Bitcoin Memperparah Perubahan Iklim Setara dengan Emisi Minyak Bumi

By Ricky Jenihansen, Jumat, 11 Agustus 2023 | 16:00 WIB
Analisis baru para ilmuwan di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa, Bitcoin memperparah perubahan iklim setara dengan emisi minyak bumi. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Analisis baru para ilmuwan di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa, Bitcoin memperparah perubahan iklim setara dengan emisi minyak bumi. Bitcoin telah menghasilkan lebih banyak kerusakan iklim daripada peternakan sapi.

Bahkan temuan ilmuwan Amerika Serikat menununjukkan, kerusakan yang disebabkan Bitcoin terus meningkat dan berkelanjutan. Dampak tersebut diperkirakan dapat menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang sangat menghancurkan di masa depan.

Dari 2016 hingga 2021, emisi gas rumah kaca setara CO2 dari Bitcoin terus meningkat sangat drastis. Dari awalnya hanya kurang dari 1 ton (metrik ton) per koin, sekarang menjadi 113 ton per koin.

Setiap Bitcoin yang ditambang pada tahun 2021 kemungkinan besar menghasilkan 11.315 dollar Amerika Serikat kerusakan iklim secara total, seluruhnya berjumlah sekitar 3,7 miliar dollar Amerika Serikat untuk tahun itu saja.

Untuk menempatkannya dalam perspektif, para peneliti membandingkan penambangan mata uang digital dengan aktivitas menghabiskan energi lainnya.

Bitcoin adalah industri multi-miliar dolar, dan selama periode studi lima tahun, para peneliti menemukan bahwa dampak perubahan iklim yang disebabkannya rata-rata mencapai 35 persen dari nilai pasarnya.

Artinya, jika Anda mengambil satu dolar AS dari Bitcoin, sekitar 35 sen dari dolar itu adalah kerusakan iklim.

Kerusakan iklim per dolar Bitcoin hanya sedikit lebih rendah dari gas alam (dengan nilai 46 sen per dolar) dan bensin dari minyak mentah (dengan nilai 41 sen per dolar).

Tapi mereka sedikit lebih banyak daripada produksi daging sapi (33 sen) dan jauh lebih banyak daripada penambangan emas (dengan 4 sen). Tak satu pun dari kegiatan ini saat ini dianggap berkelanjutan.

"Secara bersama-sama, hasilnya mewakili serangkaian tanda bahaya untuk pertimbangan apa pun sebagai sektor berkelanjutan (investasi atau lainnya)," tulis ekonom lingkungan University of New Mexico, Benjamin Jones dan rekannya.

Hasil analisis tersebut telah diterbitkan di scientific reports dengan judul "Economic estimation of Bitcoin mining’s climate damages demonstrates closer resemblance to digital crude than digital gold."

"Sementara para pendukung secara teratur menawarkan (Bitcoin) sebagai representasi dari semacam 'emas digital', tapi dari perspektif kerusakan iklim (Bitcoin) beroperasi lebih seperti 'minyak mentah digital'."

Untuk menganggap Bitcoin benar-benar berkelanjutan, kerusakan iklimnya harus berkurang seiring waktu seiring dengan semakin matangnya teknologi dan menjadi lebih efisien. Tapi perhitungan baru ini menunjukkan bahwa itu jelas tidak terjadi.

Penambangan Bitcoin sendiri didasarkan pada pertumbuhan eksponensial dalam daya komputasi, yang, pada gilirannya, membutuhkan lebih banyak listrik secara eksponensial.

Pada tahun 2020, misalnya, penambangan Bitcoin membutuhkan lebih banyak energi daripada yang digunakan Austria atau Portugal pada tahun yang sama.

Bitcoin, seperti banyak cryptocurrency lainnya, didasarkan pada penambangan 'proof-of-work' (PoW). Itu merupakan cara yang menghabiskan banyak energi untuk memberikan validasi terenkripsi dalam buku besar publik yang terdesentralisasi.

Proses verifikasi pada dasarnya kompetitif, dengan 'penambang' bersaing untuk memecahkan teka-teki kriptografi untuk memvalidasi transaksi di blockchain dan membuat koin baru.

Komputer khusus, secara teoritis, dapat terus menghasilkan blok baru selamanya, tetapi masing-masing menambahkan energi yang sangat besar untuk proses verifikasi.

Dengan kata lain, setiap blockchain baru yang ditambang lebih sulit ditemukan daripada yang terakhir.

Jika upaya komputasi yang diperlukan untuk menambang blockchain didukung oleh energi terbarukan, sistem mungkin lebih berkelanjutan.

Hampir separuh Bumi diproyeksikan akan memasuki zona iklim baru karena perubahan iklim. (iStockphoto)

Tapi hari ini, perkiraan menunjukkan lebih dari 60 persen penambangan ditenagai oleh bahan bakar fosil seperti batu bara dan gas alam sehingga memperparah perubahan Iklim.

Bahkan dalam skenario di mana penambangan Bitcoin menggunakan proporsi energi terbarukan yang jauh lebih tinggi daripada saat ini. Penulis studi baru memperkirakan masih akan ada kerusakan iklim yang besar dan terus meningkat dari industri ini.

"Tidak ada perubahan seperti itu, mungkin sudah waktunya untuk melupakan pendekatan 'bisnis seperti biasa' dan mempertimbangkan tindakan kolektif", seperti peningkatan regulasi," tulis Jones dan rekannya.

Tesla, misalnya, baru-baru ini mengumumkan akan berhenti menggunakan Bitcoin sebagai pembayaran karena masalah energi.

Perkiraan saat ini tentang dampak perubahan iklim dari Bitcoin didasarkan pada penggunaan listrik global. Listrik itu diperlukan untuk cryptocurrency berbasis PoW, tetapi ada alternatif lain yang lebih ramah lingkungan di luar sana.

Cryptocurrency berdasarkan sistem proof-of-stake (PoS) baru-baru ini diusulkan sebagai solusi untuk menggantikan proses PoW yang berenergi tinggi.

PoS adalah cara lain untuk memvalidasi cryptocurrency yang memberikan blok berikutnya di blockchain secara acak, bukan kepada pemenang.

Akan tetapi, meski membutuhkan lebih sedikit investasi perangkat keras untuk melakukannya, penambang saat ini sepertinya tidak rela perangkatnya saat ini menjadi tidak berguna.

Para ahli mengatakan bahwa komunitas Bitcoin sudah terlalu banyak berinvestasi dalam sistem PoW sehingga tidak ingin berubah.

Bitcoin saat ini menghasilkan sekitar 41 persen pangsa pasar global dari semua cryptocurrency. “Cryptocurrency berbasis PoW berada di jalur yang tidak berkelanjutan,” penulis makalah baru menyimpulkan.

"Jika industri (ini) tidak mau mengalihkan jalur produksinya dari PoW beralih ke PoS, maka aset digital ini mungkin perlu diatur."