Nationalgeographic.co.id—Di Kekaisaran Tiongkok, kaisar dianggap sebagai putra langit atau titisan dewa. Sebagai wakil dewa di dunia, rakyat harus menghormatinya bak dewa. Karena itu, ada sejumlah aturan yang diterapkan ketika rakyat jelata berhadapan dengan kaisar di istana. Tidak menaati aturan saat bertemu dengan kaisar dianggap sebagai sebuah pelanggaran serius.
Misalnya saat Kaisar Yingzong pada abad ke-15 memimpin pertemuan harian yang panjang dengan para pejabatnya. Terjadi keributan di barisan para pejabat istana. Zeng Xuan, seorang pejabat dari Kementerian Kehakiman, tampak malu. Rupanya ia mengompol di pertemuan itu.
Tidak hanya dipermalukan, Zeng juga melakukan pelanggaran etika yang serius di depan kaisar. Karena kesalahannya, ia pun diturunkan dari pangkatnya.
Bertemu dengan Putra Langit di Kekaisaran Tiongkok adalah suatu kehormatan. Di sisi lain, itu juga bisa menjadi kewajiban bagi para pejabat. Pada pertemuan rutin pagi, misalnya, pejabat tinggi diperintahkan untuk melaporkan pekerjaan mereka dan menerima instruksi. Pertemuan dimulai dini hari, berlangsung berjam-jam, dan penuh dengan ritual dan upacara.
Melakukan hal yang salah, seperti yang dilakukan Zeng yang malang, dapat memicu kemarahan kaisar.
Berikut sejumlah aturan unik yang harus diikuti oleh pejabat dan rakyat jelata ketika bertemu dengan Kaisar Tiongkok.
Datang tepat waktu
Selama lebih dari 3.000 tahun, kaisar mengadakan pertemuan rutin dengan pejabat Kekaisaran Tiongkok. “Biasanya, pertemuan itu dilakukan antara pukul 5 dan 7 pagi,” tulis Sun Jiahui di laman The World of Chinese.
Untuk tiba tepat waktu, para pejabat sering kali harus pulang pergi pada tengah malam. Menurut Anthology of Petty Matters During the Qing, tidak ada lampu di istana Kekaisaran Tiongkok selama pemerintahan Dinasti Qing. Oleh karena itu, para pejabat harus menemukan jalan mereka dalam kegelapan untuk menuju istana.
Ketika Kaisar Guangxu naik takhta (antara 1875 dan 1908), seorang pejabat bahkan terjatuh ke parit dalam perjalanan menuju istana.
Mungkin sangat sulit bagi pejabat Kekaisaran Tiongkok untuk bangun pagi. Namun akan lebih parah jika mereka terlambat hadir ke pertemuan dengan kaisar. Pada masa Dinasti Tang (618 – 907), jika tidak hadir dalam rapat, pejabat kehilangan gaji selama 1 bulan atau bahkan satu musim.
Jika seorang pejabat melewatkan pertemuan lebih dari 35 kali, dia akan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara. Pada masa Dinasti Ming (1368 – 1644), siapa pun yang tidak hadir pada pertemuan pagi dapat dicambuk sebanyak 20 kali.
Tidak ada pedang dan sepatu ketika berhadapan dengan Kaisar Tiongkok
Dimulai pada Dinasti Qin, pedang dan senjata lainnya dilarang di istana Kekaisaran Tiongkok. Namun di era Dinasti Tang, para pejabat juga harus melepas sepatu dan kaus kaki mereka saat bertemu dengan kaisar. Tidak melakukan hal ini bisa berakibat fatal.
Tabib Wen Zhi pada periode Negara-Negara Berperang mengalami nasib yang mengerikan setelah ia merawat Raja Min dari Negara Qi. Saat itu, sang tabib tidak melepaskan alas kaki.
Raja Min jatuh sakit dan putra mahkota meminta bantuan Wen. Ia mendiagnosis penyakit tersebut, namun menyarankan satu-satunya obat yang bisa menyembuhkannya adalah kemarahan. “Raja harus marah,” tambah Jiahui.
Namun Wen takut akan murka raja. Jadi dia ragu untuk memberikan “obat aneh” ini. Namun sang pangeran berjanji untuk melindungi Wen dari raja setelah dia sembuh.
