Muhammad Abrar dalam Diskusi Sisir Pesisir: Terumbu Karang Barat Sumatra dan Selatan Indonesia Lebih Rentan

By Utomo Priyambodo, Selasa, 18 Juli 2023 | 18:00 WIB
Muhammad Abrar, Peneliti Senior Bio-Ekologi Terumbu Karang di Pusat Riset Oseanografi BRIN, turut menandatangani komitmen kolaborasi dalam program Sisir Pesisir yang digagas National Geographic Indonesia. (Warsono)

Nationalgeographic.co.id—Salah satu peneliti yang turut memberikan pemaparan ilmiah dalam Diskusi Kelompok Terpumpun Sisir Pesisir pada pertengahan Juli lalu adalah Muhammad Abrar. Abrar adalah Peneliti Senior Bio-Ekologi Terumbu Karang di Pusat Riset Oseanografi BRIN.

Dalam pemaparannya itu, peneliti yang berfokus pada riset terumbu karang itu mengatakan bahwa Indonesia memiliki hamparan terumbu karang dengan luas total sekitar 25 juta hektare. "Dan sekitar 14% berkontribusi terhadap terumbu karang dunia."

Yang menarik di sini, kata Abrar, terumbu karang Indonesia merupakan jantung dari pusat keanekaragaman terumbu karang yang dikenal sebagai Coral Triangle. "Indonesia sendiri menjadi jantungnya Coral Triangle dan 65% berkontribusi untuk wilayah Coral Triangle tersebut," ucap Abrar.

Meski populasi terumbu karang tersebar di seluruh dunia, 76% spesies terumbu karang dunia dapat dijumpai di area Coral Triangle ini. Segitiga Terumbu Karang atau Coral Triangle adalah kawasan laut di bagian barat Samudera Pasifik dengan keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi. Tak hanya keanekaragaman terumbu karang, tetapi juga keanekaragaman ikan-ikan dan spesies laut lainnya.

Abrar memaparkan, secara distribusi terumbu karangnya, wilayah seluruh dunia dapat terbagi atas 114 eko-region terumbu karang. "Sekitar 14 area (eko-region) ada di Indonesia," kata Abrar.

Ada banyak faktor yang bisa menjadi ancaman terhadap ekosistem terumbu karang di Indonesia. Salah satu faktor antropogenik yang jarang dibahas, menurut Abrar, adalah sektor pariwisata. Dia mengaku pernah melihat orang-orang yang sedang snorkeling dengan santainya menginjak-injak terumbu karang.

Selain itu, faktor ancaman lainnya adalah perubahan iklim. "Ada tren suhu air laut itu meningkat," kata Abrar. Pemanasan air laut ini juga berdampak pada terjadinya pemutihan terumbu karang (bleaching).

"Ada beberapa region di Indonesia, pemanasan air laut sangat berdampak terhadap pemutihan terumbu karang Indonesia, terutama di pesisir barat Sumatra dan selatan Indonesia," papar Abrar.

"Yang daerah-daerah timur relatif lebih terjaga dari pemutihan. Nah ini memang satu kondisi juga yang menarik," seru Abrar.

Muhammad Abrar, peneliti terumbu karang dari BRIN, mengikuti acara Diskusi Kelompok Terpumpun Sisir Pesisir. (Warsono)

Abrar menjelaskan mengapa pemanasan global ini berdampak pada rusak atau hancurnya terumbu karang di laut. "Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, peningkatan CO2 di air, menurunkan pH air laut," papar Abrar.

Penurunan pH air laut atau pengasaman air laut ini membuat pembentukan rangka kapur terumbu karang terganggu. Akibatnya, terumbu jadi keropos dan mudah patah.

Pengasaman air laut juga membuat pertumbuhan terumbu karang itu jadi melambat. Selain itu, proses metabolisme dan reproduksi karang juga jadi menurun.

Terkait program Sisir Pesisir nanti, Abrar mengatakan pentingnya membangun jaringan agar bisa mendapatkan banyak data dalam kegiatan pemantauan atau survei terumbu karang di berbagai pesisir di Indonesia.

Abrar memberi contoh kegiatan pemantauan karang yang pernah dilakukan oleh Yayasan Reef Check Indonesia pada tahun 2016. Mereka menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP) dan juga dibantu oleh para peneliti BRIN (dulu LIPI). Selain itu, mereka juga melibatkan peran komunitas atau masyarakat setempat.

"Di 2016 ini dengan membangun networking itu, yang melaporkannya cukup banyak. Ini rata-rata dilakukan oleh divers (penyelam), oleh orang-orang yang snorkeling, oleh penumpang boat. Jadi cukup banyak data yang terkumpul karena banyak yang melaporkan dan hampir di seluruh perairan Indonesia," papar Abrar.

"Mungkin kekuatan ini yang saya kira Sisir Pesisir akan bangun nanti. Saya kira ini sangat bagus sekali. Yang penting bagaimana membangun jejaringnya ke depan," tegasnya.

"Dengan Indonesa yang begitu luas," ucap Abrar, "tapi dengan kekuatan citizen scientific tadi, data-datanya bisa dikumpulkan bersama."

Dalam diskusi ini Abrar berharap semoga kekuatan sains khalayak (citizen science) bisa terbentuk lewat program Sisir Pesisir nanti. Hal ini tentunya akan sangat berguna untuk kegiatan pemantauan terumbu karang di Indonesia secara berkelanjutan.

Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.