Nationalgeographic.co.id—Pengepungan Gunung Hiei adalah sebuah peristiwa penting dalam periode Sengoku Kekaisaran Jepang yang penuh gejolak. Peristiwa ini menandai titik balik yang signifikan dalam sejarah Kekaisaran Jepang.
Pengepungan yang dipimpin oleh panglima perang ambisius, Oda Nobunaga pada tahun 1571 mengakibatkan kehancuran kompleks kuil Enryaku-ji dan ribuan biksu prajurit meninggal.
Peristiwa ini tidak hanya mengubah lanskap keagamaan Jepang tetapi juga menandai langkah signifikan menuju penyatuan negara di bawah pemerintahan Nobunaga.
Gunung Hiei, rumah bagi sekte Buddha Tendai Kekaisaran Jepang yang berpengaruh, telah lama menjadi benteng kekuatan agama dan terkadang kekuatan militer.
Biksu prajurit Enryaku-ji, yang dikenal sebagai 'sōhei' melibatkan diri dalam perselisihan politik negara sering kali memanfaatkan lokasi strategis dan kecakapan bela diri mereka untuk memengaruhi hasil.
Namun, kekuasaan dan otonomi mereka terancam karena Nobunaga berusaha untuk mengkonsolidasikan pemerintahannya dan menghilangkan potensi tantangan terhadap otoritasnya.
Periode Sengoku (1467-1615), sering disebut sebagai Zaman Negara Berperang, adalah masa pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer.
Selama periode ini, Jepang bukanlah negara yang bersatu tetapi merupakan domain feodal tambal sulam yang diperintah oleh daimyo, panglima perang yang kuat yang sering berperang satu sama lain.
Dalam lingkungan yang kacau ini, biksu prajurit Gunung Hiei, yang dikenal sebagai 'sōhei', memiliki kekuatan yang cukup besar.
Siapa Biksu Prajurit Enryaku-ji?
Enryaku-ji adalah biara Tendai yang terletak di Gunung Hiei di Ōtsu, menghadap kota Kyoto. Didirikan pada awal periode Heian pada tahun 788 oleh biksu Saicho, juga dikenal sebagai Dengyo Daishi, yang memperkenalkan sekte Buddha Tendai ke Jepang setelah belajar di Tiongkok.