Bagaimana Cara Kekaisaran Mongol Menjadi Pelopor Inovasi di Zamannya?

By Sysilia Tanhati, Jumat, 28 Juli 2023 | 16:00 WIB
Di masanya, Kekaisaran Mongol merupakan kekaisaran hebat yang terus memperluas wilayahnya. Mereka menjadi pelopor inovasi di masanya. (Mōko Shūrai Ekotoba)

Nationalgeographic.co.id - Di masanya, Kekaisaran Mongol merupakan kekaisaran hebat yang terus memperluas wilayahnya. Mereka menebar teror demi menaklukkan wilayah Asia dan Eropa. Pasukannya meninggalkan jejak kehancuran di belakang mereka. Meski demikian, mereka menjadi pelopor inovasi dalam sejarah dunia.

Setelah pasukannya menghancurkan lawan, para pemimpin Mongol berusaha menghidupkan kembali perdagangan. Mereka membangun kembali industri untuk menciptakan kemakmuran. Seperti begitu banyak penakluk, mereka menarik pajak. “Kekaisaran Mongol berusaha meraih tujuan akhirnya: pemerintahan atas semua peradaban manusia,” tulis Nicholas Morton di laman History.

Untuk tujuan ini, bangsa Mongol berusaha keras untuk merekrut perajin dan pedagang terampil yang bermanfaat bagi kekaisaran. Mereka membawa para ahli dari mana saja. Beberapa, termasuk Marco Polo, memasuki Kekaisaran Mongol secara sukarela. Para ahli menawarkan jasa mereka sebagai penerjemah, diplomat, atau pedagang.

Dalam usahanya untuk memerintah peradaban manusia, Kekaisaran Mongol juga menjadi pelopor inovasi dalam sejarah dunia.

Kekaisaran Mongol mendirikan pusat penelitian, membuka jalan bagi kemajuan ilmu pengetahuan

Para pemimpin bangsa Mongol menganggap intelektual dan cendekiawan sebagai aset penting. Para ahli direkrut demi kemajuan Kekaisaran Mongol.

Pada tahun 1260-an, Hulegu, komandan Mongol dan cucu Genghis Khan, mendirikan pusat penelitian bagi para pemikir di seluruh Eurasia. Hulegu ingin para intelektual ini menggunakan bakatnya dalam pengabdiannya. Sang komandan juga berharap mereka mau mengabdikan diri untuk mempelajari alkimia, astrologi, dan ilmu lainnya.

Tujuannya tidak semuanya tercapai. Namun dengan mengumpulkan pemikir yang sangat terlatih, dia membuka jalan bagi kemajuan di Kekaisaran Mongol.

Hulagu juga bekerja sama dengan astronom Persia Nasir al-Din al-Tusi untuk membangun Observatorium Maragha. “Di masanya, itu adalah salah satu observatorium tercanggih di dunia saat itu,” ungkap Morton.

Kekaisaran Mongol menyebarkan teknologi senjata

Sementara beberapa teknologi militer bergerak ke arah barat, yang lain menuju ke timur. Selama tahun 1270-an, penguasa Mongol di Timur Dekat mengirim insinyur Muslim yang mampu membangun ketapel pengepungan canggih ke Tiongkok. Ketapel itu digunakan untuk membantu penggulingan terakhir Dinasti Song oleh Kekaisaran Mongol.

Kekaisaran Mongol mempercepat perdagangan dan perluasan penemuan baru

Kekaisaran Mongol mendorong perdagangan bebas dan sering mengambil barang dari satu kerajaan dan memperkenalkannya ke kerajaan lain. Tindakan mereka itu membuka pasar baru. Dengan demikian, ekonomi pun ikut berkembang.

Penaklukan Mongol atas Tiongkok berarti bahwa teknologi Tiongkok dapat semakin menyebar berkat luasnya jaringan Kekaisaran Mongol.

