Film Kisah Perundungan di Yogyakarta Akan Tayang di Toronto Kanada

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 5 Agustus 2023 | 07:00 WIB
Konferensi Pers Film Budi Pekerti di Epicentrum Walk XXI di Jakarta, pada 5 Agustus 2023. (Utomo Priyambodo)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah film Indonesia berjudul Budi Pekerti akan tayang perdana secara global (world premiere) di Toronto International Film Festival (TIFF) pada awal September 2023. Cerita film bergenre drama ini ditulis dan disutradarai oleh Wregas Bhanuteja, sutradara Indonesia pertama yang pernah meraih penghargaan di Cannes Film Festival, festival film internasional lainnya.

Wregas mengungkapkan film ini mengangkat kisah perundungan yang mengambil Yogyakarta sebagai latar tempatnya. "Budi Pekerti bercerita tentang seorang guru BK (bimbingan dan konseling) bernama Bu Prani yang terlibat suatu permasalahan perselisihan dengan seorang pengunjung pasar," ujar Wregas di acara Konferensi Pers Film Budi Pekerti di Jakarta pada Jumat, 4 Agustus 2023.

"Video kemarahannya viral di media sosial dan dia mendapat perundungan di publik, perundungan di media sosial, karena karakternya dianggap tidak layak memenuhi kriteria seorang guru. Dia dan keluarganya mendapat perundungan, dicari-cari kesalahan lainnya, sehingga dia pun terancam kehilangan pekerjaannya sebagai seorang guru," papar Wregas.

Wregas membuat cerita film ini sebagai respons atas banyaknya sosok di Indonesia yang kehidupannya menjadi viral setelah sebuah videonya tersebar ke dunia maya. Video yang menampilkan kelakukannya yang dianggap tidak baik.

"Videonya selama 15 detik ketika marah, ketika mengumpat, ketika dianggap berkelakuan tidak baik, mendapat bullying dari warganet. Kehidupannya terancam kehilangan pekerjaannya, sampai bahkan ada yang harus pindah rumah karena tetangga-tetangganya ikut mengecam dan merundung dia. Film ini adalah refleksi akan fenomena tersebut," ujar Wregas.

Wregas mengambil Kota Yogyakarta sebagai latar cerita film ini. Alasannya sederhana, karena dia telah mengenal baik kota ini dan masyarakatnya sejak dia lahir.

"Karena saya tumbuh besar di Jogja. Jadi ini lingkungan yang saya kenal sehari-hari semuanya. Dan juga ini sebagai suatu mass tribute untuk masa kecil saya dan orang-orang di sekitar saya di mana saya pernah tinggal," tutur sutradara peraih peraih Piala Citra 2021 untuk kategori Sutradara Terbaik dan Penulis Skenario Asli Terbaik itu.

Meski berlatar di Yogyakarta, bukan berarti praktik perundungan merupakan bagian dari budaya Jawa ataupun budaya Yogyakarta. Praktik perundungan itu nyatanya merupakan fenomena sosial yang terjadi di mana-mana di Indonesia, termasuk di Kota Pelajar itu.

"Soal kultur budaya Jawa [dalam film ini] ada, tetapi justru sentralnya bukan di situ. Ini lebih universal, membicarakan soal Indoensia. Tidak spesifik ke budaya tertentu. Jogja hanya menjadi latar," ujar Wregas.

"Dan di sini saya pengen bilang bahwa fenomena seperti ini yang melatarbelakangi film Budi Pekerti tidak hanya terjadi di kota seperti Jakarta, tetapi di berbagai daerah, salah satunya ya di kampung halaman saya ini."

"Agar semakin banyak orang bisa relate, agar semakin banyak orang merasa dekat dengan film ini, maka setting Jogja saya pilih," kata sutradara muda kelahiran tahun 1992 itu.

Dalam acara konferensi pers ini, Wregas juga memperkenalkan para pemain utama film Budi Pekerti beserta karakternya masing-masing. Mereka adalah Sha Ine Febriyanti berperan sebagai Bu Prani; Angga Yunanda dan Prilly Latuconsina sebagai Muklas dan Tita, anak-anak Bu Prani; Dwi Sasono sebagai Pak Didit, suami Bu Prani; Omara Esteghlal sebagai Gora; dan Ari Lesmana sebagai Tunas.

