Mitologi Yunani Echo dan Narcissus: Ketika Cinta Menjadi Derita

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 16 Juli 2023 | 11:00 WIB
(Walker Art Gallery Institute)

Nationalgeographic.co.id - Apa yang membatasi cinta? Seberapa jauh cinta itu bisa berkembang? Pertanyaan-pertanyaan ini berada di tengah-tengah kisah Echo dan Narcissus, dalam Mitologi Yunani.

Dalam kisah ini, kedua protagonis menemukan bahwa cinta dapat menjadi derita yang menyakitkan jika tidak dibalas.

Ketika Echo jatuh cinta pada Narcissus, Narcissus jatuh cinta pada dirinya sendiri. Cinta berubah menjadi obsesi, dan obsesi menjadi keputusasaan.

“Mitos Echo dan Narcissus adalah pengingat yang baik bahwa ada perbedaan antara cinta diri yang sehat dan narsisme yang obsesif,” jelas Antonis Chaliakopoulos, seorang arkeolog asal Yunani, yang memiliki ketertarikan terhadap warisan budaya dan sejarah kuno.

Kisah Echo dan Narcissus

Kisah Echo dan Narcissus adalah kisah tentang kekuatan cinta, sebuah cinta yang begitu kuat sehingga dapat berubah menjadi obsesi. “Cinta yang obsesif ini adalah inti dari mitos Echo dan Narcissus,” jelas Antonis.

Narcissus, putra Liriope sang peri air Boetian, terlahir dengan paras rupawan. Hal ini membuat ia menjadi pusat perhatian banyak orang ketika dewasa.

Banyak pria dan wanita yang berusaha mendapat hatinya, tetapi tidak ada yang benar-benar menarik perhatian Narcissus. Salah satu wanita yang jatuh cinta pada Narcissus adalah Echo ( berasal dari kata Yunani yang artinya ‘suara’).

Echo dulunya adalah seorang wanita yang senang berbicara dan dikenal suka menyela pembicaraan orang lain. Namun, pada suatu waktu ia mendapatkan kutukan yang membuatnya tidak lagi dapat mengutarakan pikirannya dengan lantang.

Kutukan Echo bermula ketika ia membantu Zeus dalam menyembunyikan perselingkuhan dari istrinya, Hera. Setiap kali Hera hampir memergoki Zeus dengan orang lain, Echo membingungkan sang dewi dengan cerita-cerita panjang yang memberi Zeus waktu untuk pergi.

Ketika Hera menyadari apa yang dilakukan Echo, segera ia menjatuhkan kutukan kepadanya. Kini Echo hanya dapat mengulangi kata-kata terakhir yang diucapkan oleh orang lain.

Suatu hari, Echo melihat Narcissus sedang berada di tengah hutan. Aura ketampannannya membuat Echo terpesona. Diam-diam, Echo mengikuti anak laki-laki itu dan semakin tertarik padanya, tetapi ada satu masalah.

Satu-satunya cara untuk memberitahukan perasaannya adalah dengan menunggunya mengatakan sesuatu. 

Pada suatu saat, Narcissus menyadari bahwa dia sedang diikuti. "Siapa yang ada di sini," katanya. "Di sini," ulangi Echo, yang masih bersembunyi.

Narcissus, yang tidak dapat melihat siapa yang memanggilnya, mengundang suara itu untuk mendekatinya. Tidak membuang waktu, Echo melompat keluar.

Dengan girang Echo membuka kedua tangannya dan memeluknya. Namun Narcissus tidak  menyukai apa yang telah dilakukan Echo.

"Lepaskan tanganmu! Kamu tidak boleh melipat tanganmu di sekelilingku. Lebih baik mati daripada membelai saya!."

"Belai saya," jawab Echo dengan perasaan kaget dan kemudian menghilang ke dalam hutan lagi.

Echo berlari sipat kuping ke dalam hutan dengan air mata berlinang. Penolakan itu begitu menyedihkan, dan terlalu kejam untuk dihadapinya. Dengan perasaan yang tidak karuan, ia memutuskan untuk menghabiskan sepanjang hidupnya di hutan belantara sendirian.

