Pembelajaran Mesin untuk Merestorasi Mangrove dan Wilayah Pesisir

By Ricky Jenihansen, Minggu, 20 Agustus 2023 | 10:00 WIB
Hutan mangrove di sebelah tambak udang di Jawa Timur, Indonesia. Tim Conservation International (CI) mengembangkan pembelajaran mesin untuk mengintegrasikan restorasi mangrove. (Audrie Siahainenia / Conservation International)

Nationalgeographic.co.id—Tim Conservation International (CI) telah mengembangkan pembelajaran mesin untuk konservasi wilayah pesisir. Mereka menggunakan pembelajaran mesin untuk mengintegrasikan restorasi hutan mangrove dengan intensifikasi akuakultur berkelanjutan.

Pengembangan pembelajaran mesin tersebut di bawah proyek oleh program Climate Change AI Innovation Grants program. Program itu didukung oleh Quadrature Climate Foundation, Schmidt Futures, dan Canada Hub of Future Earth.

Tim ilmuwan tersebut terdiri dari para akademisi, praktisi konservasi, dan pakar industri teknologi. Mereka mengembangkan alat penilaian cepat--didukung oleh AI dan data pengamatan Bumi.

Pekerjaan mereka bertujuan untuk mengidentifikasi dan memvalidasi situs Climate Smart Shrimp (CSS) di Indonesia dan Filipina.

Kekhawatiran wilayah pesisir

Data global mencatat, budidaya udang telah tumbuh 100 kali lipat selama 40 tahun terakhir, dari sekitar 74.000 metrik ton pada tahun 1980 menjadi 7,4 juta metrik ton pada tahun 2020. Pertumbuhan pesat ini mengorbankan ekosistem wilayah pesisir yang kritis, terutama hutan mangrove.

Meski laju deforestasi telah menurun dari 0,21 persen (1996-2010) menjadi 0,04 persen (2010 hingga 2020), setidaknya 35 persen hutan mangrove dunia telah digunduli pada akhir abad ke-20 dan jasa ekosistem yang disediakannya telah hilang.

Program kali ini dikembangkan oleh Conservation International (CI) dan program Climate Smart Shrimp (CSS). Mereka juga bekerja sama dengan Thinking Machines, Arizona State University, dan Konservasi Indonesia. 

Melalui program ini, mereka mendukung mata pencaharian masyarakat dan ketahanan pangan sekaligus meningkatkan ketahanan wilayah pesisir dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Inisiatif ini menyediakan sumber daya bagi petani kecil dan menengah. Persisnya, program ini dapat mengintensifkan produksi secara berkelanjutan di sebagian lahan budidaya mereka dengan imbalan restorasi hutan mangrove di sisa lahan.

Program ini ini memungkinkan tambak yang lebih kecil menjadi lebih kompetitif dengan pasar komoditas global. Upaya ini dilakukan sembari menyediakan pendanaan yang berkelanjutan dan membuka lahan yang tersedia untuk restorasi hutan mangrove pesisir.  Akan tetapi, tidak semua tambak akuakultur cocok dengan pendekatan CSS.

Restorasi mangrove dapat menjadi kunci menangkal dampak perubahan iklim dan juga bernilai ekonomi. (One Earth)

Proyek ini menggunakan pembelajaran mesin dan data pengamatan bumi. Misalnya citra satelit Planet NICFI yang tersedia secara terbuka dan data tambak akuakultur Clark Labs. Jadi, dengan data satelit ini, tim dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasikan tambak akuakultur di Indonesia dan Filipina.

Wilayah pesisir dua negara ini menggunakan metode produksi ekstensif, bukan produktivitas tinggi atau intensif.

Tim kemudian menggabungkan informasi ini dengan data terbuka tentang kenaikan permukaan laut, risiko banjir, akses infrastruktur. Kemudian tutupan bakau historis, dan atribut lainnya untuk mengidentifikasi lokasi yang layak untuk CSS.

Mereka juga mengidentifikasi alur lokasi optimal ini mempercepat kemampuan CI untuk melibatkan petani, industri, dan masyarakat, serta menarik investasi untuk meningkatkan CSS.

Keluaran utama proyek ini adalah alat peta daring. Alat tersebut dapat menganalisis potensi kesesuaian lokasi akuakultur menurut karakteristik lokasi yang disukai.

Karakteristik lokasi ini dipisahkan menjadi kriteria pemfilteran dan penilaian. Karakteristik itu berdasarkan atribut yang ditentukan dan diterapkan pada petak yang diidentifikasi sebagai area akuakultur.

Setiap petak atau klaster petak pada peta harus melewati semua kriteria pemfilteran. Sehingga bisa dianggap 'sesuai' atau secara otomatis dianggap 'tidak sesuai' jika petak atau klaster tidak memenuhi kriteria apa pun.

Alat peta web interaktif ini dirancang untuk merampingkan implementasi CSS. Selain itu, alat ini memiliki manfaat untuk membantu menginformasikan dan memandu praktisi konservasi sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang fokus pendekatan solusi berbasis alam lainnya.

Alat ini memudahkan untuk mengidentifikasi area yang merupakan kandidat yang cocok untuk memulihkan hutan mangrove sehingga dapat meningkatkan tutupan hutan dan juga layak untuk mengintensifkan budidaya udang. Agar nantinya dapat berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan mendukung mata pencaharian lokal.

Tangkapan layar Alat peta web interaktif yang sedang dikembangkan. (Conservation International)

Sementara itu, alat dalam bentuknya yang sekarang membantu CI untuk mengevaluasi secara cepat ratusan ribu hektare potensial di mana CSS dapat diterapkan dan mengevaluasi lokasi yang optimal.

Hanya sedikit pembaruan atau perubahan pada kriteria penilaian. Jadi, alat ini dapat diterapkan di berbagai wilayah pesisir dan aplikasi restorasi terestrial.

Mengembangkan alat penilaian ini juga dengan cepat mempercepat kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi situs CSS potensial di seluruh Indonesia dan Filipina. Kemudian dapat membangun portofolio proyek CSS yang lebih besar.

Program CSS telah dirancang tim CI sebagai proyek percontohan di lapangan untuk memvalidasi indikator lingkungan, sosial, dan ekonomi di tingkat tambak,

Mereka telah merancang Climate Smart Shrimp Fund khusus sebagai fasilitas pinjaman bergulir. Tujuannya untuk memelopori cara-cara mendukung secara finansial penerapan CSS secara luas di seluruh wilayah pesisir.

Selain situs-situs prioritas di Asia Tenggara, CSS diujicobakan di Ekuador. Ekuador adalah salah satu dari lima besar produsen udang global, yang selanjutnya menunjukkan penerapannya di berbagai sistem produksi, manajemen, dan geografi.

Alat penilaian lokasi yang dikembangkan memungkinkan CI dan mitra proyeknya menerapkan CSS secara lebih efisien dan efektif.

Penerapan itu dapat dilakukan untuk mendukung mata pencaharian dan ketahanan pangan. Di sisi lain juga memberikan manfaat adaptasi dan ketahanan terhadap perubahan iklim bagi masyarakat pesisir.

Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.