Nationalgeographic.co.id–Samurai Kekaisaran Jepang adalah salah satu kelompok prajurit terhebat yang dikenal dalam sejarah Jepang, bahkan sejarah dunia. Kode etik mereka diromantisasi dan dipopulerkan pada akhir abad ke-19 dalam Bushido: The Soul of Japan, sebuah buku yang ditulis oleh Inazo Nitobe.
Dalam buku tersebut, Nitobe menyoroti delapan nilai utama Bushidō yang berarti jalan prajurit.
Kedelapan nilai Bushido itu adalah keadilan, keberanian, belas kasihan, kesopanan, kejujuran dan ketulusan, kehormatan, kesetiaan, dan pengendalian diri.
Inti dari Bushidō dimanifestasikan dalam salah satu kisah paling terkenal tentang samurai Kekaisaran Jepang. Kisah itu bertajuk The 47 Ronin.
The 47 Ronin adalah kisah tentang peristiwa Genroku Akō, sebuah peristiwa sejarah yang terjadi di Jepang pada awal abad ke-18.
Cerita dimulai pada tahun 1701, ketika Kaisar Higashiyama mengirim utusan kekaisaran dari tempat duduknya di Kyoto ke istana Shogun Tokugawa Tsunayoshi di Edo.
Selama kunjungan utusan, dua daimyo muda (penguasa feodal Jepang), Asano Naganori dari Ako dan Kamei Sama dari Tsumano, sedang melakukan Sankin-kōtai (kehadiran bergantian) di istana Shogun.
Maka, kedua daimyo tersebut diberi tugas untuk menjaga para utusan selama mereka tinggal di Edo.
Pejabat yang ditugaskan untuk melatih Asano dan Kamei dalam etiket pengadilan adalah master protokol, Kira Yoshinaka.
Kira digambarkan sebagai pejabat yang tamak dan korup, dan mengharapkan suap uang dari dua daimyo.
Namun, Asano dan Kamei menolak untuk menawarkan suap kepada Kira, dan akibatnya mereka diperlakukan dengan penghinaan oleh sang master protokol.
Pada satu titik, Kamei tidak tahan lagi dengan penghinaan Kira, dan berusaha membunuhnya. Namun, aksi itu dapat dihindari ketika para pengikut Kamei diam-diam menyuap Kira dengan sejumlah besar uang.