Yang menarik, para aktor dan aktris tersebut "dipaksa" untuk bisa berbicara bahasa Jawa dalam memerankan karakter mereka di film ini. Selama berbulan-bulan mereka diajari menulis dan berbicara bahasa Jawa.

"Ini adalah 50 persen bahasa jawa dan 50 persen bahasa Indonesia. Tentu saja orang Jogja banyak mempraktikan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Tapi tentunya dalam institusi-institusi formal, seperti di sekolah, biasanya menggunakan bahasa Indonesia," ujar Wregas.

"Saya bersyukur para pemain ini menghabiskan tiga bulan belajar bahasa Jawa. Mulai dari nulis aksara Jawa. Seorang coach kita yang bernama Mas Bayu Bening, yang khusus memberikan dialek bahasa Jawa, itu berproses berhari-hari, berbulan-berbulan bersama mereka, mulai dari nulis aksara Jawa sampai memberikan aksen bahasa Jawa."

Film Budi Pekerti ini merupakan film cerita panjang kedua yang ditulis dan disutradarai Wregas. Film ini diproduksi oleh Rekata Studio bekerja sama dengan Kaninga Pictures dan didukung oleh KG Media, Hwallywood, Momo Films, dan Masih Belajar.

Adi Ekatama dari Rekata Studio yang menjadi produser film ini, menyatakan senang dan bangga telah terlibat proses pembuatan film ini. Dia juga bangga bahwa film ini bisa masuk dalam program Discovery di Toronto International Film Festival (TIFF) 2023 di Kanada. Discovery di TIFF adalah program yang khusus memperkenalkan dan mengapresiasi karya pertama atau kedua dari para sutradara visioner terkenal, seperti Christopher Nolan, Yorgos Lanthimos, Warwick Thornton, Joachim Trier, dan David Gordon Green. Tahun ini, program Discovery menampilkan 26 film dari 25 negara, termasuk film Budi Pekerti yang diproduseri oleh Adi Ekatama, Ridla An-Nuur, Willawati, dan Nurita Anandia.

“Saya berharap lewat film ini bisa membuat penonton film di sana semakin penasaran dan ingin menonton film-film Indonesia. Harapan saya untuk Wregas juga semoga ia bisa mengikuti jejak kesuksesan filmmaker yang film pertama dan keduanya juga pernah terpilih di program Discovery TIFF ini,” ucap Adi.

Filosofi Titik di antara Budi dan Pekerti

Dalam konferensi pers ini ditampilkan pula teaser poster film Budi Pekerti. Dalam poster tersebut ada sosok Angga Yunanda, Sha Ine Febriyanti, Dwi Sasono, dan Prilly Latuconsina dengan karakter peran masing-masing sedang berpose dengan latar tempat bagian belakang sebuah rumah yang penuh barang, seperti ember yang tergantung di atas umur, rak piring yang penuh alat makan, serta kota P3K yang berisi banyak obat-obatan.

Yang menarik dari teaser poster ini ada tanda titik (.) di antara kata "Budi" dan "Pekerti" yang menjadi judul film ini. Wregas mengatakan bahwa tanda titik itu bisa menjadi penanda atau pemisah dari dua kata tersebut.

Budi pekerti adalah kata majemuk yang terdiri dua kata berbeda. "Budi berhubungan dengan jiwa. Pekerti berhubungan lebih ke akar pikir dan perilaku," kata Wregas.

"Jadi saya pengen memberi penghormatan kepada dua definisi yang sangat bagus ini. Yang kalau budi pekerti ini kalau ditransfer ke bahasa lain mungkin terjemahannya kurang literal atau kurang cocok. Manners atau ethics itu mungkin kurang cocok. Jadi budi pekerti ini adalah suatu kata yang sangat indah," ujar Wregas yang mengatakan dirinya sangat mengagumi bahasa Indonesia.

Dalam pemutaran film dunia di Toronto, Kanada, nanti, film Budi Pekerti akan memakai kata Andragogy sebagai judul internasionalnya. Dalam bahasa Indonesia, andragogy memiliki terjemahan kata andragogi yang berarti metode dan praktik mengajar pelajar dewasa atau pendidikan orang dewasa.

Wregas mengaku dirinya memang juga ingin memotret masalah pendidikan karakter dan pendidikan kehidupan dalam film ini. "Saya ingin mendiskusikan bagaimana seharusnya kita menyikapi pendidikan agar membuat sesama manusia menjadi pribadi yang lebih baik.”