Tampaknya kedua pemimpin itu sangat ingin melindungi kerajaan mereka sendiri. Terutama aset mereka yang jauh lebih penting di tempat lain daripada pertengkaran atas Tanah Suci Yerusalem.
Pada saat yang sama, setiap keuntungan dapat dimaksimalkan dan konsesi diminimalkan saat menyajikan kesepakatan kepada setiap pengikut pemimpin.
Pada tanggal 18 Februari 1229 M, Perjanjian Jaffa ditandatangani antara kedua pemimpin. Perjanjian itu mengizinkan orang Kristen menduduki kembali tempat-tempat suci Yerusalem, kecuali kawasan Kuil yang tetap berada di bawah kendali otoritas keagamaan Muslim.
Penduduk Muslim harus meninggalkan kota, tetapi dapat mengunjungi tempat-tempat suci untuk berziarah. Di bawah ketentuan perjanjian yang terperinci.
Tidak ada konstruksi baru atau bahkan penambahan artistik yang diizinkan di tempat-tempat suci tersebut. Juga tidak ada benteng yang dapat dibangun, walaupun nantinya akan diperdebatkan bahwa ini berlaku untuk Yerusalem.
Perjanjian itu mengatur situs penting lainnya yang sangat penting bagi orang Kristen seperti Bethlehem dan Nazareth.
Sebagai imbalan atas perjanjian itu, Sultan mendapat jaminan gencatan senjata 10 tahun. Frederick II juga berjanji akan membela kepentingan al-Kamil dari semua musuh, bahkan ancaman dari Gereja Katolik Roma.