Simposium merupakan sebuah pesta yang dikhususkan untuk para pria. Perbincangan mengalir bak anggur mengucur dari bejana, orang-orang Yunani pun bersenang-senang.
“Simposium adalah aspek kunci dari budaya Yunani kuno yang diabadikan dalam tembikar kuno serta karya-karya Plato dan Xenophon,” tulis Zoe Mann, pada laman The Collector.
Yang paling terkenal, dalam Simposium Plato, Socrates mendiskusikan sifat cinta sambil minum anggur dengan sekelompok teman.
Memahami Simposium
Simposium (yang berarti 'minum bersama') adalah sebuah bentuk pesta Yunani kuno. Di sana, diskusi tentang puisi, filsafat, seni, dan politik ditemani oleh beberapa ember anggur. Simposium ini diikuti dengan makan malam dan menjadi populer setelah abad ke-7 SM.
Simposium diadakan di rumah-rumah Yunani, bahkan memiliki ruangan khusus, yang disebut dengan androns. Ruangan ini terletak di dekat bagian depan rumah.
Kala simposium berlangsung, wanita menempati bagian lain di dalam rumah, terutama lantai atas. Hal ini dimaksudkan agar para wanita dijauhkan dari pandangan dan perhatian simposium.
Di andron, para pria duduk di sofa mewah yang disebut klinai. Pengunjung disuguhi anggur, lengkap beserta cangkir cantik yang terbuat dari terakota atau bahkan logam mulia.
Tidak hanya dimaksudkan untuk berdiskusi saja, namun simposium juga memiliki berbagai hiburan di dalamnya.
”Para musisi dengan kecapi dan akrobat tampil ketika para tamu membaca puisi, bercerita dan bercanda, atau bahkan terlibat dalam pesta pora dengan satu sama lain serta para pelacur,” jelas zoe.
Para pria di Yunani kuno sangat terbuka dengan seksualitas, bahkan homoseksualitas lebih dirayakan daripada ditabukan.
Di dalam bejana yang dihiasi pernak-pernik mewah, anggur dicampur dengan air, untuk memastikan para tamu tidak bertindak terlalu konyol. Orang Yunani kuno memang sangat suka minum, tetapi mereka berusaha untuk mengendalikan diri.
Bagi orang Yunani kuno, hanya orang barbar yang minum anggur polos. Pria sejati meminum anggur yang dicampur dengan air dan bisa minum banyak tanpa terjatuh.
Baik Plato maupun Xenophon mendiskusikan bahaya minuman keras dalam sebuah simposium. Dalam kata-kata Xenophon, yang disuarakan oleh Socrates:
"Jika kita menenggak minuman keras dalam jumlah yang sangat banyak, tidak lama kemudian tubuh dan pikiran kita akan lumpuh, dan kita bahkan tidak akan mampu menarik napas, apalagi berbicara dengan bijaksana."
Namun faktanya tidak selalu demikian, Banyak vas berisi adegan-adegan dari simposium yang menunjukkan bahwa pesta-pesta ini sering kali menjadi liar.
Satu vas menggambarkan seorang pria yang muntah saat seorang budak memegang rambutnya. Vas lainnya menunjukkan para pria menari dengan gaun yang mereka curi dari istri mereka.
Simposium Plato
Menurut Zoe, tidak sembarang orang dapat mengadakan atau menghadiri simposium. Hanya orang-orang dari kelas bangsawan atau aristokrat saja yang dapat merayakannya.
Dengan kata lain, jika Anda adalah orang kesohor di abad sebelum masehi, boleh jadi Anda adalah tuan rumah atau tamu simposium.
“Salah satu tamu terkenal yang kemudian menulis tentang simposium adalah filsuf Yunani terkenal, Plato,” jelas Zoe. Plato adalah murid Socrates dan kemudian menjadi guru Aristoteles.
Pada abad ke-4 SM, Plato menulis Symposium, sebuah kompilasi pidato dari sebuah simposium fiksi. Socrates adalah salah satu karakter yang menghadiri acara fiksi ini, di mana para tamu menghabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan cinta.
Plato percaya bahwa cinta melampaui jenis kelamin dan hasrat fisik. Dalam dialognya, salah satu tamu, Phaedrus, mengatakan bahwa cinta adalah Tuhan tertua dan motivator nomor satu bagi manusia untuk menjadi lebih baik.
Pausanias, tamu lainnya, menimpali ucapan Phaedrus dengan mendiskusikan perbedaan antara “Cinta Biasa” dan “Cinta Srugawi”. Cinta Biasa mengacu pada hasrat fisik atau nafsu. Sedangkan Cinta Surgawi yang mengacu pada cinta antara seorang pria yang lebih tua dan seorang anak laki-laki.
Bagi Pausanias, ketika seorang anak laki-laki melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang lebih tua, ia akan mendapatkan pengetahuan, kebijaksanaan, dan kebajikan.
Agaknya, hal ini sulit untuk didengar saat ini. Cinta Surgawi ini tampaknya lebih menunjukkan pedofilia. Namun, Zoe menjelaskan, ini bukanlah praktik yang tidak biasa di Yunani kuno.
“Biasanya, anak laki-laki muda ditugaskan dengan mentor laki-laki yang lebih tua yang mengajarkan mereka berbagai hal, termasuk seks,” terang Zoe.
Tamu lain di Simposium Plato, seorang dokter bernama Eryximachus, menyatakan bahwa cinta itu luas. Menurutnya, orang dapat menemukan cinta melalui seni, musik, lagu, dan bahkan kedokteran (keahliannya).
Penulis drama komik terkenal, Aristophanes, juga turut buka suara. Ia menjelaskan cinta melalui mitos yang sangat populer di masa itu.
Aristophanes berkisah, pada awalnya manusia memiliki empat lengan dan kaki. Zeus, yang marah pada mereka karena suatu alasan, memotong manusia menjadi dua. Sejak saat itu, setiap manusia merindukan bagian tubuh mereka yang hilang (secara harfiah dan kiasan).
Tidak jelas apakah Plato tidak setuju dengan Phaedrus atau Eryximachus. Namun, Plato, melalui ucapan Socrates, menegaskan bahwa cinta bukanlah tuhan, melainkan sebuah spirit yang dimiliki oleh manusia dan calon kekasih atau pasangannya.
Cinta adalah sesuatu yang lebih besar dari diri kita semua dan kita harus berusaha untuk merasakan spirit itu dengan manusia lain.
Di sela-sela diskusi, ada adegan lucu di mana seorang tamu, Alcibiades, menjadi terlalu mabuk dan mencoba merayu Socrates. Namun Socrates tidak percaya pada hasrat fisik dan segera menolaknya sebelum situasi menjadi tidak terkendali.
“Simposium Plato adalah satu-satunya referensi sastra tentang simposium yang dapat dipelajari oleh para cendekiawan dan sejarawan,” jelas Zoe. “Plato memberi kita gambaran yang luar biasa tentang suasana pesta yang mewah dan intelektual ini.”