Sejarah Perang Salib Kelima: Pasukan Salib Menolak Wilayah Palestina

By Ricky Jenihansen, Minggu, 16 Juli 2023 | 07:00 WIB
Pasukan salib menolak penyerahan wilayah Palestina sebagai syarat gencatan senjata. (Deposit Photos)

Nationalgeographic.co.id—Pada September 1218, Dinasty Ayyubiyah menawarkan wilayah Palestina (termasuk tanah suci Yerusalem) kepada Pasukan Salib. Tawaran tersebut merupakan syarat yang luar biasa untuk mencapai gencatan senjata.

Wilayah Palestina, termasuk tanah suci Yerusalem di dalamnya, jelas persyaratan yang luar biasa dalam sejarah Perang Salib Kelima.

Sepertinya al-Kamil, pemimpin Dinasti Ayyubiyah, lebih tertarik pada kerajaannya yang luas, terutama tanah Mesir dan Suriah yang jauh lebih kaya.

Namun demikian, di luar dugaan ternyata Pasukan Salib menolak tawaran tersebut. Hal ini jelas sesuatu yang sulit dipercaya dalam sejarah Perang Salib Kelima, mengingat bahwa tujuan utama Pasukan Salib adalah merebut Tanah Suci Yerusalem.

Beberapa pihak memang ingin menerima tawaran tersebut, tapi mayoritas menolak. Pihak yang paling depan menolak tawaran tersebut adalah Ksatria Templar, Ksatria Hospitaller, VEnesia dan para pemimpin agama Kristen Katolik.

Para penentang khawatir, meski mereka mendapatkan wilayah Palestina termasuk Yerusalem di dalamnya, pertahanan mereka tidak akan bertahan.

Menurut mereka, pertahanan Peradaban Islam harus diruntuhkan terlebih dahulu, sebelum mereka mengambil alih Yerusalem dan Palestina.

Pilihan Pasukan Salib sepertinya tepat untuk sesaat. Pada November 1219 M, Pasukan Salib melanjutkan menyerang Damietta. Setelah menerobos reruntuhan menara, pertahanan kota yang kini tinggal sedikit, berhasil ditembus.

Pawai ke Kairo dan Kekalahan Pasukan Salib

Meski sepertinya pilihan tepat, Damietta akan menjadi satu-satunya keberhasilan penyerbuan Pasukan Salib.

Dinasti Ayyubiyah dengan cepat mengambil keuntungan dari keragu-raguan Pasukan Salib tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Sultan al-Kamil segera mengambil tindakan pencegahan.

Ia memindahkan pasukannya 40 km (25 mil) ke selatan, masih di dekat Sungai Nil. Sementara itu, Pasukan Salib memperdebatkan siapa yang harus mengontrol hadiah baru mereka.

Perwakilan Paus ingin menunjuk Frederick dari Jerman, sementara John dari Brienne menginginkannya untuk dirinya sendiri. Tidak hanya itu, untuk mempertaruhkan klaimnya tersebut, Brienne bahkan mulai mencetak koin.

Pada akhirnya, dicapai kompromi dengan memberikan hak penguasaan kepada John sampai Frederick tiba. Hal yang lebih penting dalam sejarah Perang Salib kelima ini adalah, perdebatan tentang langkah penyerbuan selanjutnya.

Pada tanggal 28 Agustus 1221 M, Pasukan Salib menyerah dan gencatan senjata disepakati. (Alchetron)

Pasukan Salib kemudian mulai menyusun pasukan. Ada dua pilihan, mereka maju merebut Kairo atau menggunakan Damietta sebagai alat tawar-menawar untuk mendapatkan wilayah di Palestina, termasuk Yerusalem.

Hebatnya, butuh satu setengah tahun dan kedatangan pasukan dari Jerman di bawah komando Ludwig dari Bayern untuk memutuskan tindakan selanjutnya.

Bahkan kemudian, pada musim semi 1221 M, mereka bergerak seperti siput tanah menuju tujuan mereka.

Sementara itu, al-Kamil berhasil memanfaatkan keragu-raguan musuh untuk membentengi kampnya di Mansourah. Ia segera meminta dukungan sekutunya di Syria dan Mesopotamia.

Pada Juli 1221 M Pasukan Salib bergerak menyerang musuh di Mansourah. Namun, al-Kamil telah membentengi wilayahnya dengan kuat.

Ia dengan mudah mempertahankan wilayahnya berkat posisinya yang bergabung dengan anak sungai ke sungai Nil itu sendiri.

Selain itu, dalam sebulan, kenaikan tahunan Sungai Nil akan terjadi. Meskipun Pasukan Salib tampaknya tidak cepat, waktu masih berpihak kepada pasukan muslim.

Al-Kamil yang cerdik, dengan penuh semangat menunggu pasukan pendukung. Ia sekarang memilih saat yang tepat untuk menawarkan kesepakatan gencatan senjata baru dengan musuh. Mungkin dalam upaya untuk menunda mereka lebih jauh.

Namun, Pasukan Salib menolak persyaratan tersebut. Setelah mengalahkan kelompok penyerbu kecil, dengan gegabah mereka bergerak menyerang kamp berbenteng al-Kamil pada Agustus.

Pasukan muslim membiarkan mereka bergerak maju tanpa terkendali. Akan tetapi, mereka mampu menenggelamkan empat kapal di belakang pasukan Salib dengan cepat.

Sementara itu, Pasukan muslim Suriah dan Mesopotamia telah tiba dari utara. Pasukan muslim gabungan ini mengambil posisi di timur laut, mereka memblokir setiap jalan yang mungkin dilewati Pasukan Salib.

Pada saat itulah air Nil mulai naik. Kapal-kapal Pasukan Salib mulai menggelepar di perairan yang sekarang berbahaya, dan terjadilah retret yang kacau.

Ketika al-Kamil membuka pintu air di tanah sekitarnya, seluruh area dibanjiri setinggi pinggang. Pada 28 Agustus 1221 M, Pasukan Salib menyerah dan gencatan senjata disepakati.

Al-Kamil mendapatkan kembali Damietta dan semua tahanan muslim. Pasukan Salib kembali ke rumah tanpa gangguan.

Terlepas dari semua uang, usaha, perencanaan dan semangat, itu adalah kegagalan perang salib yang spektakuler.

Pada tahun-tahun setelah sejarah Perang Salib Kelima, ada banyak perdebatan dan saling tuding siapa sebenarnya yang harus disalahkan atas bencana tersebut.

Namun demikian, keputusan Barat untuk langsung menyerang Mesir dan tidak Yerusalem telah Ayyubiyah khawatir.

Al-Kamil ragu tentang apa yang akan terjadi jika pasukan Salib yang lebih besar melakukan upaya kedua yang lebih menentukan.

Ancaman ini mungkin telah memudahkan negosiasi Perang Salib Keenam (1228-1229 M) yang dipimpin oleh Kaisar Romawi Suci Frederick II.

Ia akhirnya melibatkan dirinya dalam gerakan Pasukan Salib dan tiba di Timur Tengah pada September 1228 M.