1,34 Juta Ton Limbah Nuklir Fukushima Dibuang ke Laut, Apa Dampaknya?

By Ricky Jenihansen, Selasa, 29 Agustus 2023 | 13:00 WIB
Sekitar 1,34 juta ton air limbah nuklir Fukushima Daiichi akan dibuang ke laut dalam waktu dekat dan memunculkan kekhawatiran dampak lingkungan. TEPCO menyatakan telah mengencerkan air untuk mengurangi tingkat radioaktivitas hingga 1.500 becquerel per liter (Bq/L). (Massachusetts Institute of Technology)

Nationalgeographic.co.id—Sekitar 1,34 juta ton air limbah nuklir Fukushima Daiichi akan dibuang ke laut dalam waktu dekat dan memunculkan kekhawatiran dampak lingkungan. Jepang telah mengumumkan rencana tersebut untuk memompa air limbah nuklir dari pembangkit nuklir yang terkena dampak tsunami dahsyat pada 11 Maret 2011 lalu.

Rencana tersebut telah lama diperdebatkan dan sekarang Jepang akan segera merealisasikannya dan membuang air limbah nuklir Fukushima Daiichi. Rencana itu menimbulkan kekhawatiran bagaimana air diolah dan bagaimana dampak lingkungan yang mungkin akan muncul.

Ada sekitar 100.000 liter atau sekitar 26.500 galor air yang terkontaminasi limbah nuklir. Air itu berasal dari sistem pendingin reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, Tokyo Electric Power Company (TEPCO).

Seperti diketahui, gempa berkekuatan 9,0 SR pada 11 Maret 2011. Gempa itu memicu tsunami dahsyat yang menghancurkan sistem pendingin PLTN Fukushima. Tiga reaktor meleleh dan memuntahkan radiasi dalam jumlah besar.

Air limbah nuklir itu sekarang dikumpulkan di lokasi di timur laut Jepang setiap hari bersama air tanah dan hujan yang merembes.

Limbah nuklir disimpan di sekitar seribu kontainer baja di lokasi tepi pantai, dan sekarang tidak ada lagi ruang lagi, kata pihak berwenang seperti dilansir AFP.

Mengapa Dibuang?Seperti dikatakan dalam pernyataan pihak berwenang, setelah dikumpulkan bertahun-tahun, saat ini tidak ada lagi ruang untuk penampungan limbah nuklir tersebut. Jepang akhirnya membuat keputusan pada tahun 2021, setelah berdiskusi selama bertahun-tahun.

Dalam pernyataan resmi, mereka akan melepaskan paling banyak sekitar 500.000 liter per hari ke laut melalui pipa sepanjang satu kilometer (0,6 mil).

Sebelum dibuang, pengelola reaktor nuklir mengatakan telah melakukan banyak hal pada limbah nuklir tersebut. Operator pabrik TEPCO mengatakan bahwa sistem penyaringan khusus yang disebut ALPS telah menghilangkan semua unsur radioaktif – termasuk cesium dan strontium – kecuali tritium.

TEPCO menyatakan telah mengencerkan air untuk mengurangi tingkat radioaktivitas hingga 1.500 becquerel per liter (Bq/L), jauh di bawah standar keamanan nasional sebesar 60.000 Bq/L.

Apa dampak lingkungannya?Tony Hooker, pakar nuklir dari University of Adelaide, mengatakan bahwa tingkat tritium jauh di bawah batas air minum Organisasi Kesehatan Dunia yaitu 10.000 Bq/L.

“Tritium secara rutin dilepaskan dari fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir ke perairan di seluruh dunia,” kata Hooker kepada AFP.

“Selama beberapa dekade (tidak ada) tidak ada bukti dampak lingkungan atau kesehatan yang buruk,” katanya.

Pengawas atom PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan pelepasan tersebut memenuhi standar internasional dan tidak akan menimbulkan dampak lingkungan atau kerusakan apa pun.

Namun demikian, tidak semua pihak setuju dengan hal tersebut. Greenpeace mengatakan pada hari Selasa bahwa teknologi yang digunakan untuk menyaring air memiliki kelemahan dan mungkin ada potensi dampak lingkungan.

Tidak hanya itu, bahwa faktanya IAEA sepenuhnya telah mengabaikan puing-puing bahan bakar radioaktif yang meleleh dan terus mencemari air tanah setiap hari".

Bahan bakar yang meleleh ini dapat melepaskan zat radioaktif dan berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya jika tidak dikelola dengan baik.

“(Melepaskan) limbah ini ke laut akan berdampak pada seluruh planet. Jepang dengan sengaja menyebarkan unsur-unsur radioaktif,” kata Yukio Kanno, seorang warga Fukushima, pada protes yang diorganisir Greenpeace baru-baru ini.

Sementara itu, Tiongkok menuduh Jepang memperlakukan Samudra Pasifik seperti "saluran pembuangan". Beijing pada bulan Juli melarang impor makanan dari 10 prefektur Jepang dan memberlakukan tes radiasi yang ketat pada makanan dari negara lain.

Meskipun pemerintah Seoul tidak menyatakan keberatan, banyak warga Korea Selatan yang khawatir dan melancarkan demonstrasi – dan bahkan melakukan pembelian garam laut secara panik.

Muncul kekhawatiran air limbah nuklir akan mencemari hasil laut. (Shutterstock)

Pembuangan limbah nuklir ini akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk diselesaikan. Bahkan rencana tersebut juga mendapat tentangan dari pihak Jepang sendiri yang khawatir dengan dampak lingkungannya.

Tentangan muncul khususnya dari industri perikanan, mereka khawatir ekspornya akan anjlok karena konsumen dan pemerintah menghindari makanan laut Jepang.

Apa yang telah dilakukan Jepang untuk meredakan kekhawatiran?Pemerintah telah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mencoba memenangkan hati orang-orang yang skeptis di dalam dan luar negeri. Mulai dari studi wisata di Fukushima hingga video live streaming ikan yang hidup di air limbah.

Tokyo juga berupaya melawan disinformasi yang disebarkan secara online mengenai rilis tersebut, seperti foto-foto lama yang dimanipulasi dan klaim—yang dibantah oleh Jepang—bahwa mereka menyuap IAEA.

Di sisi lain, masih banyak tugas lain yang harus dilakukan. Tugas yang jauh lebih berbahaya adalah menghilangkan puing-puing radioaktif dan bahan bakar nuklir yang sangat berbahaya dari tiga reaktor yang mengalami krisis pada tahun 2011.

TEPCO berencana menggunakan robot untuk membuang bahan bakar nuklir itu. Namun ada kekhawatiran bahwa tingkat radiasi sangat tinggi sehingga dapat melumpuhkan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh.

Keseluruhan proses yang sangat besar ini diperkirakan memakan waktu 30 hingga 40 tahun. Diperkirakan setidaknya menelan biaya sekitar delapan triliun yen ($55 miliar).