Peristiwa penolakan itu terus menghantui dirinya. Cinta kuat yang ada dalam hatinya mengubah tubuh Echo menjadi layu. Satu-satunya yang tersisa adalah tulang dan suaranya.

Konon suara Echo terus hidup di hutan, dan bukit-bukit adalah tempat dia masih bisa didengar.

Kisah tragis Echo tak luput dari perhatian Nimfa (roh alam dalam mitologi Yunani), karena ia sangat populer di kalangan nimfa atau makhluk hutan lainya. Hal tersebut membuat mereka marah dan membalas Narcissus dengan memberinya derita.

“Nemesis, dewi pembalasan dendam, mendengar suara-suara yang menyerukan pembalasan dendam dari hutan dan memutuskan untuk membantu,” jelas Antonis.

Pertemuan Narcissus dengan Dirinya Sendiri

(Galleria Nazionale d’Arte Antica)

Kelelahan berburu, Narcissus memutuskan untuk beristirahat di sebuah mata air yang jernih dan tenang. Pertemuannya dengan mata air itu bukanlah sebuah kebetulan, melainkan adanya campur tangan dari musuh-musuhnya.

Saat mengambil air untuk minum, ia melihat dirinya yang terpantul di jernihnya mata air itu. Semakin banyak air yang diminumnya, semakin ia menatap bayangannya sendiri.

Ia mulai kagum dengan wujudnya sendiri. Rasa kagumnya menjadi cinta, dan cinta menjadi obsesi. Dengan sia-sia, ia mencoba memeluk patung tersebut.

Jika pergi meninggalkan mata air tersebut, maka ia akan kehilangan satu-satunya cintanya. Perlahan-lahan Narcissus mulai menyadari nasib menyakitkan yang telah menimpa dirinya.

Riak kecil di air menyebabkan Narcissus panik karena cermin airnya terganggu. Ia berpikir bahwa bayangannya akan meninggalkannya. 

Setelah akhirnya menerima kesia-siaan usahanya, Narcissus kehilangan keinginan untuk hidup dan dengan berat hati mengatakan, "Selamat tinggal." 

“Selamat Tinggal,” balas Echo dengan lirih, yang sedari tadi mendengarkan. Kehidupan mulai meninggalkan tubuhnya saat cintanya yang obsesif berubah menjadi keputusasaan. 

Konon, saat ini di Dunia Bawah, Narcissus masih melihat bayangannya di perairan Stygia (salah satu sungai Hades).

Mitos Echo dan Narcissus telah sangat populer dalam seni selama berabad-abad. Meskipun sulit untuk melacak semua karya seni yang terinspirasi oleh kisah ini. 

“Dari cerita ulang Abad Pertengahan seperti Lay of Narcissus pada abad ke-12 hingga Narcissus and Goldmund (1930) karya Herman Hesse, kisah ini terus memukau dan menginspirasi.”

(Tate Britain)

Sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisis, juga memainkan mitos ini dalam “On Narcissism” (1914). Dalam esainya, Freud menggambarkan kondisi keegoisan yang berlebihan. Ia juga membakukan nama narsisme, yang diambil dari Narcissus, untuk menggambarkan tahap antara autoerotisme dan cinta terhadap objek.

Echo dan Narcissus memilih menggalkan kehidupan setelah mengalami patah hati yang hebat. Echo kehilangan keinginan untuk hidup setelah ditolak oleh orang lain. Sedang, Narcissus memilih untuk meninggalkan kehidupan setelah menyadari bahwa dia tidak dapat mencintai orang lain selain dirinya sendiri. 

“Jika kita pikirkan dengan saksama, mitos Narcissus bukanlah tentang seorang anak laki-laki yang mencintai bayangannya di dalam air,” jelas Anotinis. “Ini tentang ketidakmampuan seorang anak laki-laki untuk mencintai orang lain di luar dirinya.”