Tambahan 330 Km Persegi Kawasan Lindung Bisa Selamatkan 53 Spesies Indonesia

By Utomo Priyambodo, Minggu, 9 Juli 2023 | 15:00 WIB
Menambah area seluas 330 kilometer persegi secara tepat untuk jadi kawasan lindung atau taman nasional di Indonesia bisa melindungi 53 spesies dari ancaman kepunahan. Namun memperkuat perlindungan pada area yang sudah jadi kawasan lindung atau taman nasional sama pentingnya untuk konservasi. (22Kartika/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa menguatkan perlindungan pada kawasan lindung yang telah ada sama pentingnya dengan memperluas kawasan lindung bagi konservasi keanekaragaman hayati.

Dalam studi ini para peneliti kedua upaya itu sama-sama penting. Memperkuat perlindungan yang diberikan kepada kawasan yang sudah dilindungi oleh undang-undang atau oleh masyarakat lokal sama pentingnya seperti menciptakan kawasan lindung baru.

Studi ini digarap oleh para peneliti dari Durham University, National University of Singapore (NUS) dan Princeton University. Makalah studi mereka telah terbit di jurnal Science Advances pada 2 Juni 2023.

Terkait memperluas area atau kawasan lindung, para peneliti dalam studi ini menemukan bahwa memperluas jaringan kawasan lindung dapat menguntungkan spesies yang habitatnya saat ini kurang terlindungi.

Sebagai contoh, studi ini menemukan pentingnya melindungi tambahan 330 kilometer persegi lanskap alam di Indonesia. Sebab penambahan area ini akan melindungi habitat yang sesuai dari 53 spesies yang saat ini tidak memiliki cakupan kawasan lindung dan memiliki area habitat yang terbatas.

Misalnya adalah brinji emas sangihe (Sangihe golden bulbul), salah satu spesies burung penyanyi yang kini terancam punah. Spesies brinji emas sangihe saat ini hanya ditemukan di Pulau Sangihe di Indonesia dan tidak ada di tempat lain di dunia.

Estimasi para peneliti menempatkan jumlah seluruh populasi spesies brinji emas sangihe adalah antara 50 dan 230 individu yang tersisa di satu lokasi, yang tidak dilindungi, di Pulau Sangihe.

Spesies brinji emas sangihe ini tidak ada di area perkebunan. Hal itu menunjukkan bahwa burung yang bernama ilmiah Hypsipetes platenae ini adalah spesies sensitif yang hanya dapat tumbuh subur di hutan yang baik dan akan mendapat manfaat dari peningkatan konservasi.

Merefleksikan temuan penelitian ini, Rebecca Senior, doktor dari Durham University, mengatakan pentingnya status perlindungan atas kawasan atau area tertentu.

"Ada banyak contoh luar biasa dalam konservasi tentang orang-orang yang berjuang untuk melindungi spesies, tetapi selalu ada risiko bahwa saat Anda mengalihkan perhatian, tekanan meningkat, dan perlindungan yang diperoleh dengan susah payah hilang," kata Rebecca seperti dikutip dari keterangan

"Menamai taman-taman nasional di atas kertas tidaklah cukup; mereka harus berada di tempat yang tepat, dengan manajemen yang tepat, dan harus bertahan lama."

Penulis utama studi ini, Zeng Yiwen dari NUS, mengatakan, "Studi ini menetapkan sebuah geography of arks: Di mana taman nasional baru dapat dibuat, dan di mana memulihkan dan memperkuat taman yang ada, untuk meningkatkan konservasi satwa liar."

“Banyak diskusi global tentang konservasi yang berpusat pada kebutuhan untuk menciptakan kawasan lindung baru. Ini termasuk diskusi di konferensi keanekaragaman hayati PBB COP15 pada Desember 2022, dengan target untuk melindungi 30% daratan dan lautan di planet ini diadopsi. Namun penelitian kami juga menunjukkan pentingnya memastikan bahwa kawasan lindung tetap efektif dalam mencegah aktivitas manusia yang berbahaya," tambah Yiwen.

Temuan studi baru ini datang di tengah meningkatnya pengakuan akan kebutuhan untuk melestarikan keanekaragaman hayati planet ini dengan menciptakan kawasan lindung baru. Pada konferensi keanekaragaman hayati PBB COP15 pada Desember 2022, misalnya, negara-negara telah menyepakati target untuk menyisihkan 30% daratan dan lautan planet ini sebagai kawasan lindung.

Studi baru ini melihat pentingnya dua upaya, tak hanya salah satunya. Penelitian terbaru ini menyoroti aspek penting lain dari konservasi satwa liar: memastikan bahwa kawasan yang sudah dilindungi, atau taman nasional, tetap menjadi tempat yang aman bagi keanekaragaman hayati.

Sebagai, kawasan lindung yang sudah ada saat ini pun dapat rentan terhadap aktivitas manusia yang berbahaya jika tidak ada penegakan hukum yang memadai atau kurangnya dukungan politik untuk konservasi satwa liar.

Taman-taman nasional menjadi kurang efektif dalam melindungi spesies ketika tempat-tempat itu kemudian mengalami pengurangan batasan hukum, pengurangan luas, atau bahkan kehilangan arenya. Hal ini diistilahkan sebagai protected area downgrading, downsizing and degazettement (PADDD).

Hal ini bisa terjadi ketika pemerintah memutuskan untuk membatalkan perlindungan hukum yang mengatur taman nasional tersebut, mengurangi tingkat atau luas perlindungan yang diberikan padanya.

Perubahan ini dapat mengakibatkan pembukaan hutan untuk perluasan infrastruktur, pertambangan atau kegiatan lainnya, dan menyebabkan hilangnya atau degradasi habitat. Pada tahun 2021, lebih dari 278 juta hektare taman nasional diketahui secara kumulatif terkena peristiwa PADDD, demikian temuan para peneliti.

Misalnya, Megophrys damrei adalah katak terancam punah yang hanya ditemukan di Kamboja dan tidak di tempat lain di dunia. Meskipun habitatnya dilindungi, kawasan tersebut terus mengalami degradasi dan hilangnya habitat di dalam batas taman nasional dan di sekitarnya.

Secara keseluruhan, para peneliti dalam studi ini menemukan bahwa sekitar 70% dari sekitar 5.000 spesies yang mereka analisis tak punya keterwakilan yang jelas di kawasan lindung, di kawasan PADDD, atau akan sangat rentan terhadap kepunahan dari perubahan penggunaan lahan di masa mendatang.

Lebih lanjut, mereka juga menyimpulkan bahwa dengan meningkatkan perlindungan kawasan lindung yang sudah ada, dan dengan memperluas jaringan taman yang ada di hanya satu persen dari luas daratan planet ini, habitat penting dari 1.191 spesies hewan yang terancam punah dapat dilindungi.

#KitaIndonesia