Budak Rumah Tangga hingga Baboe dalam Sejarah Kolonial Hindia Belanda

By Galih Pranata, Rabu, 28 Juni 2023 | 15:00 WIB
Potret baboe yang mengasuk dua anak sinyo dan nonik Eropa. Dalam sejarah kolonial, sebelum dikenalnya istilah baboe, VOC memberlakukan perbudakan untuk melayani urusan rumah tangga orang-orang Belanda. (KITLV)

Terlebih, budak wanita yang dipaksa jadi pelayan rumah tangga, mengalami isolasi hebat dalam hidupnya. Mereka jauh dari ingar bingar dunia luar. Mereka terkungkung di dalam rumah Belanda, hingga tak pelak banyak yang kemudian nekat untuk melarikan diri. 

Barulah setelah ditetapkan undang-undang penghapusan perbudakan, para pelayan rumah tangga yang notabene merupakan perempuan pribumi, tetap diminta bekerja. Hanya saja, mereka diupah walau tak seberapa.

Istilah selanjutnya mereka yang bekerja untuk rumah tangga dikenal dengan istilah "baboe." Istilah baboe atau Kindermeid, adalah wanita-wanita pribumi yang meniti hidupnya sebagai pelayan bagi keluarga elit Eropa di zaman Hindia Belanda

Baboe hidup membersamai tumbuh kembangnya anak-anak Eropa. Kehidupan rumah tangga Eropa yang penuh dengan paradoks, memberi perannya di tengah keluarga Eropa di Hindia Belanda.

Pekerjaan baboe sangat padat, mulai dari mempersiapkan waktu bagi sinyo dan noni bangun pagi, memandikan mereka, kemudian mempersiapkan mereka untuk berangkat ke sekolah hingga mereka pulang kembali ke rumah.

Baboe Engko dengan anak-anaknya: Bertha Kerkhoven dan Karel Kerkhoven, sekitar tahun 1900. Perusahaan teh Gamboeng, terletak di lereng barat Goenoeng Tilu, Preanger, Jawa Barat. (Collectie Indisch Thee/Familie-Archief van der Hucht)

Baboe tumbuh lebih dekat dengan sinyo atau noni-nya. Di malam hari, baboe biasanya mendongeng agar sinyo dan noni bisa tidur. Selain itu, baboe juga sering menyanyikan lagu dengan melodi yang sedih.

Walau terlihat dekat, baboe memiliki kendala tersendiri dalam perannya. Keterbatasan kapasitas dalam berbahasa Belanda menyebabkan mereka lebih banyak menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi dengan tuannya.

Anak-anak keluarga Eropa seringkali menganggap pengasuhnya sebagai ibu kedua, karena pemberian kasih sayang yang lebih dibandingkan ibu kandung, serta frekuensi intensitas dalam interaksi dengan anak-anak lebih banyak terjadi.

Sinyo dan noni juga tidak selalu bersikap baik. Mereka sering berbuat nakal dan meresahkan orang tua mereka, layaknya anak-anak pada umumnya. Ketika terkena marah, baboe jadi tempat berlindung sinyo dan noni.

Baboe seringkali harus menghadapi tingkah sinyo yang nakal dan tidak kena aturan. Walaupun banyak diperlakukan kasar oleh anak-anak keluarga elit Eropa, baboe tetap sabar dalam mengasuh anak-anak majikannya.

Menariknya lagi, di sisi lain baboe terkadang menyayangi anak majikan mereka (sinyo dan noni) melebihi anak mereka sendiri. 

Dari era perbudakan di zaman VOC hingga dihapuskannya perbudakan dan mulai dikenal istilah baboe di zaman Hindia Belanda, wanita-wanita pribumi digambarkan sebagai wanita yang tangguh dalam kurun sejarah kolonial.