Warisan Kekaisaran Jepang, Mampukah Kombucha Tangkal Radiasi Nuklir?

By Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, Jumat, 1 September 2023 | 17:40 WIB
Minuman kesehatan Kombucha yang dipopulerkan Kekaisaran Jepang, dapat membantu melawan efek paparan radiasi ringan. (iloliloli)

Nationalgeographic.co.id—Di tengah ketegangan pemerintah Tiongkok dan Jepang perihal limbah pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, kita teringat pada peristiwa kecelakaan nuklir terburuk di dunia pada dua belas tahun lalu. Setelah kejadian menggemparkan itu, Jepang mulai membuang air limbah ke Samudra Pasifik beberapa pekan lalu.

Seperti yang dilansir dari VOA Indonesia, hal ini menimbulkan protes dari negara tetangga di Asia Timur. Menurut kepala pengawas atom PBB, konsentrasi tritium dalam air limbah yang dikeluarkan PLTN Fukushima di Jepang tidak menimbulkan resiko bagi penduduk.

Pada 2011 setelah kecelakaan  Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima di Jepang setidaknya beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa minum kombucha dapat membantu melawan efek paparan radiasi ringan.

Kombucha adalah salah satu jenis teh  yang berasal dari Tiongkok namun kini telah menjadi minuman kesehatan fenomenal. Apa yang membuat kombucha begitu unik?

Kombucha difermentasi dengan ragi berbentuk pancake yang dikenal sebagai SCOBY. Sekelompok jamur atau Symbiotic Culture of Bacteria and Yeast (SCOBY) adalah budidaya yang digunakan dalam pembuatan kombucha yang bersifat gelatinoid dan liat. Bila dirawat dengan benar, jamur akan tumbuh pesat dan sehat.

Minuman manis dan sedikit bersoda ini awalnya dibuat secara tradisional. Namun saat ini terdapat berbagai macam kombucha komersial yang tersedia bahkan Pepsi memiliki varian rasa kombucha.

Di Indonesia cukup mudah menemukan kombucha, marak dijual di e-commerce minuman teh kombucha dalam kemasan hingga bibit teh kombucha untuk diolah sendiri.

Kombucha diklaim memiliki segudang manfaat bagi kesehatan dan mungkin inilah alasan mengapa minuman kesehatan yang diseduh secara tidak biasa ini telah diturunkan dari generasi ke generasi selama ribuan tahun.

Akan tetapi, sudah berapa lama kombucha ada? Dan apakah ini benar-benar bermanfaat bagi kesehatan seperti yang diklaim banyak orang?

Sulit untuk memastikan asal muasal kombucha secara pasti, karena terdapat banyak perdebatan seputar pertanyaan tersebut.

Asal muasal minum teh secara umum dikaitkan dengan Shen Nong, seorang kaisar Tiongkok yang mulai menyeduh minuman tersebut sekitar tahun 2700 SM.

Tidak butuh waktu lama bagi masyarakat Tiongkok untuk menyadari bahwa minum teh memiliki sejumlah manfaat kesehatan dan dengan cepat menjadi minuman populer di kalangan seluruh masyarakat. Mulai dari kalangan istana hingga orang-orang yang tinggal di desa terpencil yang sederhana.

Pada tahun 200 SM, khasiat penyembuhan teh telah menjadi legenda. Versi pertama minuman kesehatan yang diyakini sebagai kombucha diciptakan pada masa dinasti Qin untuk kaisar Qin Shi Huangdi. Hal ini sangat dihargai sehingga dikenal sebagai “ramuan kehidupan” dan “teh keabadian”. Qin Shi Huangdi percaya bahwa meminum teh membuatnya awet muda.

Kombucha, meski berasal dari Tiongkok memiliki nama khas Jepang. Bukan tanpa alasan, pasalnya Kekaisaran Jepang memiliki pengaruh signifikan  dalam mempopulerkan minuman teh fermentasi ini. Meskipun ketika ditelusuri akar sejarah kombucha berasal dari Kekaisaran Tiongkok kuno, melalui budaya dan tradisi Kekaisaran Jepang kombucha mendapatkan pengakuan dan popularitas di dunia modern.

Kombucha kemungkinan pertama kali dibawa ke Jepang sekitar tahun 400 Masehi, oleh seorang pria Korea bernama Dr. Kombu. Dia mempersembahkan minuman tersebut kepada Kekaisaran Jepang Inyoko, yang menikmatinya dan memperhatikan manfaat kesehatannya.

Hasilnya, teh menjadi populer di seluruh Kekaisaran Jepang, dan mendapatkan namanya dari Dr. Kombu, dan akhiran “cha” yang merupakan kata dalam bahasa Jepang untuk teh.

Kisah lain menceritakan tentang seorang dokter Korea pada tahun 415 Masehi merawat Kaisar Jepang Inyoko dengan teh khusus. Catatan kuno tertua yang tersimpan di Kekaisaran Jepang menyebutkan sejarah awal Kekaisaran Jepang Kojiki. Catatan itu menuliskan utusan dari negara Korea kuno Silla yang sangat ahli dalam bidang medis menyembuhkan penyakit Kaisar tetapi namanya bukan Kombu. Diucapkan dalam bahasa Korea "Kim Mu" atau "Kon Mu" dalam bahasa Jepang.

Istilah "kombucha" sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Jepang: "kōcha" yang berarti teh hitam, dan "bancha" yang mengacu pada teh hijau. Kombinasi ini mencerminkan metode tradisional dalam menyeduh kombucha menggunakan campuran teh hitam dan hijau.

