Penelitian Baru: Perubahan Iklim Menyusutkan Ukuran Otak Manusia

By Ricky Jenihansen, Selasa, 4 Juli 2023 | 21:28 WIB
Fosil manusia. Penelitian baru menunjukkan ukuran otak manusia menyusut karena perubahan iklim. (Manuel Will)

Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari ilmuwan kognitif menunjukkan hubungan antara perubahan iklim masa lalu dan penurunan ukuran otak manusia. Perubahan iklim, ternyata selama ini telah menyusutkan ukuran otak manusia.

Temuan tersebut merupakan respon adaptif yang muncul dalam analisis catatan iklim dan fosil manusia selama periode 50.000 tahun.

Hasil penelitian baru itu telah dipublikasikan di Brain, Behavior dan Evolution. Jurnal tersebut berjudul "Climate Change Influences Brain Size in Humans" dan merupakan jurnal akses terbuka.

Ilmuwan kognitif yang meneliti adalah Jeff Morgan Stibel dari Museum Sejarah Alam di California. Temuan itu menambah pemahaman kita tentang bagaimana manusia berkembang dan beradaptasi sebagai respons terhadap tekanan lingkungan.

"Mengingat tren pemanasan global baru-baru ini, sangat penting untuk memahami dampak perubahan iklim, jika ada, pada ukuran otak manusia dan pada akhirnya perilaku manusia," tulis Stibel dalam jurnal penelitian baru itu.

Penelitian baru tersebut melihat bagaimana ukuran otak dari 298 spesimen Homo berubah selama 50.000 tahun terakhir.

Homo adalah sebutan dari genus kera besar yang terdiri dari manusia modern dan kerabat dekatnya. Genus ini diperkirakan berusia sekitar 2,3 hingga 2,4 juta tahun.

Ia mengaitkannya dengan catatan alami suhu global, kelembapan, dan curah hujan.

Ketika iklim menjadi lebih hangat, rata-rata ukuran otak tumbuh jauh lebih kecil daripada saat lebih dingin.

Penelitian Stibel sebelumnya tentang penyusutan otak mendorong penyelidikan ini karena dia ingin memahami akar penyebabnya.

"Memahami bagaimana otak telah berubah dari waktu ke waktu pada manusia sangat penting, tetapi sangat sedikit penelitian yang telah dilakukan mengenai hal ini," kata Stibel.

Ada hal-hal sederhana yang dapat kita lakukan masing-masing untuk memerangi perubahan iklim. (MamiGibbs/Getty Images)

"Kami tahu otak telah tumbuh lintas spesies selama beberapa juta tahun terakhir, tetapi kami hanya tahu sedikit tentang tren makroevolusi lainnya."

Stibel memperoleh data tentang ukuran tengkorak dari sepuluh sumber terbitan terpisah, dengan total 373 pengukuran dari 298 tulang manusia selama 50.000 tahun.

Dia memasukkan perkiraan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan wilayah geografis dan jenis kelamin untuk memperkirakan ukuran otak.

Fosil-fosil manusia tersebut dikelompokkan berdasarkan berapa lama mereka hidup.

Stibel kemudian melakukan penelitiannya menggunakan empat rentang usia fosil manusia yang berbeda.

Rentang usia tersebut yaitu 100 tahun, 5.000 tahun, 10.000 tahun, dan 15.000 tahun untuk membantu menjelaskan kesalahan penanggalan.

Kemudian dia membandingkan ukuran otak dengan empat catatan iklim, termasuk data suhu dari European Project for Ice Coring in Antarctica (EPICA) Dome C.

Inti es di EPICA Dome C memberikan pengukuran suhu permukaan yang akurat selama lebih dari 800.000 tahun.

Dalam 50.000 tahun terakhir, terjadi Maksimum Glasial Terakhir, yang menyebabkan suhu rata-rata menjadi lebih dingin secara konsisten hingga akhir Pleistosen Akhir.

Sementara pada zaman Holosen,suhu rata-rata naik, membawa kita ke hari ini.

Analisis menunjukkan pola umum perubahan ukuran otak pada manusia, yang berkorelasi dengan perubahan iklim saat suhu naik dan turun.

Manusia mengalami penurunan yang cukup besar dalam ukuran otak rata-rata, sebesar lebih dari 10,7 persen, selama periode pemanasan Holosen.

"Perubahan ukuran otak tampaknya terjadi ribuan tahun setelah perubahan iklim, dan ini terutama terlihat setelah maksimum glasial terakhir, sekitar 17.000 tahun," jelas Stibel dalam makalahnya.

"Sementara (aklimatisasi) terungkap dalam satu generasi dan seleksi alam dapat terjadi hanya dalam beberapa generasi berturut-turut, adaptasi tingkat spesies seringkali membutuhkan banyak generasi berturut-turut."

Perusakan alam mengancam memperburuk perubahan iklim. (shutterstock/mykhailo pavlenko)

Pola evolusi ini terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat, mulai dari 5.000 hingga 17.000 tahun.

Tren kemudian menunjukkan, bahwa pemanasan global yang sedang berlangsung dapat berdampak buruk pada kognisi manusia.

"Bahkan sedikit pengurangan ukuran otak pada manusia yang masih ada dapat berdampak material pada fisiologi kita dengan cara yang tidak sepenuhnya dipahami," kata Stibel dalam makalahnya.

Analisis menunjukkan bahwa tingkat kelembapan dan curah hujan juga berpengaruh pada pertumbuhan otak. Sementara suhu adalah faktor yang lebih signifikan.

Penelitian baru ini menemukan korelasi yang lemah antara musim kering dan volume otak yang sedikit lebih besar.

Masih ada pertanyaan tentang apa sebenarnya menjadi penyebab variasi ukuran otak manusia.

Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan iklim terkait dengan perbedaan ukuran otak, namun iklim tampaknya tidak menjelaskan semua variasi evolusioner.

Menurut Stibel, faktor ekosistem seperti predasi, efek iklim tidak langsung seperti vegetasi dan produksi primer bersih.

Atau faktor non-iklim seperti budaya dan teknologi semuanya dapat berkontribusi pada perubahan ukuran otak.

“Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan iklim memprediksi ukuran otak manusia, dan perubahan evolusioner tertentu pada otak mungkin merupakan respons terhadap tekanan lingkungan,” Stibel menyimpulkan.

"Diperlukan lebih banyak pekerjaan untuk menentukan apakah dampak perubahan iklim pada fisiologi homo merupakan hasil khusus dari perubahan suhu atau efek tidak langsung dari elemen lain dari lingkungan yang berubah."