Mengapa Topeng Samurai Kekaisaran Jepang Dirancang Menakutkan?

By Hanny Nur Fadhilah, Senin, 14 Agustus 2023 | 13:00 WIB
Setiap bagian dari baju zirah samurai Kekaisaran Jepang termasuk topeng atau pelindung muka menceritakan kisah tentang pemakainya, yang mencerminkan status, kepercayaan pribadi, dan era tempat mereka tinggal. (Historyskills)

Nationalgeographic.co.id—Samurai Kekaisaran Jepang sering digambarkan dalam budaya populer sebagai sosok yang disipilin dan pintar bela diri. Namun, tahukah Anda? Ada dunia simbolisme dan sejarah yang terjalin ke dalam baju zirah, termasuk topeng atau pelindung wajah mereka.

Setiap bagian dari baju zirah samurai Kekaisaran Jepang menceritakan kisah tentang pemakainya, yang mencerminkan status, kepercayaan pribadi, dan era tempat mereka tinggal.

Evolusi Baju Besi Samurai Kekaisaran Jepang

Baju zirah samurai paling awal dikenal sebagai ō-yoroi sangat dipengaruhi oleh Dinasti Tang Tiongkok dan Korea. Diperkenalkan pada abad ke-10, baju besi ini berukuran besar dan berbentuk kotak, dirancang terutama untuk memanah di atas kuda.

Sifat ō-yoroi yang berornamen dan tidak praktis mencerminkan peran samurai sebagai bagian dari aristokrasi, dengan baju zirah mereka sering dihiasi dengan lambang keluarga dan simbol kekuasaan.

Seiring berkembangnya taktik perang, begitu pula baju zirah samurai. Abad ke-14 melihat pengenalan dō-maru dan haramaki, baju besi yang lebih ringan dan lebih fleksibel yang memungkinkan mobilitas yang lebih besar dengan berjalan kaki.

Pergeseran ini mencerminkan sifat perang yang berubah, dengan pertempuran menjadi lebih membumi dan kurang fokus pada pertempuran menunggang kuda.

Baju besi samurai bukan hanya alat untuk perlindungan; itu juga merupakan kanvas untuk ekspresi dan simbolisme pribadi.

Kabuto atau helm, sering menampilkan desain yang rumit, seperti lambang keluarga, simbol Buddha, atau makhluk mitologis yang dipercaya memberikan perlindungan spiritual kepada pemakainya. 

Menpō atau pelindung wajah, adalah aspek penting lainnya dari baju zirah samurai Kekaisaran Jepang. Topeng-topeng ini, sering kali dirancang untuk membangkitkan rasa takut dengan ekspresi galak, juga mencerminkan kepribadian dan kepercayaan pemakainya.

Beberapa samurai Kekaisaran Jepang memilih untuk membuat topeng mereka menyerupai oni (setan), sementara yang lain lebih suka wajah tengu (makhluk gaib yang dikenal karena kehebatan bela diri mereka).

Baju besi samurai sering kali dihiasi dengan berbagai simbol yang masing-masing memiliki arti tersendiri. Simbol-simbol ini dapat mewakili berbagai hal, mulai dari garis keturunan keluarga dan kepercayaan spiritual hingga karakteristik dan kebajikan pribadi.

Lambang Keluarga

Simbol paling umum pada baju zirah samurai adalah lambang keluarga, atau mon. Simbol-simbol ini mewakili garis keturunan samurai dan sering ditempatkan secara mencolok di helm dan pelat dada. Setiap keluarga memiliki mon uniknya sendiri, dan simbol-simbol ini berfungsi sebagai cara untuk mengidentifikasi samurai yang berbeda di medan perang.

Naga

Naga adalah simbol umum dalam mitologi Jepang, sering kali melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan kekuasaan. Seorang samurai dengan naga di baju zirahnya dipandang sebagai prajurit yang tangguh dan bijaksana.

Bunga sakura

Bunga sakura adalah simbol dari sifat kehidupan yang cepat berlalu dalam budaya Jepang. Simbol pada baju zirah samurai ini melambangkan penerimaan samurai akan kefanaan hidup dan kesiapan mereka untuk mati dalam pertempuran. 

Derek

Bangau dipandang sebagai simbol umur panjang dan keberuntungan dalam budaya Jepang. Seorang samurai dengan bangau di baju zirahnya dianggap diberkati dan beruntung.

Harimau

Harimau adalah simbol keberanian dan kekuatan absolut dalam budaya Jepang. Seorang samurai dengan harimau di baju zirahnya dipandang sebagai prajurit yang pemberani dan kuat.

Simbol Buddhis

Banyak samurai adalah penganut Buddha yang taat, dan baju zirah mereka sering menampilkan simbol Buddha. Misalnya, tomoe, lingkaran berbentuk koma, melambangkan permainan kekuatan dalam kosmos dalam agama Shinto dan Buddha. Demikian pula, manji, simbol mirip swastika, mewakili keharmonisan universal dan keseimbangan yang berlawanan.

Makhluk Mitologi

Makhluk-makhluk dari mitologi Jepang, seperti tengu (makhluk supernatural yang dikenal karena kecakapan bela diri) atau oni juga umum ditemukan. Hal ini diyakini menawarkan perlindungan spiritual kepada pemakainya.

Baju besi samurai bukan hanya alat untuk perlindungan fisik; itu juga merupakan instrumen perang psikologis yang ampuh.

Desain, simbolisme, dan estetika keseluruhan dari baju zirah itu semuanya dibuat dengan cermat untuk mengintimidasi lawan dan menginspirasi sekutu.

Baju besi samurai sering dirancang untuk mengesankan dan menakutkan. Menpō atau pelindung wajah, misalnya, sering dibuat untuk menggambarkan ekspresi garang atau wajah setan, yang dimaksudkan untuk menimbulkan rasa takut ke dalam hati musuh. 

Ukuran dan ornamen baju zirah juga digunakan untuk membuat gambar yang mengesankan. Baju besi itu sering dihiasi dengan emas dan perak, yang mencerminkan status dan kekayaan samurai, dan digunakan untuk mengintimidasi lawan yang kurang bersenjata.

Beberapa elemen baju besi samurai dirancang untuk menimbulkan kebisingan saat bergerak. Kebisingan ini dapat membingungkan musuh selama pertempuran dan membuat gerakan samurai tampak lebih mengancam.

Warna-warna cerah dan kontras sering digunakan pada baju zirah samurai Kekaisaran Jepang untuk menonjolkan pemakainya di medan perang.

Visibilitas ini dapat mengintimidasi lawan, karena hal itu menunjukkan kepercayaan diri dan keberanian samurai Kekaisaran Jepang.

Seperti yang bisa Anda lihat sekarang, baju zirah samurai lebih dari sekadar cangkang pelindung; itu adalah cerminan dari identitas, status, dan masa hidup mereka.

Setiap bagian, dari helm hingga pelindung wajah, menceritakan sebuah kisah tentang pemakainya, menjadikan baju zirah samurai sebagai subjek studi yang menarik bagi para sejarawan dan penggemar.

Oleh karena itu, baju besi seorang samurai Kekaisaran Jepang berfungsi sebagai bukti bisu dari dinamika sosio-politik yang kompleks, kepercayaan pribadi, dan taktik perang feodal Jepang yang terus berkembang.