Perlu dicatat bahwa Jepang memiliki sejarah yang kaya dalam praktik fermentasi dan memberikan apresiasi terhadap pengobatan alami. Teh menjadi populer di kalangan Samurai yang meminumnya untuk meningkatkan kekuatan dan energi sebelum berperang. Latar belakang budaya ini kemungkinan besar berperan dalam memperkenalkan kombucha ke khalayak yang lebih luas di luar Asia.

Saat ini, kombucha telah menjadi fenomena global, dinikmati oleh masyarakat di seluruh dunia karena rasanya yang unik dan potensi manfaat kesehatannya. Nama khas Jepang mengingatkan akan beragam pengaruh yang membentuk tradisi kuliner Asia.

Pada tahun 1990-an beberapa orang mengklaim bahwa minuman tersebut sangat istimewa sehingga pasti berasal dari luar bumi.

Kemungkinan besar kombucha diperkenalkan ke Rusia pada akhir abad ke-19 ketika tentara dari Tiongkok, Jepang, Korea, dan Rusia terlibat dalam konflik teritorial yang berdampak samping berupa pencampuran praktik budaya.

Akibatnya pada tahun 1900-an kombucha mulai diseduh di berbagai wilayah, termasuk sebagian besar wilayah Rusia dan digunakan oleh banyak orang sebagai obat tradisional.

Dilansir dari Ancient Origin, Kombucha menyebar lebih jauh ke Eropa selama Perang Dunia Pertama ketika seorang ilmuwan Jerman, Dr. Rudolf Sklenar menyaksikan petani Rusia menggunakan kombucha untuk membantu tentara yang terluka.

Sarah Young mengatakan, “Dia tertarik dengan kombucha dan potensi penggunaannya sebagai pengobatan. Setelah membawanya kembali ke Jerman, dia menggunakan kombucha dalam pengobatan pasien kanker.”

Baik Rusia maupun Jerman terus menggunakan kombucha sebagai obat sepanjang awal abad ke-20, dan sejumlah besar penelitian dilakukan dalam upaya untuk memahami dan memastikan manfaat minuman tersebut. Banyak dari penelitian ini berfokus pada bagaimana kombucha dapat membantu mengatasi penyakit, masalah pencernaan dan dalam mengelola diabetes.

Baru pada masa Perang Dunia Kedua, ketika teh dan gula dijatah secara besar-besaran, tren kombucha mereda.

Tren minuman kesehatan bukanlah hal baru. Meskipun minuman seperti cola kini telah direklasifikasi dan tidak lagi dianggap sebagai produk kesehatan, kombucha kembali menjadi tren kesehatan yang populer pada tahun 1960-an.

Ketika itu kaum hippies bereksperimen dengan pengobatan alami. Manfaat meminum kombucha sekali lagi dirasakan dan dinikmati. Kebangkitan popularitas ini semakin meningkat ketika para ilmuwan Swiss mempresentasikan penelitian yang mengkonfirmasi beberapa manfaat kesehatan dari minum kombucha.

Lonjakan popularitas yang lebih mengejutkan terjadi akibat bencana Chernobyl pada tahun 1986. Para dokter memantau kesehatan orang-orang yang tinggal di kota-kota sekitar Chernobyl. Secara menakjubkan mereka menemukan bahwa ada sekelompok orang yang minum kombucha tidak terlalu menderita akibat efek radiasi dari bencana tersebut.

Walaupun kelihatannya tidak masuk akal, minuman kesehatan ini sekali lagi diadopsi oleh mereka yang sadar akan kesehatan ketika pada tahun 2011 terjadi kecelakaan reaktor nuklir Fukushima di Jepang. Setidaknya beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa minum kombucha dapat membantu melawan efek paparan radiasi ringan.

Kombucha populer juga di kalangan orang-orang yang menjalani kemoterapi karena telah membantu beberapa orang dengan efek samping pengobatan.

Meskipun penelitian modern menunjukkan bahwa kombucha memiliki beberapa manfaat kesehatan, penting untuk dicatat bahwa minuman ini tidak memberikan ramuan kehidupan seperti yang diyakini pada awalnya dan minuman ini harus dinikmati dalam jumlah sedang.

Kombucha mengandung asam laktat, bila diminum dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penumpukan asam laktat dalam aliran darah yang dapat berakibat fatal. Karena kombucha adalah minuman fermentasi, ia mengandung sedikit alkohol. Produksi dan penjualan kombucha kini diatur lebih ketat.

Risiko lebih lanjut terkait dengan fakta bahwa kombucha secara tradisional merupakan minuman buatan sendiri. Bila tidak berpengalaman akan kesulitan dalam mensterilkan peralatan mereka dengan benar atau mengatur tingkat keasaman.

Kombucha telah dikonsumsi selama ratusan atau bahkan ribuan tahun,  meskipun manfaatnya mungkin dilebih-lebihkan jika dikaitkan dengan klaim seperti menyembuhkan kanker, memulihkan rambut rontok, dan awet muda.  

Namun demikian, terdapat bukti bahwa minuman tersebut bermanfaat, jika diseduh oleh praktisi berpengalaman dan dikonsumsi secukupnya.

Seperti halnya semua minuman yang memiliki manfaat kesehatan, popularitas kombucha naik turun selama bertahun-tahun. Masih dihormati, rahasia pembuatan kombucha tak lekang seiring berjalannya waktu.

Kini setelah perusahaan seperti Pepsi mengikuti tren ini, dapat dikatakan bahwa minuman yang pernah dianggap sebagai ramuan kehidupan ini setidaknya tidak akan hilang dalam waktu dekat.