Sejarah Perang Salib Kelima: Pasukan Salib Menyasar Dinasti Ayyubiyah

By Ricky Jenihansen, Rabu, 12 Juli 2023 | 11:00 WIB
Sejarah Perang Salib kelima, pasukan Salib mengubah strategi dan menyasar Dinasi Ayyubiyah di Mesir. (History Map)

Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 1217, sejarah Perang Salib kelima efektif dimulai. Rentetan kegagalan dan penyelewengan sepanjang sejarah Perang Salib ternyata tak menyurutkan Gereja Katolik Roma untuk kembali menyerukan Perang Salib.

Perang Salib Kelima (1217-1221 M) diserukan oleh Paus Innosensius III yang memerintah dari tahun 1198 hingga 1216 M. Tujuannya? seperti Perang Salib sebelumnya, yaitu merebut kembali Yerusalem dari peradaban Islam.

Akan tetapi, ada sedikit perbedaan. Kali ini tidak dengan menyerang langsung tanah suci Yerusalem. Strategi yang ditawarkan adalah melemahkan musuh terlebih dahulu dengan menyerang kota-kota yang dikuasai peradaban Islam di Afrika Utara dan Mesir.

Saat itu, wilayah Afrika Utara dan Mesir dikuasai oleh Dinasti Ayyubiyah (1174-1250 M).

Setelah sejarah Perang Salib kelima bergulir, gagasan bahwa Mesir akan menjadi target yang lebih mudah daripada Yerusalem terbukti keliru. Pada kenyataanya, penyerbuan itu tidak berhasil.

World History Encyclopedia mencatat, Pasukan Salib akhirnya hanya mampu menaklukkan Damietta.

Kebetulan saat itu, wilayah tersebut sedang dilanda pertikaian kepemimpinan dan kurangnya personel, peralatan, dan kapal yang memadai untuk menghadapi Pasukan Salib.

Namun, setelah itu, Pasukan Salib dikalahkan di tepi Sungai Nil. Pasukan Salib dipaksa kembali ke barat dan sekali lagi sejarah Perang Salib kelima berakhir dengan kegagalan.

Penyelewengan sejarah Perang Salib

Pada perang salib sebelumnya, yakni Perang Salib Keempat (1202-1204 M), yang juga diserukan oleh Paus Innosensius III. Seruannya untuk merebut kembali Yerusalem pada tahun 1202 M.

Namun, ternyata terjadi penyelewengan dari tujuan awal. Pasukan Salib malah menjarah Konstantinopel, kota Kristen Ortodoks terbesar di dunia pada tahun 1204 M.

Setelah itu, Pasukan Salib juga membagi wilayah Bizantium antara Venesia dan sekutunya.

Sejarah Perang Salib keempat berakhir, tetapi tujuan untuk merebut kembali tanah suci Yerusalem dari peradaban Islam masih tetap menjadi tujuan penting.

Sejarah Perang Salib keempat adalah awal mula kehancuran kota Kristen Ortodoks terbesar di dunia. (Pariakiaki)

Sekarang Gereja Katolik Roma kembali menyerukan Perang Salib kelima pada tahun 1215 M. Sekali lagi diserukan oleh Paus Innosensius III.

Richard I dari Inggris memerintah 1189-1199 M. Selama Perang Salib Ketiga (1189-1192 M) dia telah mengusulkan gagasan untuk tidak menyerang peradaban Islam secara langsung.

Serangan bukan melalui kastil dan benteng peradaban Islam di Levant, tetapi di bagian bawah yang lebih mudah dari Kerajaan Ayyubiyah di Mesir.

Sekarang strategi itu akan diadopsi dengan harapan jika Mesir jatuh maka Yerusalem, tanpa kemungkinan penguatan dan perbekalan, akan jatuh juga.

Dinasti Ayyubiyah telah didirikan oleh Saladin (memerintah 1174-1193 M). Dinasti ini telah memerintah Mesir sampai penaklukannya oleh Mamluk pada tahun 1250 M.

Pada Perang Salib Kelima, Sultan Mesir menjadi penguasa paling senior di peradaban Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara. Ia adalah Sayef al-Din al-Adil (m. 1200-1218 M), saudara laki-laki Saladin.

Sementara gencatan senjata yang dianggap mengancam telah terjadi antara negara-negara Timur Latin. Situasi yang sama sebagaimana negara-negara Pasukan Salib di Timur Tengah dikenal.

Gencatan senjata negara-negara Timur Latin dan Ayyubiyah telah dianggap mengancam Acre. Saat itu Acre dikuasai Pasukan Salib dan wilayah sekitarnya. Benteng terakhir mereka ada di Gunung Tabor di Galilea.

Hal tersebut menjadi isu yang digunakan oleh Inosensius III untuk memulai sejarah Perang Salib kelima.

Ia menjadi isu itu sebagai percikan untuk menyalakan api semangat keagamaan di antara para pemimpin Eropa Barat.

Pasukan Salib berhasil dalam menaklukkan Damietta, tapi setelah itu dikalahkan di tepi Sungai Nil. (History Map)

Pengerahan pasukan

Untuk pertama kalinya menjelang Perang Salib Kelima, khotbah tentang Perang Salib dihimpun berdasarkan wilayah geografis. Hal ini pada dasarnya sebagai metode perekrutan tentara rakyat dalam Perang Salib.

Khotbah para pendeta menjadi pedoman untuk dewan provinsi dan delegasi mereka. Berisi tentang bagaimana membujuk orang dan siapa yang harus dibujuk.

Bahkan ada manual model khotbah yang dirancang untuk membangkitkan semangat dan antusiasme yang terbaik untuk tujuan tersebut.

Bangsawan dan kesatria dengan keterampilan dan fasilitas untuk melakukan perjalanan dan berperang menjadi sasaran yang lebih intensif.

Dengan demikian gerakan populer tidak resmi—seperti yang disebut Perang Salib Anak pada tahun 1212 M yang melibatkan petani dan anak-anak—dapat dihindari.

Paus Innosensius III secara teoretis memperluas seruan untuk semua laki-laki kecuali para biarawan. Akan tetapi, mereka yang tidak memiliki keterampilan militer sangat dianjurkan atau dipaksa untuk terlibat.

Sementara untuk mereka yang tidak dapat berperang, harus memberikan harta untuk membiayai Pasukan Salib sebagai ganti diri mereka.

Paus menjanjikan, mereka yang membayar tetapi tidak melakukan perjalanan masih akan menerima manfaat pengampunan dosa-dosa mereka.

Selain itu, seperti kebijakan kepausan yang khas sekarang, pajak (seperdua puluh pendapatan selama periode tiga tahun) dikenakan pada pendeta untuk membantu membayar Perang Salib.

Motivasi lainnya adalah petualangan, keuntungan finansial dari rampasan perang, dan peningkatan status sosial dengan memperoleh kehormatan dan gelar baru.

Kampanye perekrutan sangat sukses, terutama di Jerman, Inggris, Italia, Hungaria, dan negara kecil lainnya.

Paus Innosensius III meninggal pada tanggal 16 Juli 1216 M sebelum dia memiliki kesempatan untuk melihat Perang Salibnya dimulai.  Akan tetapi, penggantinya yang bernama Paus Honorius III (memerintah 1216-1227 M), tidak berniat menghentikan penyerbuan tersebut.