Tak Kenal Ampun, Hukuman Pelaku Kejahatan di Sejarah Abad Pertengahan

By Hanny Nur Fadhilah, Rabu, 12 Juli 2023 | 12:00 WIB
Dalam sejarah Abad Pertengahan, pelaku yang melakukan kejahatan pasti akan mendapatkan hukuman yang keras dan tak kenal ampun. (History Defined)

Nationalgeographic.co.id—Kejahatan dan hukuman dalam sejarah Abad Pertengahan seringkali keras dan tak kenal ampun. Tidak seperti sistem peradilan pidana saat ini, tidak ada kepolisian yang sah dan masyarakat setempat bertanggung jawab untuk menegakkan hukum dan ketertiban.

Gereja Kristen juga berperan besar dalam menentukan hukuman bagi mereka yang dinyatakan bersalah. Namun, mereka juga memberikan jalan bagi terdakwa untuk menghindari hukuman dengan meminta Tuhan menyelamatkan jiwa mereka.

Karena hanya ada sedikit penjara selama ini, sebagian besar hukuman berfungsi untuk mencegah orang lain dalam masyarakat melakukan kejahatan.

Sementara saat ini, hukuman mati sangat jarang digunakan, namun mendapatkan popularitas besar di sejarah Abad Pertengahan. Demikian pula, menyakiti tubuh bukanlah hukuman yang digunakan dalam sistem kriminal saat ini.

Seiring perkembangan masyarakat, jenis kejahatan yang dilakukan dan hukuman yang setara telah berubah secara signifikan. Berikut adalah beberapa kejahatan umum dan hukuman sejarah Abad Pertengahan.

Tiga Cobaan

Pengadilan oleh juri tidak umum sampai abad ke-13. Tanpa cara formal untuk menentukan bersalah atau tidaknya seseorang, terdakwa diadili dengan siksaan.

Ada tiga jenis cobaan yaitu cobaan dengan api, cobaan dengan air, dan cobaan dengan pertempuran. Tujuan dari cobaan berat ini adalah membuat tertuduh mengalami keadaan ekstrim, dan jika mampu bertahan, mereka dianggap tidak bersalah di mata Tuhan. 

Siksaan dengan api mengharuskan terdakwa untuk membawa besi panas setinggi sembilan kaki (hampir tiga meter). Kemudian, tangan mereka dibalut. Setelah tiga hari, mereka diminta untuk hadir di pengadilan dan menunjukkan tangan mereka.

Jika luka sudah mulai sembuh, dianggap tidak bersalah. Jika kondisi mereka tidak membaik, mereka akan dinyatakan bersalah.

Ada dua jenis siksaan oleh air. Jika mereka mengalami siksaan air dingin, tangan dan kaki mereka diikat dan dibuang ke air. Jika mereka mulai mengapung, mereka dianggap tidak bersalah. Tetapi jika mereka tenggelam, mereka bersalah.

Untuk siksaan air panas, para tertuduh harus mengambil batu dari dasar ketel air mendidih. Sama halnya dengan siksaan api, jika tangan mereka mulai sembuh setelah tiga hari, mereka dinyatakan tidak bersalah.

Terakhir, cobaan dengan pertempuran digunakan untuk membantu dua pihak menyelesaikan perselisihan. Hal ini sebagian besar digunakan ketika tidak ada saksi atau pengakuan atas kejahatan. Dua orang akan bertarung dalam pertempuran, dan pemenangnya akan dinyatakan tidak bersalah.

Meski brutal, cobaan berat ini digunakan untuk membenarkan kehendak Tuhan dalam sistem peradilan pidana. Jika tertuduh dapat bertahan atau dinyatakan tidak bersalah setelah cobaan berat, diyakini bahwa mereka telah diberi kekuatan dari Tuhan.

Pencurian kecil-kecilan

Mencuri adalah salah satu kejahatan paling umum yang dilakukan selama sejarah Abad Pertengahan. Pencurian kecil-kecilan berhubungan secara eksplisit dengan pencurian barang bernilai rendah dari seseorang atau bisnis.

Bergantung pada tingkat keparahan pencurian, konsekuensinya bisa berkisar dari penghinaan publik hingga mutilasi tubuh.

Hukuman paling umum bagi mereka yang dinyatakan bersalah mencuri adalah kerja ekstra atau denda. Menurut kode pencurian dalam kitab Dalarna, denda bisa berkisar antara tiga hingga 40 mark. 

Meskipun tidak nyaman, didenda tidak memalukan atau tidak terhormat seperti hukuman yang lebih serius. Mereka yang bersalah atas 'pencurian penu'  dapat digantung atau mengalami nasib yang lebih menyakitkan seperti pemotongan tubuh.

Tidak jarang tangan atau telinga pencuri dipotong, menandakan kepada semua orang bahwa mereka adalah penjahat.

Pembakaran

Sengaja membakar bangunan dapat sangat mempengaruhi masyarakat selama Abad Pertengahan. Bahkan kebakaran kecil dapat dengan mudah menyebar ke banyak rumah karena bangunan pada saat itu terbuat dari kayu dan jerami.

Karena jenis kejahatan ini dapat berdampak besar, penjahat yang dinyatakan bersalah melakukan pembakaran akan dikenakan hukuman mati. 

Hal ini mengakibatkan individu tersebut dieksekusi, biasanya dengan cara digantung dan dianggap sebagai hukuman yang paling serius.

Pengkhianatan

Pengkhianatan adalah tindakan tidak setia kepada mahkota yang memerintah saat itu. Hal ini dapat mencakup sesuatu yang serius seperti mencoba membunuh seorang raja, tetapi juga dapat mencakup menjelek-jelekkan keluarga kerajaan.

Mereka yang dinyatakan bersalah atas pengkhianatan menghadapi hukuman yang paling berat—tidak peduli seberapa berat kejahatannya. Pada tahun 1351, hukuman atas pengkhianatan diabadikan dalam kode hukum. 

Hukuman ini melibatkan kematian yang mengerikan. Pelakunya sering digantung di pohon tetapi ditebang sebelum kematiannya. Begitu turun dari pohon, seorang algojo akan memenggal kepala mereka, memotong-motong tubuh mereka, dan mengirimkan bagian tubuh mereka ke daerah lain. Bagian tubuh akan ditampilkan dan berfungsi sebagai peringatan terhadap mereka yang mempertimbangkan kejahatan serupa.

Pembunuhan

Pembunuhan tetap menjadi salah satu kejahatan paling serius dalam kejahatan dan hukuman sehari-hari sejarah Abad Pertengahan. Akan tetapi, itu juga sama seriusnya di abad pertengahan.

Karena tidak ada DNA atau teknologi modern untuk membantu menyelesaikan pembunuhan, banyak yang tidak terpecahkan. Sementara itu lebih umum di abad-abad yang lalu, mereka yang dinyatakan bersalah atas pembunuhan dihukum mati.

Namun, wanita yang dinyatakan bersalah menghadapi kematian yang lebih brutal dari sekadar bertemu dengan algojo. Jika seorang wanita ditemukan telah membunuh seseorang, mereka akan digantung atau dicekik dan kemudian dibakar.

Mencuri hasil bumi 

Berbeda dengan pencurian kecil-kecilan, mencuri hasil panen dipandang sebagai pelanggaran yang lebih serius daripada pencopetan sederhana yang terjadi. Pada saat itu, makanan adalah aset yang sangat berharga yang membutuhkan upaya besar untuk memanen dan memeliharanya.