Nationalgeographic.co.id—Sejarah Perang Salib Keempat tidak hanya dikenal karena penjarahan Konstantinopel, tapi juga menjadi awal berdirinya Kekaisaran Latin yang kontroversial.
Kekaisaran Latin berdiri setelah jatuhnya Kekaisaran Bizantium dalam Sejarah Perang Salib Keempat pada tahun 1204.
Menurut catatan Britannica kejatuhan Kekaisaran Bizantium diawali dari seruan Paus Inosensius III. Ia adalah paus pertama sejak Urban II yang bersemangat dan mampu menjadikan Perang Salib sebagai perhatian utama kepausan.
Pada tahun 1198 dia menyerukan Perang Salib baru melalui utusan dan surat ensiklik. Pada tahun 1199, kemudian pajak diberlakukan untuk semua pendapatan klerikal.
Pajak itu kemudian menjadi preseden pajak pendapatan kepausan yang sistematis. Sementara Fulk dari Neuilly, seorang orator populer, ditugaskan untuk berkhotbah.
Pada turnamen yang diadakan oleh Thibaut III dari Champagne, beberapa bangsawan Prancis terkemuka mengambil salib.
Di antara mereka adalah Geoffrey dari Villehardouin, penulis salah satu catatan utama Perang Salib. Sedangkan bangsawan penting lainnya bergabung setelah itu.
Selanjutnya kontak dilakukan dengan Venesia untuk menyediakan transportasi. Sayangnya, Thibaut of Champagne meninggal sebelum Tentara Salib berangkat ke Venesia.
Para baron kemudian beralih ke Bonifasius of Montferrat, yang keterlibatannya sebagai pemimpin Perang Salib terbukti sangat menentukan.
Dia memiliki hubungan keluarga dekat dengan Kekaisaran Bizantium dan negara-negara Tentara Salib.
Baca Juga: Bagaimana Perang Troya dalam Mitologi Yunani Berlangsung 10 Tahun?
Saudaranya, Conrad of Montferrat, telah menerima mahkota Yerusalem hanya untuk dibunuh oleh anggota Nizari Ismaili tidak lama kemudian.
Sebelum pergi ke Tanah Suci, Conrad menikah dengan saudara perempuan Kaisar Isaac II Angelus dan menerima gelar Kaisar.
Bonifasius juga merupakan pengikut Philip dari Swabia, yang merupakan penantang takhta Jerman dan menantu Ishak II.
Pada tahun 1195, Ishak digulingkan oleh saudaranya, yang naik tahta sebagai Alexius III. Beberapa tahun kemudian putra Ishak, yang juga bernama Alexius, melarikan diri dari Konstantinopel dan melarikan diri ke istana Filipus.
Pada Natal 1201 Bonifasius, Philip, dan Alexius muda membahas kemungkinan menggunakan Perang Salib untuk menggulingkan Alexius III. Perang digunakan untuk menempatkan pemuda itu di atas takhta.
Bonifasius meminta persetujuan paus untuk pengalihan tersebut, tetapi Innocent menolak untuk mengizinkannya.
Alexius muda juga melakukan perjalanan ke Roma tetapi tidak lebih beruntung dengan Inosensius III. Terlepas dari larangan kepausan, Bonifasius dan pangeran Bizantium masih berharap menemukan cara lain.
Mereka ingin menggerakkan Perang Salib menuju Konstantinopel dalam perjalanannya ke Tanah Suci Yerusalem.
Ketika Pasukan Salib tiba di Venesia pada musim panas 1202, jumlahnya hanya sepertiga dari ukuran yang diproyeksikan.
Ini adalah masalah serius, karena Prancis telah mengontrak Venesia untuk armada dan perbekalan. Tapi kemudian mereka menyadari itu tidak mereka butuhkan atau mampu beli.
Orang Venesia telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk orang Prancis dan dapat dimengerti kecewa dengan ketidakmampuan mereka untuk membayar.
Pemimpin Venesia, Doge Enrico Dandolo, adalah orang yang sangat cerdas dan berhati-hati yang berusia 90-an dan benar-benar paham tentang Perang Salib.
Dandolo mengusulkan, jika Prancis mau membantu Venesia dalam merebut kota pemberontak Zadar (sekarang kota di Kroasia), dia akan bersedia untuk menangguhkan hutang.
Hutan itu nanti akan dibayar dengan barang rampasan yang direbut.
Dengan sedikit pilihan, Pasukan Salib setuju, meskipun Zadar adalah kota Kristen di bawah kendali raja Hongaria yang telah mengambil sumpah pada Pasukan Salib.
Paus Inosensius diberitahu tentang rencana tersebut, tetapi hak vetonya diabaikan.
Baca Juga: Sebab Perang Troya Mitologi Yunani, Zeus Mau Kurangi Populasi Manusia
Pada November 1202, Pasukan Salib merebut Zadar dan menghabiskan musim dingin di sana. Enggan membahayakan Perang Salib, Paus Inosensius memberikan absolusi bersyarat kepada Pasukan Salib, tetapi tidak kepada orang Venesia.
Sementara itu, utusan dari Philip dari Swabia tiba di Zadar dengan tawaran dari Alexius, pangeran Bizantium.
Jika Pasukan Salib akan berlayar ke Konstantinopel dan menggulingkan kaisar yang berkuasa, Alexius akan menempatkan gereja Kristen Ortodoks Bizantium tunduk pada Roma.
Sedangkan, hasil rampasan dari konstantinopel akan dapat membayar Pasukan Salib dalam jumlah yang sangat besar. Itu adalah tawaran yang menggiurkan untuk Pasukan Salib yang kekurangan biaya.
Para pemimpin Perang Salib memang menerimanya, tetapi banyak dari kalangan bawah menolak usulan itu. Akibatnya banyak yang meninggalkan Pasukan Salib.
Pasukan Salib mulai bergerak ke Corfu, sebelum tiba di Konstantinopel pada akhir Juni 1203. Pasukan Salib mulai menyerang sudut timur laut kota Konstantinopel dan memulai peperangan.
Setelah berhasil menjatuhkan Kekaisaran Bizantium yang dipimpin oleh Alexius III ketika itu, Pasukan Salib mengangkat Isaac II sebagai penggantinya.
Isaac II adalah kaisar Bizantium sebelumnya yang dikudeta oleh Alexius III. Pasukan Salib berharap, Isaac mau mendukung penuh Pasukan Salib.
Pada awalnya, Isaac II berusaha menepati janjinya kepada Pasukan Salib. Tapi kemudian, Kekaisaran Bizantium mulai kehabisan uang. Dia juga menghadapi kebencian anti-Barat di Konstantinopel.
Alexius IV, anak Isaac II kemudian menggantikan ayahnya menjadi Kaisar Bizantium. Namun ada banyak masalah yang ditinggalkan ayahnya, terutama janji kepada Pasukan Salib.
Alexius IV dianggap tidak dapat memenuhi janjinya kepada Pasukan Salib dan membuat mereka marah. Alexius dianggap penipu dan pengkhianat dalam Sejarah Perang Salib.