Akan tetapi, sepertinya rencana Frederick II sedikit bergeser setelah kematian tragis Isabella saat melahirkan pada Mei 1228 M. Frederick memutuskan untuk memerintah untuk putranya yang baru lahir menggantikan ayah mertuanya John dari Brienne.
John yang telah memimpin pasukan Perang Salib Kelima yang gagal, tidak senang digulingkan dari kekuasaan dan bersumpah akan membalas dendam.
Frederick bukan tanpa oposisi lain di kerajaan Yerusalem. Ada banyak bangsawan juga menolak perubahan status quo politik.
Rencana Frederick untuk mendistribusikan kembali tanah warisan tertentu, serta promosi atas tatanan militer Ksatria Teutonik merupakan poin penting.
Frederick dan pasukannya berbaris dari Acre ke Jaffa pada awal 1229 M. Mereka menimbulkan ancaman yang telah dijanjikan sejak Perang Salib Kelima. Pada saat yang sama, al-Kamil menghadapi saingain di dalam koalisinya yang berbahaya di Dinasti Ayyubiyah.
Dalam dua tahun terakhir, saudara laki-laki Sultan sendiri, al-Mu'azzam (emir Damaskus) telah bergabung dengan tentara bayaran Turki yang ganas, Khawarizm. Mereka mengancam wilayah al-Kamil di Irak utara.
Al-Mu'azzam meninggal karena disentri pada tahun 1227 M. Akan tetapi ancaman dari para pengikutnya, terutama terhadap ambisi al-Kamil di Damaskus al-Nasir Dawud, tetap ada.
Damaskus saat ini dipimpin oleh keponakan pemberontak al-Kamil. Akibatnya, kedua pemimpin memilih jalur diplomasi. Mereka ingin menghindari perang yang akan sangat merusak kepentingan komersial kedua belah pihak di wilayah tersebut.
Sementara itu, Frederick II terbantu dalam upaya diplomatiknya dengan pengetahuannya tentang bahasa Arab dan pemahamannya terhadap budaya. Kaisar Romawi Suci ini bahkan memiliki korps pengawal Muslim pribadinya sendiri dan juga harem.
Di sisi lain, Al-Kamil telah menawarkan Yerusalem sebagai alat tawar-menawar selama negosiasi dengan Pasukan Salib kelima. Jika perlu, dia selalu dapat merebut kembali Yerusalem setelah Pasukan Salib berangkat kembali ke Eropa.