Nationalgeographic.co.id—Sejarah Mesir kuno menyimpan banyak hal menarik. Salah satunya adalah kisah Cleopatra, ratu Mesir ikonik yang namanya sendiri membangkitkan citra kecantikan, kecerdasan, dan intrik yang tak tertandingi.
Dia telah menjadi subjek interpretasi yang tak terhitung jumlahnya sepanjang sejarah. Tapi siapa Cleopatra yang sebenarnya, dan mengapa orang-orang sangat tidak setuju tentang siapa dia sebenarnya?
Cleopatra VII Philopator (69 SM – 30 SM) adalah firaun aktif terakhir di sejarah Mesir Kuno dan anggota dinasti Ptolemeus, sebuah keluarga keturunan Makedonia yang memerintah Mesir setelah kematian Alexander Agung.
Lahir di Alexandria, Cleopatra adalah seorang penguasa berpendidikan tinggi dan cerdas, terampil dalam diplomasi, politik, dan bahasa.
Cleopatra awalnya berbagi takhta dengan adik laki-lakinya Ptolemeus XIII, yang dinikahinya sesuai adat Mesir.
Namun, perebutan kekuasaan antara saudara kandung tersebut mengakibatkan Cleopatra terpaksa diasingkan.
Pada tahun 48 SM, dia mencari dukungan dari Julius Caesar, seorang jenderal Romawi yang kuat, untuk mendapatkan kembali tahtanya.
Dengan bantuan Caesar, dia mendapatkan kembali kekuasaannya, dan saudara laki-lakinya dikalahkan dan ditenggelamkan di Sungai Nil.
Cleopatra dan Julius Caesar memiliki seorang putra bersama, Caesarion, tetapi setelah pembunuhan Caesar pada tahun 44 SM, dia bersekutu dengan jenderal Romawi lainnya, Mark Antony.
Hubungan mereka romantis dan politis, dan mereka memiliki tiga anak bersama. Namun, aliansi mereka membuat marah Senat Romawi, khususnya Oktavianus (kemudian dikenal sebagai Augustus), yang menyatakan perang terhadap pasangan tersebut.
Dalam Pertempuran Actium pada 31 SM, pasukan Oktavianus mengalahkan pasukan Cleopatra dan Mark Antony.
Menyusul kekalahan ini, Mark Antony bunuh diri dengan menjatuhkan pedangnya, percaya bahwa Cleopatra sudah mati.