Anak buah Saigo menembakkan peluru yang dilelehkan dari patung Buddha emas dengan sisa senapan mereka yang terbatas.
Mereka melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan celah di pasukan kekaisaran. Namun pasukan kekaisaran bak tidak tersentuh, hanya sedikit yang berjatuhan.
Setelah struktur parit Yamagata selesai, dia mengirim surat ke Saigo memintanya untuk menyerah. Namun, Saigo, bersama dengan samurai lainnya, lebih memilih bushido alih-alih menyerah hidup-hidup.
Yamagata, bertekad untuk mengakhiri pemberontakan, menanggapi dengan menggerakkan anak buahnya dari segala arah pada tanggal 25 September. Ia mengeluarkan perintah untuk menembak tanpa pandang bulu ke setiap samurai.
Di bawah pengeboman berat, Saigo memerintahkan penyerangan ke garis kekaisaran. Meskipun kehilangan banyak anak buahnya dalam baku tembak dan kalah jumlah 60 banding 1, Saigo akhirnya mencapai garis.
Samurai mulai membongkar wajib militer dengan pedang terkenal dan keterampilan tempur jarak dekat.
Garis Angkatan Darat mulai goyah sampai Saigo sendiri terluka di arteri femoralis oleh peluru. Sang pemimpin dibawa keluar lapangan karena lukanya.
Ia melakukan ritual seppuku (bunuh diri demi kehormatan). Sumber lain mengungkapkan bahwa Saigo menyuruh salah satu rekan tepercaya melakukan seppuku untuknya. Catatan sejarah tidak jelas bagaimana tepatnya pemimpin samurai itu menemui ajalnya.
Terlepas dari keberhasilan awal mereka, para samurai akhirnya kewalahan oleh banyaknya tentara yang menyerang mereka. Sebelum pagi berakhir, mereka sudah mati sampai orang terakhir.
Akhir dari pertempuran
Perjuangan Yamagata membuktikan diri mereka layak melayani kaisar. Dengan demikian, mereka secara efektif mengakhiri sistem kelas feodal yang penting bagi para samurai.