Perempuan, Anak, dan Masyarakat Adat Berperan dalam Pembangunan Lestari di Kabupaten Sigi

By Sheila Respati, Jumat, 30 Juni 2023 | 16:11 WIB
Nara sumber berfoto Bersama para peserta usai Community Talks Festival Lestari ke-5 di Kabupaten Sigi, Minggu (25/6/2023). (DOK. National Geographic Indonesia/Basri Marzuki)

Nationalgeographic.co.id – Gotong royong untuk mewujudkan kelestarian lingkungan di Cagar Biosfer Lore Lindu, pembangunan berbasis kelestarian alam, investasi dan inovasi hijau, serta ekonomi hijau merupakan topik yang diangkat dalam Festival Lestari 5.

Namun, dalam festival yang diselenggarakan di Kabupaten Sigi, 22-25 Juni 2023 tersebut ternyata juga menjadi forum diskusi mengenai pemberdayaan dan perlindungan perempuan serta anak. Lebih dari itu, peran masyarakat adat juga dijadikan topik pembahasan.

Pada Minggu (25/6/2023), Community Talks bertema pemberdayaan perempuan, anak, dan masyarakat adat digelar. Community Talks menghadirkan sejumlah pembicara, seperti Andi Ulfa dari Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Sigi, Fiani dari Yayasan Sikola Mombine, dan Tasya yang mewakili anak-anak dari Forum Anak Desa Uwemanje.

Festival Lestari 5 menginisiasi perbincangan soal perempuan, anak, serta masyarakat adat karena konsep pembangunan lestari terkait dengan peran perempuan dan masyarakat adat.

Sikola Mombine, misalnya. Fian yang mewakili lembaga tersebut mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pendampingan dan pemberdayaan ekonomi perempuan di empat kecamatan yang mencakup 16 desa di Kabupaten Sigi. Ia melihat, peran perempuan penting dalam pelestarian lingkungan.

“Perempuan-perempuan di wilayah dampingan kami memiliki peran strategis. Perempuan menjadi pengambil keputusan dalam hal sumber ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bayangkan jika perempuan tidak memiliki wawasan terhadap kelestarian lingkungan. Bukan tidak mungkin sumber ekonomi itu malah menjadi bencana bagi lingkungan,”  ujar Fiani dalam Community Talks yang terselenggara di Taman Taiganja tersebut.

Karena itu, lanjutnya, penguatan kapasitas perempuan mutlak diperlukan. Begitu pula terhadap anak.

“Saat ini kami juga melakukan penguatan kapasitas kepada lebih dari 3.000 anak di 16 desa yang ada di Kecamatan Marawola, Marawola Barat, Kinovari, dan Biromaru,” sebutnya.

Selain pembinaan, anak-anak yang berada di rentang usia 8-12 tahun itu menyerap edukasi tentang lingkungan dan juga pencegahan pernikahan dini, serta upaya-upaya kekerasan yang mengancam mereka.

Baca Juga: Solusi Limbah Tekstil: Pakaian Adat Kulawi Mataue dari Kulit Beringin

Fiani menyebut tentang Forum Perlindungan Anak Terpadu yang secara rutin melakukan pertemuan untuk memperbarui pengetahuan anak-anak, baik dalam kaitan dengan lingkungan atau konservasi, juga terutama tentang bagaimana menyiapkan diri mereka untuk menjadi generasi lestari.

“Masalah yang kami temui di lapangan lebih banyak pada kendala geografis saja, karena desa-desa dampingan kami secara geografis berada di lokasi yang cukup ekstrem untuk dijangkau, yakni di perbukitan,” aku Fiani.

Kendala lainnya adalah koordinasi antar lembaga pendamping. Fiani menjelaskan,  pendampingan tidak hanya dilakukan oleh Yayasan Sikola Mombine, tetapi juga organisasi nonpemerintah (NGO) lain.

“Kami berharap terjadi koordinasi yang baik antar lembaga sehingga pendampingan yang dilakukan dapat sejalan,” harap Fiani.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Sigi, Andi Ulfa mengatakan, kondisi geografis Kabupaten Sigi yang 74 persen wilayahnya berupa kawasan konservasi atau hutan lindung, sangat membatasi pihaknya untuk dapat menjangkau semua masyarakat.

Oleh karena itu, ia bersyukur dengan adanya kehadiran NGO pendamping. Kehadiran mereka dirasa sangat membantu kerja dinasnya.

“Terutama kasus-kasus kekerasan pada anak. Sejauh ini tidak banyak laporan, tetapi bukan berarti tidak ada. Tidak ada kasus karena kemungkinan tidak dilaporkan,” sebut Andi Ulfa.

Andi Ulfa juga menyinggung status Kabupaten Layak Anak (KLA) dengan predikat Pratama yang sudah disandang Kabupaten Sigi.

“Predikat itu bukan fokus utamanya, tapi yang terpenting adalah bagaimana anak-anak kita dapat terlindungi, bisa bermain, dan menjadi generasi lestari,” jelasnya.

Menurutnya, sosialiasi tentang perlindungan perempuan dan anak harus terus dilaksanakan.

Baca Juga: UMKM Naik Level Lewat Business and Partnership Matching di Festival Lestari

Tasya yang mewakili anak-anak dari Forum Anak Desa Uwemanje, Kabupaten Sigi pun menyatakan harapannya untuk menjadi bagian dari generasi lestari untuk menjamin keberlangsungan mereka di masa datang.

“Kami adalah generasi yang akan melanjutkan pembangunan ke depan. Kalau dari sekarang kami tidak dibekali dengan Pendidikan atau wawasan tenang lingkungan yang lesgtari, bagaimana bisa kami disebut sebagai generasi lestari,” paparnya

Tasya berharap, terjadi pemerataan informasi yang juga menjangkau desa-desa di pelosok dimana ia berdiam. Tak itu saja, Tasya juga berharap ada pemerataan sarana atau infrastruktur sehingga tidak ada wilayah yang terisolasi.

(Kontributor foto dan teks: Basri Marzuki)