbol salib terpahat pada dahi sang dewi.

Untuk sebagian besar patung kuno yang kehilangan hidung, alasan hilangnya hidung sama sekali tidak ada hubungannya dengan manusia. Sebaliknya, alasan hilangnya hidung hanya karena keausan alami yang dialami patung itu dari waktu ke waktu.

Faktanya adalah, patung kuno berusia ribuan tahun dan semuanya telah mengalami keausan alami dari waktu ke waktu. Patung-patung yang kita lihat di museum saat ini dirusak oleh waktu. Bagian pahatan yang menonjol, seperti hidung, lengan, kepala, dan pelengkap lainnya hampir selalu menjadi bagian pertama yang lepas.

Bagian lain yang terpasang dengan lebih aman, seperti kaki dan torso, umumnya cenderung tetap utuh.

Kini, beberapa museum di dunia juga berusaha untuk memasangkan kepala-kepala dengan tubuh patung. Apakah mereka berhasil?