Ketiga candi kecil ini memiliki ruang dan terdapat semacam jendela yang dilubangi berbentuk belah ketupat. Atapnya terdiri atas tiga tingkatan didekorasi dengan indah dengan banyak deretan ratna. Tampak arca lembu Nandini kendaraan Dewa Siswa di salah satu Candi perwara yang berada ditengah.
Candi utama memiliki tata letak persegi. Pintu masuk garbhagriha ada di sisi barat, dengan dua buah relung gawang seperti jendela di kedua sisinya. Dinding utara, timur, dan selatan memiliki tiga relung di setiap sisi yang dihiasi dengan desain kala-makara.
Relung tengah sedikit lebih tinggi dari dua relung mengapit lainnya. Relung-relung ini kini kosong yang dulunya diyakini sebagai tempat hiasan arca para dewa.
Pintu candi utama berada 1,2 m di atas permukaan tanah dan dengan demikian tangga membantu untuk mencapai pintu masuk. Pada bagian atas pintu terdapat ukiran Kala Makara di kedua sisi gapura.
Pola Kala Makara ini biasa terlihat di kuil-kuil kuno di Jawa. Kedua kepala Kala tidak dilengkapi rahang bawah. Sejarah menilai kekhasan ini terdapat pada candi-candi lain di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kala Makara merupakan dua kekuatan yang ada di alam. Kala sebagai kekuatan matahari dan Makara sebagai kekuatan bumi.
Di dalam candi utama memiliki ruangan yang paling besar diantara candi yang lain. Tepat ditengah ruangan terdapat lingga dan yoni yang disangga oleh figur ular sendok. Mahkluk mitologi ini melambangkan penyangga bumi. Sementara, penyatuan lingga dan yoni melambangkan penyatuan suci Dewa Siwa dan permaisurinya Dewi Parwati shaktinya.
Batuan bangunan Candi Ijo yang digunakan sama dengan batuan asal candi lain pada masa Kerajaan Matam Kuno yaitu Candi Prambanan. Batu Andesit yang terbentuk dari batuan beku berasal dari magma digunakan sebagai bahan pembuat candi.
Upaya pelestarian Candi Ijo terus berlanjut hingga saat ini. Baik pemugaran struktur candi maupun teras terus dilakukan karena masih banyak temuan dalam kondisi runtuh.