Nationalgeographic.co.id—Sejarah kapal Titanic tidak henti-hentinya menjadi sorotan cerita. Tenggelam pada bulan April 1912 di Atlantik Utara, kapal itu masih menarik perhatian masyarakat dunia. Bangkainya yang masih awet di bawah laut itu, bak tubuh yang masih diselimuti arwah, mengundang siapapun yang datang untuk menjumpainya.
Nahasnya, perjumpaan kapal Titanic tersebut dengan wisatawan mengakibatkan insiden. Baru-baru ini, kendaraan bawah air swasta milik OceanGate dinyatakan tenggelam. Kendaraan dengan nama yang hampir sama dengan kapal karam itu, Titan, lepas kendali setelah satu jam 45 menit penyelaman pada Minggu, 3 Juni 2023.
Insiden itu menguatkan kembali narasi lama tentang sejarah kapal Titanic sebagai kapal 'terkutuk'. Ada banyak narasi mistis, mitologis, dan tidak bersandarkan pada ilmiah tentang bagaimana kapal itu bisa karam.
Para ilmuwan lebih berpendapat, karamnya kapal Titanic disebabkan oleh serangkaian peristiwa yang dihadapi dan kesalahan manusia (human error). Tentu tidak ada hubungannya dengan kekuatan supranatural. Buktinya, kapal itu menunjukkan adanya cacat desain, rencana mitigasi yang tepat, dan mengabaikan keputusan akan peringatan adanya gunung es.
Kutukan tentang sejarah kapal Titanic bermula setelah karam. Muncul narasi yang sangat populer tentang keangkuhan umat manusia.
Dalam promosinya di awal abad ke-20, disebutkan Titanic adalah bukti kemajuan teknologi manusia yang paling pesat. Pandangan tersebut tidak salah, sebab Titanic menggunakan sistem kompartemen dan pintu kedap air yang dinilai inovatif.
Dari sini, banyak orang yang beranggapan—setidaknya di dalam film Titanic (1997) yang digarap James Cameron—bahwa kapal ini "tidak dapat tenggelam". Kapal itu pada saat dipromosikan sebagai benda terbesar yang pernah berlayar, walau tidak diciptakan untuk memiliki kelajuan cepat.
Pada akhirnya, narasi sejarah kapal Titanic sebagai terkutuk berkembang. Kapal yang bisa dinikmati oleh kelas menengah atas itu menciptakan sentimen politik. Nazi Jerman pun sempat memanfaatkan narasi kutukan ini dalam film Titanic buatannya di tahun 1943. Lewat film, mereka berpropaganda bahwa kecelakaan itu adalah azab keangkuhan bangsawan dan ilmuwan Inggris.
Kapal Titanic yang diciptakan sebagai simbol inovasi teknologi manusia itu akhirnya karam. Hal itu menciptakan rasa aman yang semu secara psikologis bagi para penumpang.
"Saya tidak bisa membayangkan kondisi apa pun yang akan menyebabkan sebuah kapal tenggelam. Saya tidak dapat membayangkan bencana penting apa pun yang terjadi pada kapal ini. Pembuatan kapal modern telah melampaui itu," kata kapten kapal Edward John Smith, dalam pelayaran perdamanya di kapal Adriatic, berpendapat tentang Titanic saat dibuat.
Alih-alih terasa aman, dalam sejarah kapal Titanic, gunung es di perairan dingin Atlantik Utara tertabrak, lalu tenggelam. Ada lebih dari 1.500 nyawa melayang di lautan nan dingin. Tidak ada yang menduga bahwa kapal mewah dengan pelayanan dan fasilitas eksklusif bisa menjadi bencana maritim mematikan.
Mitos keangkuhan ini sering dihubungkan pada kesalah mencolok dalam kesediaan sekoci pada kapal Titanic. Kapal itu memiliki kapasitas untuk mengangkut lebih dari 3.500 orang, tetapi sekoci yang tersedia hanya untuk sekitar 33 persen dari penumpangnya.
Banyak yang berpendapat, itu adalah bukti keangkuhan akan rasa aman dari tenggelam. Para ahli lebih menyarankan, minimnya ketersediaan sekoci di Titanic adalah kesalahan teknis yang sudah ada sejak awal sebelum keberangkatan.
Hal itu diungkapkan oleh Arthur Rostron, kapten kapal penyelamat Carpathia dan korban tragedi tersebut. Dalam catatan "Home from the Sea" tahun 1931, ia mencatat:
"Hampir tidak ada gunanya memikirkan bahwa jika ada cukup perahu malam itu… setiap jiwa di dalamnya dapat diselamatkan, karena dua setengah jam setelah dia menyerang dia memiringkan buritannya yang besar ke langit, dan tenggelam kepalanya, membawa bersamanya segala hal yang tidak disiapkan."
Kesalahan manusia lainnya adalah ketika Titanic mendapat peringatan dini adanya gunung es. Kapal itu bergerak dengan kecepatan tinggi, dan tidak menguranginya walau peringatan dini berbunyi. Kapten kapal tampaknya terlalu percaya pada kekuatan Titanic untuk menahan dampak tabrakan. Kesalahan perhitungan inilah yang menyebabkan tragedi mengerikan itu.
Mitos yang terselimut dari sejarah kapal Titanic adalah kisahnya keberuntungan dan firasat penumpang. Cerita pertama adalah salah satu penumpang bernama J.P Morgan yang sangat kaya raya. Dia telah memesan suit kapal Titanic, tetapi membatalkan perjalanannya di menit-menit terakhir karena merasa tidak nyaman.
Ada pula Charles Joughin, juru dapur kapal Titanic yang menjadi korban selamat. Diceritakan ia banyak minum wiski di malam jelang bencana. Beberapa kalangan berpendapat, ia selamat karena alkohol membuatnya tetap hangat di air yang beku. Kalangan lainnya justru memandang, Joughin selamat karena dirinya berjuang melawan alkoholisme selama sisa hidupnya.
Terakhir, perancang Thomas Andrews yang merancang kapal, terkenal ketika Titanic tenggelam. Dia tidak selamat. Namun Walter Lord, sejarawan AS, mengatakan Andrew berada di ruang merokok kelas satu sambil menatap lukisan Titanic berjudul 'Approach to the New World' karya Norman Wilkinson.
Banyak yang memandang, Andrews meratapi nasib kapal dan mengetahui akan tenggelam. Walter Lord salah menggambarkan situasinya karena lukisan itu bertemakan Titanic yang tiba di pelabuhan New York. Meski demikian, pandangan ini menguatkan narasi tentang Andrews yang berada di ruang merokok hingga akhir hayatnya.
Mitos tentang apa yang terjadi di balik sejarah kapal Titanic terus memikat perhatian hari ini. Mungkin itulah yang menyebabkan banyak wisatawan berkunjung ke tempat karamnya, walau keluarga korban melarang karena seharusnya menjadi tempat ziarah.
Kini, kapal Titanic seperti mengundang tragedi baru dengan tenggelam tanpa muncul kembalinya Titan. Seolah, kutukan kapal lebih dari seabad itu masih ada dan menanti korban baru.