Sejarah Perang Salib: Kaum Katar, Penantang Otoritas Gereja Katolik

By Ricky Jenihansen, Kamis, 3 Agustus 2023 | 09:00 WIB
Ilustrasi abad ke-15 M pembantaian orang kristen sesat di Prancis selatan dalam sejarah Perang Salib Kataris. (British Library)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah Perang Salib memang dipenuhi dengan kisah tragis dan pertumpahan darah. Akan tetapi, pembantaian Kaum Katar menjadi satu-satunya perang sesama orang Kristen yang paling tragis sebelum penjarahan Konstantinopel.

Kaum Katar atau Kaum Kataris dari bahasa Yunani Katharoi untuk "yang murni", adalah sekte dalam agama Kristen abad pertengahan.

Sekte ini berkembang pada abad ke-12 di Prancis Selatan, dan yang menjadi masalah adalah, sekte ini menantang otoritas Gereja Katolik.

Sekte ini sebenarnya awalnya cukup kecil dan mereka hidup dalam kesederhanaan, anti kemapanan. Tidak seperti otoritas Gereja Katolik yang menerapkan sistem pajak yang memberatkan.

Tapi siapa yang mengira, sekte sederhana ini nanti akan menjadi bagian kisah paling tragis dalam sejarah Perang Salib. Kaum Katar akan dibantai, dikejar-kejar, dijarah dan bahkan dimutilasi dengan kejam hingga dibakar hidup-hidup.

Kaum Katar yang Sederhana

Kaum Katar juga dikenal sebagai Albigensian, nama yang diambil dari nama kota Albi. Kota tersebut merupakan pusat kepercayaan Kaum Katar yang kuat, menurut catatan World History Encyclopedia.

Pendeta Katar hidup sederhana, tidak memiliki harta benda, tidak mengenakan pajak atau hukuman seperti Gereja Katolik.

Pedeta Katar juga menganggap laki-laki dan perempuan setara, aspek-aspek iman yang menarik bagi banyak orang yang pada saat itu yang kecewa dengan Gereja Katolik.

Keyakinan Katar pada akhirnya berasal dari agama Persia Manichaeisme. Ajaran tersebut masuk melalui sekte agama lain yang berasal dari Bulgaria yang dikenal sebagai Bogomil. Sekte itu memadukan Manichaeisme dengan Kristen.

Kaum Katar percaya bahwa setan telah menipu sejumlah malaikat agar jatuh dari surga dan kemudian membungkus mereka dalam tubuh.

Tujuan hidup adalah untuk meninggalkan kesenangan dan bujukan dunia dan, melalui inkarnasi yang berulang-ulang, kembali ke surga. Untuk tujuan ini, Kaum Katar memiliki hierarki yang ketat:

  1. Perfecti – mereka yang telah meninggalkan dunia, para imam dan uskup.
  2. Credentes – orang yang percaya, namun masih berinteraksi dengan dunia tetapi berusaha menuju pelepasan keduniawian.
  3. Simpatisan – orang yang tidak percaya, tapi membantu dan mendukung komunitas Kataris.

Kaum Katar dibantai, dijarah, dimutilasi hingga dibakar hidup-hidup oleh Pasukan Salib. Kisah yang paling tragis dalam sejarah Perang Salib. (Chatar)

Kaum Katar menolak ajaran Gereja Katolik dan menyebutnya sebagai tidak bermoral. Bahkan menurut ajaran kaum Katar, sebagian besar ayat dalam dalam Alkitab diilhami oleh Setan.

Mereka menolak Gereja Katolik karena apa yang mereka lihat sebagai kemunafikan para pendeta dan akuisisi Gereja atas tanah dan kekayaan.

Atas semua itu, Gereja Katolik Roma menanggapinya dengan mengutuk kaum Katar sebagai orang Kristen sesat. Gereja Katolik Roma kemudian menyerukan dan memulai sejarah Perang Salib pertama kalinya melawan sesama Kristen.

Pada akhirnya, kaum Katar dibantai dalam Perang Salib Albigensian (1209-1229) yang juga menghancurkan kota-kota, kota-kota kecil, dan budaya Prancis selatan.

Asal dan Keyakinan Kaum Katar

Hampir semua yang diketahui tentang kaum Katar berasal dari tuduhan “sesat” yang bersumber dari para pendeta Gereja Katolik Roma. Kemudian apa yang terjadi dalam sejarah Perang Salib Albigesian.

Akan tetapi, struktur kepercayaan mereka dapat dengan mudah ditelusuri kembali ke Manichaeisme. Kepercayaan itu telah melakukan perjalanan melalui Jalur Sutra dari Kekaisaran Bizantium dan Timur Tengah ke Eropa.

Manichaeisme kemudian terjalin dengan kepercayaan lokal, dan dalam keadaan tertentu, dengan kepercayaan dan simbolisme Kristen.

Pandangan konservatif dari Gereja Katolik adalah bahwa ada satu Tuhan dengan tiga aspek atau dikenal dengan trinitas, yaitu Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Akan tetapi, pandangan konservatif ini bukan bagian dari ajaran Kristen awal dan tidak diterima secara umum sampai setelah Konsili Nicea pada tahun 325.

Konsili Nicea diselenggarakan oleh Constantine, kaisar Kristen pertama di Roma yang memutuskan untuk mendukungnya.

Bahkan kemudian, interpretasi Konsili Nicea tentang ajaran Kristen bersaing dengan ajaran Kristen lain selama berabad-abad.

Apa yang disebut gerakan sesat Abad Pertengahan seperti Bogomil, Kataris, dan Waldensia hanyalah tantangan terbaru bagi Gereja.

Masalahnya adalah, gerakan terakhir ini secara signifikan menentang ajaran Gereja Katolik. Mereka adalah yang pertama menempatkan diri sebagai alternatif yang sah dari ajaran Gereja Katolik, karena tidak sesuai lagi dengan ajaran Kristen awal.

Ajaran Trinitas dalam Gereja Katolik sebenarnya tidak dikenal sebelum Konsili Nicea dan tidak sesuai dengan ajaran Kristen Awal. (Public Domain)

Keyakinan Katar termasuk:

Pengakuan prinsip feminin dalam ketuhanan - Tuhan adalah laki-laki dan perempuan. Aspek feminin Tuhan adalah Sophia, "kebijaksanaan". Keyakinan ini mendorong kesetaraan jenis kelamin dalam komunitas Katar.

Di sisi lain, sebenarnya apa yang dilakukan Gereja Katolik Roma terhadap Kaum Katar, bertolak belakang dengan yang dilakukan Gereja Katolik Roma pada ajaran sesat lainnya.

Ajaran sesat sebelumnya seperti Arianisme, meski masih dikutuk, setidaknya menganut dogma esensial Gereja Katolik yang sama.

Sementara kaum Katar, benar-benar menolak dan menentang setiap aspek Gereja, termasuk sebagian besar kitab dalam Alkitab.

Sejarawan Malcolm Barber mencatat, Kaum Katar percaya bahwa iblis adalah penulis Perjanjian Lama.

"(Akan tetapi) itu tidak termasuk Ayub, Mazmur, kitab Salomo (Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung), Kitab Yesus anak Sirakh (lebih dikenal sebagai Kitab Pengkhotbah), dari Yesaya, Yehezkiel, Daud, dan dari dua belas nabi," tulisnya.