Sejarah Rabies: Tercatat sejak Mesopotamia Kuno, Masuk Indonesia 1884

By Utomo Priyambodo, Minggu, 2 Juli 2023 | 07:00 WIB
Pasien penyakit rabies hampir dipastikan akan meninggal. Sejarah rabies terbentang panjang setidaknya sejak era Mesopotamia kuno hingga sekarang.
Pasien penyakit rabies hampir dipastikan akan meninggal. Sejarah rabies terbentang panjang setidaknya sejak era Mesopotamia kuno hingga sekarang. (CDC/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id – Sejarah rabies adalah sejarah penyakit yang cukup panjang. Penyakit ini telah tercatat setidaknya sejak era Mesopotamia kuno dan masih ada hingga saat ini.

Bahkan, kini rabies menjadi salah satu penyakit yang sedang ramai jadi perbincangan publik di Indonesia. Video pilu yang memperlihatkan seorang anak kecil takut air karena terinfeksi rabies sempat viral di media sosial.

Narasi video itu menyebutkan bahwa anak tersebut tertular rabies setelah tangannya digigit oleh anjing liar. Nyatanya, penyakit rabies di Indonesia terutama memang tersebar di Bali dan Nusa Tenggara Timur, darah yang terdapat banyak anjing berkeliaran di jalan-jalan.

Sebenarnya seperti apa sejarah rabies? Dari mana dan kapan masuk ke Indonesia? Lalu bagaimana penyakit rabies bermula dan bagaimana kemudian vaksin penyakit ini diciptakan?

Sejatinya, rabies merupakan penyakit kuno yang telah lama tercatat dalam sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis sekitar 4.000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis sekitar tahun 2300 Sebelum Masehi.

Dikutip dari laman VaccinesWork, rabies yang telah dipahami oleh beragam budaya sebagai perampasan sisi kemanusiaan manusia--korban gigitan hewan penular rabies. Kondisi manusia yang terjangkit rabies ini akan menyimpang ke keadaan binatang.

Sejarah rabies relatif kental di dalam teks-teks kuno yang masih hidup. Beberapa referensi paling awal berusia lebih dari 4.000 tahun.

Tablet tanah liat mantra Akkadia dari negara kota kuno Ur, pernah ditemukan di zaman modern di Nuffar, Irak, dan berasal dari sekitar tahun 2100-2000 Sebelum Masehi.

Teks itu menyebutkan perbincangan menarik antara Marduk, Dewa Penyembuhan dan ayahnya Enki. Ada nada keputusasaan dalam menghadapi penyakit yang masih belum dapat disembuhkan ini.

“Oh! ayahku! Mengenai seorang pria yang […] diserang oleh anjing gila, dan yang menyebarkan racunnya […], saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk pria itu,” seru Marduk.

Sangat mengejutkan bahwa “mantra gigitan anjing” Akkadia itu–yang dinyanyikan selama ritual kuasi-medis yang biasanya dilakukan hanya untuk penyakit yang paling serius–secara teratur menyebut air liur anjing (yang kita kenal sekarang sebagai sarana penularan virus rabies) sebagai “bisa racun” yang sebanding dengan ular atau kalajengking.

Satu mantra lagi dari sekitar tahun 1900-1600 SM mengisyaratkan proses penyakit rabies sebagai semacam hibridisasi atau perkawinan silang antarspesies. Mantra itu berbunyi: "air mani anjing rabies terbawa di mulutnya”. "Di mana anjing menggigit, ia telah meninggalkan anaknya."

Hukum Sumeria Eshnunna, dari sekitar tahun 1930 SM, mengidentifikasi gigitan anjing dengan jelas–dan bersalah–sebagai penyebab langsung penyakit manusia yang mematikan ini.

Seorang pria yang tidak menjaga anjingnya yang gila mengizinkannya "menggigit seseorang dan menyebabkan kematiannya". Undang-undang kemudian menetapkan pria pemelihara anjing rabies itu harus didenda dalam syikal perak (tarif diskon diterapkan ketika korban adalah seorang budak).

Virus rabies telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Orang Belanda tercatat berperan dalam sejarah rabies di Indonesia.

Sejarah rabies relatif kental di dalam teks-teks kuno yang masih hidup. Beberapa referensi paling awal berusia lebih dari 4.000 tahun. (iStock)

Dilansir laman Dinas Kesehatan Provinsi Bali, penyakit rabies masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1884, ditemukan oleh Schrool (orang Belanda) pada kuda, kemudian tahun 1889 Esser WJ dan Penning menemukan penyakit rabies pada anjing.

Pada tahun 1894, pertama kalinya virus rabies diketahui menyerang manusia di Indonesia (dulu Hindia Belanda). Virus rabies pada manusia di Indonesia ditemukan oleh orang Belanda juga yang bernama EV De Haan.

Meski virus rabies tersebut masih tersebar di banyak negara, vaksin rabies sebenarnya telah tercipta sejak lama. Louis Pasteur adalah orang yang mengubah permainan dalam sejarah rabies ini..

Louis Pasteur adalah orang pertama yang mengembangkan vaksin rabies untuk manusia. Vaksin ini hampir secara universal efektif bila digunakan dengan benar sebagai bagian dari protokol profilaksis pascapajanan, dengan dosis pertama yang diberikan idealnya pada hari pajanan.

Selanjutnya, vaksin rabies untuk anjing telah diciptakan untuk memusnahkan virus rabies sebagai ancaman kesehatan masyarakat. Vaksin ini telah digunakan secara meluas dan menyeluruh di sebagian besar negara kaya, dan membuat langkah besar di beberapa negara paling rentan terhadap rabies di dunia.

Kondisi di negara kaya dan negara miskin atau negara berkembang tentu saja berbeda. Di negara-negara miskin atau berkembang, tidak semua anjing telah diberikan vaksin rabies.

Yang lebih pilu, tidak semua orang yang terkena gigitan anjing langsung diberikan vaksin rabies. Padahal, bila korban gigitan anjing itu terlambat diberi vaksin rabies dan gejala pertama penyakit rabies telah telanjur muncul padanya, hampir bisa dipastikan orang itu akan meninggal akibat penyakit tersebut karena belum ada pengobatannya.

Sejarah rabies mencatat penyakit ini sebenarnya telah bisa dicegah dengan vaksin rabies selama lebih dari satu abad. Namun, kenyataannya, penyakit rabies terus membunuh ribuan orang setiap tahunnya, dan 95% dari korbannya hidup di Asia dan Afrika, benua dengan banyak anjing dan masyarakat miskin.