Setelah pangeran menjamin keselamatan Wen, dokter tersebut naik ke tempat tidur raja tempat dia beristirahat. Hal itu dilakukan tanpa melepas sepatu dan kaus kaki. Tabib tersebut kemudian menginjak-injak seluruh tempat tidur dan pakaian raja.
Raja Min yang sakit tiba-tiba duduk tegak tapi ia murka. Rupanya penyakitnya sudah sembuh berkat tabib pemberani itu.
Putra mahkota sangat gembira atas kesembuhan ayahnya dan meminta raja untuk memaafkan kesalahan Wen. Pasalnya, tabib tersebut melakukannya untuk menyembuhkan sang raja. Namun raja menolak dan memerintahkan Wen direbus hidup-hidup karena pelanggarannya.
Beberapa tamu tepercaya diizinkan memakai sepatu dan membawa pedang ke istana Kekaisaran Tiongkok. Namun ini adalah hak istimewa luar biasa yang hanya diberikan kepada tokoh paling berpengaruh dan dihormati. Salah satunya adalah panglima perang Cao Cao di era Dinasti Han Timur (25 – 220).
Mengontrol fungsi tubuh
Etiket dianggap penting bagi banyak dinasti Kekaisaran Tiongkok. Pejabat dan rakyat tidak pantas untuk buang air kecil, meludah, dan bahkan batuk di hadapan kaisar. Di Dinasti Ming, misalnya, pejabat Tan Lun dipotong gajinya selama sebulan setelah tidak sengaja batuk di depan Putra Langit.
Cuaca juga menjadi masalah. Pada Dinasti Ming dan Qing, audiensi pagi hari dengan kaisar diadakan di luar ruangan di Kota Terlarang. Para pejabat menghabiskan waktu berjam-jam di tengah teriknya musim panas atau badai salju di musim dingin. Para pejabat pingsan adalah hal biasa saat itu.
Pejabat juga bisa meminta izin ketika kebutuhan fisiologis muncul. Jika pejabat merasa pusing atau tidak dapat berdiri tegak, rekan-rekannya dapat membawanya keluar istana. Hal itu diungkap dalam Menurut Records of the Emperor Taizu of Ming.
Mungkin tidak mengherankan, para pejabat sering kali melewatkan pertemuan pagi itu. Kaisar Xianzong dari Dinasti Ming rupanya memperhatikan berkurangnya jumlah peserta pertemuan paginya. Ia pun memerintahkan penyelidikan.
Para penyelidik menemukan 1.118 pejabat melewatkan pertemuan tersebut, banyak dari mereka mengaku sakit. Kaisar segera menghukum mereka semua dengan kerja paksa.
Berlutut
Banyak drama TV, banyak adegan di mana para pejabat yang berbakti bersujud kepada penguasa mereka. Mereka meneriakkan “Hidup Kaisar!” setiap kali mereka bertemu. Namun kenyataannya, ada aturan seputar berlutut dalam periode waktu yang berbeda.
Pada Musim Semi dan Musim Gugur dan periode Negara-negara Berperang, para pejabat akan bersujud di depan raja mereka untuk menunjukkan rasa hormat. Penguasa kemudian akan membungkuk sebagai balasannya. Dan kemudian mereka berdua akan berlutut untuk berbicara.
Pada Dinasti Han, politisi Shusun Tong membuat sistem ritual baru untuk bertemu dengan pendiri dinasti tersebut, Liu Bang. Shusun ingin para pejabat menjadi lebih hormat. Mereka akan bersujud (berlutut dan menyentuhkan dahi ke tanah) kepada kaisar. Tapi kaisar tidak lagi harus membalasnya.
Kemudian, berlutut pada pertemuan pagi hari dengan kaisar dilarang pada masa Dinasti Song (960 – 1279), dengan ancaman penurunan pangkat atau denda. Pada Dinasti Qing, para pejabat kembali berlutut di hadapan kaisar, tetapi prosedurnya rumit.
Mereka perlu bersujud tiga kali dan membenturkan kepala mereka ke tanah tiga kali setiap kali sujud. Berdasarkan Anthology of Petty Matters During the Qing, negarawan dan diplomat Li berlatih berlutut dan bersujud tiga kali sehari. Hal tersebut dilakukan sebagai persiapan untuk bertemu dengan Ibu Suri Cixi di hari ulang tahunnya.
Sebagai titisan dewa di bumi, Kaisar Tiongkok dihormati dan diperlakukan bak dewa. Karena itu, sejumlah aturan pun ditetapkan dan harus diikuti saat bertemu dengannya.