Ketika Mongol hendak merebut kota kembar Xiangyang dan Fancheng dari Kekaisaran Tiongkok, manjanik yang diperkenalkan oleh peradaban muslim dipakai. Inilah yang menyebabkan kemenangan mereka. (Rashid Al-Din Hamadani)

Seperti yang ditunjukkan oleh Timothy May dalam The Mongol Art of War, contoh utamanya adalah bubuk mesiu. Sedikit yang diketahui tentang bagaimana tepatnya teknologi mesiu menyebar dari Kekaisaran Tiongkok ke dunia yang lebih luas. Namun pada periode inilah teknologi itu mencapai Mediterania lalu ke Kekaisaran Bizantium, dan wilayah lain.

Ahmad al-Hassan menunjukkan dalam sebuah studi tahun 2003, bahwa beberapa bagian dunia Muslim telah memiliki akses ke bubuk mesiu. Meski begitu, munculnya Kekaisaran Mongol tampaknya telah mempercepat difusi teknologi ini secara substansial.

Kekaisaran Mongol mengorganisir pasukan yang sangat efisien

Sementara lawan, bangsa Mongol bekerja keras untuk belajar dari kekaisaran yang tangguh. Pada tahun 1245, Fransiskan Friar John dari Plano Carpini dikirim oleh Paus Innosensius IV dalam sebuah misi ke stepa Eurasia. Ia diutus untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin tentang Kekaisaran Mongol.

Ketika John kembali ke Italia, dia mempresentasikan laporan suram yang menggambarkan skala dan kemanjuran mesin perang Mongol. Ia menasihati para penguasa untuk belajar dari model mereka, yang dikenal sebagai sistem desimal. Menurut pendekatan ini, regu yang terdiri dari 10 tentara diorganisir menjadi kompi yang terdiri dari 100. Kemudian diorganisir menjadi formasi 1.000 dan seterusnya.

John merasa bahwa hanya pasukan yang disusun dengan cara yang sama yang memiliki peluang untuk mengalahkan Kekaisaran Mongol dalam pertempuran. Nasihatnya diabaikan, tetapi kekuatan lain memanfaatkan sistem ini dengan sangat efektif.

Kekaisaran Mongol bereksperimen dengan uang kertas

Bangsa Mongol bereksperimen dengan penggunaan uang kertas, yang awalnya berkembang di Tiongkok. Marco Polo mendokumentasikannya dalam tulisan-tulisannya. Berdasarkan dokumentasi, pemimpin Mongol di Timur Dekat menyebarkan bentuk mata uang baru di emporium perdagangan utama mereka di Tabriz.

Mereka bersikeras bahwa orang-orang menggunakannya dengan ancaman kematian. Hasilnya adalah malapetaka, karena masyarakat setempat menolak untuk mempercayai uang kertas baru tersebut.

Namun, peristiwa itu tetap menjadi contoh keinginan orang Mongol untuk bereksperimen dengan rakyat yang mereka jajah.

Kekaisaran mongol juga (secara tidak sengaja) menyebarkan penyakit

Penaklukan Kekaisaran Mongol berkontribusi pada inovasi baru. Namun ternyata, bukan hanya gagasan yang melintasi jarak yang sangat jauh selama periode ini. Bangkitnya Kekaisaran Mongol juga memungkinkan penyebaran wabah Black Death.

Seperti yang diungkapkan oleh Monica Green dalam studi tahun 2020, wabah ini mungkin telah ditularkan oleh hewan pengerat dan kutu mereka. Semua itu secara tidak sengaja dibawa oleh tentara dan pedagang Mongol keluar dari pegunungan Tian Shan. Akhirnya, hewan pengerat dan kutu menginfeksi komunitas, baik di dalam kekaisaran maupun di luar perbatasannya.

Seiring waktu, Kekaisaran Mongol terpecah menjadi beberapa wilayah yang bertikai. Pasalnya, dinasti-dinasti utamanya bersaing satu sama lain untuk menguasai wilayahnya yang luas. Penguasa baru muncul, seringkali mengadopsi budaya dan kepercayaan penduduk di bawah kendali mereka. Hal ini yang memperdalam perpecahan di dalam kekaisaran.

Di masa keemasan Kekaisaran Mongol, gagasan, agama, dan penyakit menyebar dengan cepat dari satu ujung benua ke ujung lainnya. Tidak salah jika bangsa itu dianggap sebagai pelopor inovasi di masanya.