Namun ini tidak terjadi. Metode pemerintahannya yang keras menyebabkan pemberontakan di antara bangsawan kerajaannya. Akibatnya, Mithridates pun berusaha bunuh diri dengan racun. Namun setelah bertahun-tahun membangun kekebalan tubuh dengan racun, racun yang ditenggaknya tidak mampu menewaskan sang raja.
Setelah selamat dari upaya ini, Mithridates meminta pengawalnya, Bituitus, untuk menggunakan pedangnya untuk membunuhnya.
Mithridates mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk membuat dirinya kebal terhadap racun. Pada akhirnya, ia mencoba menggunakan racun untuk mengakhiri hidupnya. Meski akhirnya ia mati di tangan pengawalnya, kematiannya dianggap sebagai salah satu kematian yang paling memalukan dalam sejarah manusia.
Chrysippus
Chrysippus adalah salah satu filsuf paling berpengaruh pada periode Helenistik. Pengaruhnya terhadap stoikisme menyebabkan idiom kuno bahwa “tanpa Chrysippus, stoikisme tidak akan pernah ada.”
Chrysippus lahir di kota Soli, yang sekarang menjadi Mezitli di Turki modern, pada tahun 279 Sebelum Masehi. Di masa mudanya, dia berlatih sebagai pelari jarak jauh.
Setelah kekayaan keluarganya direbut oleh seorang raja Helenistik, dia pindah ke Athena dan mulai belajar filsafat. Di Athena, Chrysippus bergabung dengan School of Stoicism di bawah bimbingan Cleanthes.
Setelah kematian gurunya pada tahun 230 Sebelum Masehi, Chrysippus menjadi pemimpin sekolah stoa. Selama masa jabatannya sebagai sarjana, Chrysippus diyakini telah menulis lebih dari 700 karya. Sayangnya, sangat sedikit yang bertahan.
Ia dipandang sebagai salah satu pelopor filsafat stoikisme. Namun, untuk pria yang begitu bermartabat, kematiannya ternyata cukup unik dan memalukan.
Diogenes Laertius menyatakan bahwa selama Olimpiade ke-143, Chrysippus meminum banyak anggur murni. Saat itu, ia menemukan keledai yang sedang makan buah ara. Rupanya, itu adalah hal paling lucu yang pernah dilihat oleh filsuf tua. Ia pun mulai tertawa tak terkendali dan dilaporkan berteriak, “Sekarang beri keledai anggur untuk mencuci buah ara!”
Sayangnya, itu menjadi kata-kata terakhirnya. Diogenes Laertius, penulis biografi dari Yunani kuno, berkata “Terlalu banyak tertawa, dia mati.”
Sungguh tragis. Seorang pria yang memberi begitu banyak pada dunia filsafat akan dikenang sebagai orang yang meninggal karena menertawakan leluconnya.