Kejatuhan Yerusalem
Perang Salib Kedua (1147-1149 M) secara efektif telah berakhir dengan kegagalan total merebut Damaskus di Suriah pada tahun 1148 M.
Berbagai negara dari Peradaban Islam di Timur Tengah kemudian menyadari, bahwa para ksatria barat yang pernah ditakuti dapat dikalahkan dan keberadaan genting dari wilayah yang dikuasai Pasukan Salib, Timur Latin, kemudian menjadi perhatian Peradaban Islam.
Yang dibutuhkan sekarang hanyalah penyatuan pasukan Muslim dan ini disediakan oleh salah satu penguasa abad pertengahan terbesar, yaitu Saladin, Sultan Mesir dari Dinasty Ayyubiyah dan Suriah (memerintah 1174-1193 M).
Saladin, pendiri Dinasti Ayyubiyah di Mesir, menguasai Damaskus pada 1174 M dan Aleppo pada 1183 M. Saladin kemudian mengejutkan dunia dengan mengalahkan pasukan Kerajaan Yerusalem dan sekutu Latinnya di Pertempuran Hattin pada tahun 1187 M.
Dengan demikian, Saladin mampu menguasai kota-kota seperti Acre, Tiberias, Caesarea, Nazareth, Jaffa dan bahkan, tempat paling suci itu sendiri, Yerusalem.
Tidak seperti Sejarah Perang Salib Pertama yang penuh dengan pembantaian saat orang Kristen Eropa menaklukkan Yerusalem, puluhan ribu orang Yahudi dan Muslim dibantai. Saladin malah sangat toleran, lunak dan menerima kompromi.
Setelah Saladin merebut kembali Yerusalem hampir seabad sebelumnya, Saladin hanya menerima uang tebusan dari orang-orang Kristen Latin yang mampu membeli kebebasan mereka dan memperkerjakan sisanya.
Sementara itu, orang Kristen Timur atau Kristen Ortodoks diizinkan untuk tetap tinggal di Yerusalem sebagai kelompok minoritas yang dilindungi.
Dengan demikian Timur Latin semuanya telah runtuh, hanya Tirus yang tersisa di tangan Kristen Eropa, di bawah komando Conrad dari Montferrat, tetapi itu akan terbukti menjadi pijakan yang berguna untuk perlawanan yang akan datang.
Paus Gregorius VIII hanya memerintah selama beberapa bulan pada tahun 1187 M tetapi, pada bulan Oktober tahun itu, dia membuat dampak yang bertahan lama dalam sejarah Perang Salib.
Ia mengharapkan perang salib lagi untuk memenangkan kembali Yerusalem dan peninggalan suci yang hilang seperti Salib Sejati, tapi semuanya tidak berlanjut.
Padahal, tidak kurang dari janji pengulangan prestasi luar biasa dari Perang Salib Pertama. Tidak kurang juga bangsawan yang terlibat.
Tiga raja paling berkuasa di Eropa ketika itu menerima seruan Paus untuk memulai Perang Salib Ketiga atau Perang Salib Raja, yaitu Kaisar Romawi Suci, Frederick I Barbarossa, raja Jerman, Philip II dari Prancis dan Richard I dari Inggris.
Tapi, secara keseluruhan, Sejarah Perang Salib ketiga tidak lebih baik dari Perang Salib Kedua dan bahkan gagal sebelum terjadi perang terbuka.