Sejarah Kelam Pembantaian Kapal Budak Zong, Ratusan Nyawa Melayang

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 27 Agustus 2023 | 10:00 WIB
Kisah pembantaian kapal budak Zong jadi pengingat mengerikan dalam catatan sejarah. (Jeremy Krikler)

Nationalgeographic.co.id – Kisah pembantaian kapal budak Zong adalah pengingat mengerikan akan kekejaman yang terjadi selama perdagangan budak transatlantik dalam catatan sejarah. Kisah keserakahan, kekejaman, dan pengabaian terhadap kehidupan manusia.

Zong adalah kapal budak Inggris yang berlayar pada tahun 1781 yang membawa lebih dari 400 budak Afrika dari Gold Coast Afrika Barat ke Karibia. Namun pelayaran yang tadinya mengerikan berubah menjadi mimpi buruk yang lebih brutal ketika kapal kehabisan air dan perbekalan. 

Dalam tindakan yang sangat tidak berperikemanusiaan, para awak kapal memutuskan untuk membuang lebih dari 130 budak Afrika yang sakit dan lemah ke laut, dengan menyatakan bahwa mereka tidak lebih dari sekedar kargo. 

Tragedi ini memicu kemarahan dan memainkan peran penting dalam perjuangan melawan perdagangan budak. Zong pada awalnya dibangun di Belanda, tetapi ditangkap oleh Inggris dan dioperasikan di Liverpool, Inggris, pada tahun 1777. 

Zong menjadi kapal khas pada masanya, yang dirancang untuk mengangkut budak Afrika dari Afrika ke Amerika, tempat mereka akan dijual sebagai budak.

Kapal itu dimiliki oleh konsorsium pedagang Liverpool, yang telah berinvestasi dalam perdagangan budak sebagai usaha bisnis yang menguntungkan. 

Sebelum peristiwa mengerikan yang terjadi pada pelayarannya pada tahun 1781, suku Zong telah melakukan sejumlah kecil pelayaran perdagangan budak yang sukses.

Namun, perjalanan terkenal suku Zong pada tahun 1781, ketika lebih dari 130 orang Afrika yang diperbudak dibuang ke laut, telah menjadi peristiwa sejarah yang paling terkenal.

Pembantaian Kapal Budak Zong

Zong berlayar dari Accra, di Gold Coast Afrika Barat, pada bulan Agustus 1781. Kapal itu membawa lebih dari 400 budak Afrika, yang akan dijual di Karibia.

Perjalanan tersebut diperkirakan memakan waktu beberapa bulan. Selama waktu tersebut, para kru harus menjaga para budak tetap hidup dan sehat. Namun segalanya tidak berjalan sesuai rencana. Kapal mengalami cuaca buruk dan kehabisan air serta perbekalan.

Para kru menyadari bahwa mereka tidak akan memiliki cukup makanan dan air untuk menghidupi diri mereka sendiri dan para budak selama perjalanan.

Mereka menghadapi keputusan yang sulit: mengurangi jumlah penumpang atau mengambil risiko semua orang mati kelaparan dan kehausan.

Dalam tindakan yang kejam dan tidak berperasaan, para kru memutuskan untuk membuang budak-budak yang sakit dan lemah ke laut. Mereka percaya bahwa budak tidak lebih dari sekedar kargo, dan mereka dapat menuntut kompensasi atas kerugian mereka dari pemilik kapal. 

Selama beberapa hari, lebih dari 130 budak dibuang ke laut. Mereka dirantai dan dibuang ke laut, lalu ditenggelamkan atau dimakan hiu. Beberapa budak mencoba melawan, tetapi mereka tetap dipukuli dan dibuang ke laut.

Kapten kapal, Luke Collingwood, kemudian mengeklaim bahwa para budak tersebut dibuang ke laut karena mereka sakit dan kemungkinan besar akan mati.

Namun jelas bagi banyak orang bahwa ini bohong. Budak-budak tersebut dibuang ke laut untuk menyelamatkan nyawa awak kapal dan untuk meningkatkan keuntungan yang diperoleh pemilik kapal dari penjualan budak yang tersisa.

Kasus Pengadilan 

Kasus pengadilan setelah perjalanan Zong merupakan kasus penting dalam perjuangan melawan perdagangan budak di Inggris.

Kasus ini dibawa ke pengadilan di London pada tahun 1783, dua tahun setelah pelayaran kapal, dan menarik banyak perhatian publik.

Kasus ini diajukan oleh pemilik kapal, yang meminta kompensasi atas hilangnya "kargo" mereka—budak Afrika yang dibuang ke laut.

Pemilik kapal berpendapat bahwa para budak tersebut dibuang karena mereka sakit dan sekarat, dan bahwa mereka telah bertindak demi kepentingan terbaik budak-budak lain di kapal tersebut dan untuk menyelamatkan nyawa para awak kapal.

Namun, gerakan abolisionis dan penentang perdagangan budak lainnya melihat kasus ini sebagai peluang untuk menantang perlakuan brutal dan tidak manusiawi terhadap budak Afrika selama perdagangan budak transatlantik. 

Mereka berargumentasi bahwa para budak tersebut dibuang ke laut demi menyelamatkan nyawa awak kapal dan meningkatkan keuntungan pemilik kapal.

Hakim pengadilan, Mansfield, mendengarkan bukti dari kedua sisi kasus dan akhirnya memutuskan melawan pemilik kapal. Dia menyimpulkan bahwa orang-orang Afrika yang diperbudak telah dibunuh, bukan hilang di laut, dan bahwa pemiliknya tidak berhak atas kompensasi apa pun atas kematian mereka. 

Signifikansi Jangka Panjang

Kasus pembantaian kapal budak Zong membantu membangkitkan gerakan abolisionis di Inggris dan merupakan tonggak penting dalam kampanye untuk mengakhiri perdagangan budak.

Hal ini menyoroti realitas brutal perdagangan budak trans-Atlantik dan memicu kemarahan publik serta tuntutan akan perubahan. 

Kasus ini merupakan titik balik dalam sejarah gerakan abolisionis, dan membuka jalan bagi disahkannya Undang-Undang Penghapusan Perdagangan Budak pada tahun 1807, yang menghapuskan perdagangan budak di seluruh Kerajaan Inggris.

Saat ini, Zong dikenang sebagai salah satu momen paling kelam dalam sejarah perdagangan budak transatlantik. Hal ini menjadi pengingat yang kuat akan perlunya menghadapi warisan perbudakan dan terus berjuang melawan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan dalam catatan sejarah.