Sejarah Perang Salib Ketiga, Ketika Saladin Merebut Kembali Yerusalem

By Ricky Jenihansen, Jumat, 30 Juni 2023 | 15:00 WIB
Lukisan Sejrah Perang Salib yang menggambarkan penyerahan penguasa Latin Guy de Lusignan kepada Saladin setelah pertempuran Hattin pada tahun 1187 M. (Said Tahsine)

Nationalgeographic.co.id—Kegagalan pasukan salib dalam sejarah Perang Salib kedua telah menjadi pukulan telak bagi negara-negara Kristen Eropa. Dan sekali lagi, Perang Salib telah merusak hubungan timur-barat, Kekaisaran Bizantium dan negara-negara Kristen Eropa.

Tidak hanya itu, jenderal Shirkuh dari Dinasti Zenkiyah, di bawah kepemimpinan Nur ad-Din menaklukan Mesir pada tahun tahun 1168, aliansi Damaskus dan Aleppo semakin kuat. Keberhasilan peradaban Islam ini dianggap menjadi ancaman yang lebih besar terhadap negara-negara Kristen Eropa.

Setelah kematian Nur Ad-Din, salah satu panglima militernya bernama Salahuddin al-Ayyubi mengambil kesempatan untuk mengonsolidasikan kekuatannya sendiri. Salahuddin al-Ayyubi yang lebih dikenal dengan Saladin kemudian mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir.

Saladin (memerintah 1169-1193 M) dengan cepat menyatukan Peradaban Islam untuk melawan invasi Kristen Eropa. Dan, pada 4 Juli 1187 dalam Pertempuran Hittin, Saladin yang memimpin Pasukan Muslim berhasil merebut kembali Yerusalem dari Pasukan Salib.

Yerusalem akhirnya kembali ke dalam Peradaban Islam yang dikonsolidasi oleh Saladin. Inilah yang kemudian memicu diserukannya kembali Sejarah Perang Salib Ketiga (1189-1192).

Dalam sejarah Perang Salib Ketiga, pasukan salib dipimpin oleh tiga raja Eropa. oleh karena itu, sejarah Perang Salib ketiga juga dikenal dengan nama lainnya yaitu 'Perang Salib Raja'.

Ketiga pemimpin tersebut adalah: Frederick I Barbarossa, Raja Jerman dan Kaisar Romawi Suci (memerintah 1152-1190 M), Philip II dari Prancis (memerintah 1180-1223 M) dan Richard I 'si Hati Singa' dari Inggris (memerintah 1189 -1199 M).

Terlepas dari silsilah ini, kampanye itu gagal, Kota Suci bahkan tidak pernah diserang. Sepanjang jalan, ada beberapa kemenangan, terutama direbutnya Acre dan pertempuran Arsuf.

Tapi, sejarah Perang Salib tidak seperti yang dikampanyekan. Pasukan Salib runtuh dengan sendirinya.

Pada saat mereka mencapai tujuan mereka, para pemimpin Barat mendapati diri mereka tidak memiliki cukup orang atau sumber daya untuk melawan pasukan Saladin yang masih utuh.

Para raja akhirnya memilih jalan negosiasi dan meminta kompromi kepada Saladin. Negara-negara Kristen Eropa hanya meminta akses peziarah dan dizinkan masuk ke Yerusalem diizinkan. Kemudian umat Kristen dapat berziarah dengan perlindungan di Timur Tengah.

Peradaban Islam tidak keberatan dengan negosiasi dari negara-negara Kristen Eropa tersebut. Namun upaya lain untuk merebut Kota Suci Yerusalem masih terus dilakukan, dan akan menjadi tujuan awal Perang Salib Keempat pada tahun 1202-1204 M.

Peta Timur Tengah yang menunjukkan negara-negara Timur Latin yang dikuasai Pasukan Salib pada saat Perang Salib Ketiga (1189-1192 M). (Mapmaster)

Kejatuhan Yerusalem

Perang Salib Kedua (1147-1149 M) secara efektif telah berakhir dengan kegagalan total merebut Damaskus di Suriah pada tahun 1148 M.

Berbagai negara dari Peradaban Islam di Timur Tengah kemudian menyadari, bahwa para ksatria barat yang pernah ditakuti dapat dikalahkan dan keberadaan genting dari wilayah yang dikuasai Pasukan Salib, Timur Latin, kemudian menjadi perhatian Peradaban Islam.

Yang dibutuhkan sekarang hanyalah penyatuan pasukan Muslim dan ini disediakan oleh salah satu penguasa abad pertengahan terbesar, yaitu Saladin, Sultan Mesir dari Dinasty Ayyubiyah dan Suriah (memerintah 1174-1193 M).

Saladin, pendiri Dinasti Ayyubiyah di Mesir, menguasai Damaskus pada 1174 M dan Aleppo pada 1183 M. Saladin kemudian mengejutkan dunia dengan mengalahkan pasukan Kerajaan Yerusalem dan sekutu Latinnya di Pertempuran Hattin pada tahun 1187 M.

Dengan demikian, Saladin mampu menguasai kota-kota seperti Acre, Tiberias, Caesarea, Nazareth, Jaffa dan bahkan, tempat paling suci itu sendiri, Yerusalem.

Tidak seperti Sejarah Perang Salib Pertama yang penuh dengan pembantaian saat orang Kristen Eropa menaklukkan Yerusalem, puluhan ribu orang Yahudi dan Muslim dibantai. Saladin malah sangat toleran, lunak dan menerima kompromi.

Setelah Saladin merebut kembali Yerusalem hampir seabad sebelumnya, Saladin hanya menerima uang tebusan dari orang-orang Kristen Latin yang mampu membeli kebebasan mereka dan memperkerjakan sisanya.

Sementara itu, orang Kristen Timur atau Kristen Ortodoks diizinkan untuk tetap tinggal di Yerusalem sebagai kelompok minoritas yang dilindungi.

Dengan demikian Timur Latin semuanya telah runtuh, hanya Tirus yang tersisa di tangan Kristen Eropa, di bawah komando Conrad dari Montferrat, tetapi itu akan terbukti menjadi pijakan yang berguna untuk perlawanan yang akan datang.

Paus Gregorius VIII hanya memerintah selama beberapa bulan pada tahun 1187 M tetapi, pada bulan Oktober tahun itu, dia membuat dampak yang bertahan lama dalam sejarah Perang Salib.

Ia mengharapkan perang salib lagi untuk memenangkan kembali Yerusalem dan peninggalan suci yang hilang seperti Salib Sejati, tapi semuanya tidak berlanjut.

Padahal, tidak kurang dari janji pengulangan prestasi luar biasa dari Perang Salib Pertama. Tidak kurang juga bangsawan yang terlibat.

Tiga raja paling berkuasa di Eropa ketika itu menerima seruan Paus untuk memulai Perang Salib Ketiga atau Perang Salib Raja, yaitu Kaisar Romawi Suci, Frederick I Barbarossa, raja Jerman, Philip II dari Prancis dan Richard I dari Inggris.

Tapi, secara keseluruhan, Sejarah Perang Salib ketiga tidak lebih baik dari Perang Salib Kedua dan bahkan gagal sebelum terjadi perang terbuka.